Wednesday, December 29, 2010

Salah Makan jadi Salah Obat ?????


Ternyata sudah melakukan pekerjaan yang sama selama bertahun-tahun tidak menjamin seseorang menjadi semakin ahli dalam pekerjaannya. Tentu saja ada beberapa sebab entah dia kurang mengikuti perkembangan jaman atau dia yang malas mempelajari hal-hal baru. Contohnya ada seorang karyawan yang sudah bertahun2 berada di suatu posisi dan tidak mau dipindah ke posisi lain karena dia sudah nyaman dengan pekerjaan yang sekarang. Kalau dipikir secara logika, seharusnya dia semakin lama akan semakin cepat dalam mengerjakan pekerjaannya. Tapi yang terjadi sebaliknya, di saat rekan kerjanya sudah  menggunakan cara baru yang terkomputerisasi, dia masih menggunakan cara2 dia yang sudah kuno. Mungkin dahulu kala cara dia itu yang terbaik, sekarang belum tentu.
Mami saya mengalami hal yang sama beberapa hari yang lalu. Mami 3 hari sebelum Natal merasa tidak enak badan. Dia mual2 dan muntah kalau ada makanan masuk ke perut sepertinya karena malamnya makan sayur asam yang rada basi di warung nasi penyet. Selain itu dia juga demam dan lemas. Mami punya riwayat penyakit tekanan darah tinggi (tapi sekarang sudah normal) dan terakhir medical check up ketahuan bahwa kadar kolesterol dan trigliserida mami lumayan tinggi. Saya sudah menyuruh mami ke dokter tapi dia tidak mau. Alhasil pada hari Natal penyakitnya tambah parah, mami hampir tidak bisa makan karena habis makan selalu muntah. Karena hari libur jadi dokter spesialis tidak ada yang praktek.
Maka pergilah Mami bersama adik saya ke salah satu rumah sakit di kota Y (disamarkan karena saya takut dituduh mencemarkan nama baik rumah sakit dan masuk penjara seperti seseorang yang inisialnya P) ke bagian UGD. Di sana mami diperiksa oleh dokter umum yang sudah tua (tidak mendiskriminasi orang tua lho). Mami menyebutkan gejala2nya dan dokter itu pun memberikan resep obat ( yang saya cek di Wikipedia itu adalah obat mual, obat demam, antibiotik dan obat kolesterol yang harganya mahal). Mami juga disuruh cek darah takutnya demam berdarah atau tipes dan hasilnya normal. Periksa ke UGD aja sudah menghabiskan hampir 700rb rupiah. Sampai hari senin keadaan mami belum membaik juga alias masih mual2 dan ga bisa makan. Trus kaki mami juga bengkak.
Terpaksa mami periksa lagi ke dokter spesialis penyakit dalam (yang masih muda dan katanya sih ganteng mirip pemeran di suami2 takut istri yang pakai kaca mata). Kata dokter itu antibiotiknya seharusnya tidak perlu karena bikin tambah mual. Yang lebih bikin tercengang adalah obat kolesterolnya kata dokter jangan diminum lagi karena bikin saraf bengkak. Untungnya dokter yang ini baik jadi obat kolesterol yang mahal dan bikin saraf bengkak itu boleh dikembalikan ke rumah sakit. Herannya…kenapa dokter umum yang di UGD itu kasih obat sembarangan Cuma berdasarkan permintaan mami yang mengaku kolesterol tinggi langsung dikasih obat kolesterol. Mbok ya dicek dulu kolesterolnya emang benar2 tinggi atau nggak. Memang waktu medical check up kolesterol mami tinggi tetapi sudah sempat minum obat kolesterol dari dokter lain sebulan lebih.
Setelah dari dokter penyakit dalam, penyakit pencernaan mami sembuh…muncullah penyakit baru yaitu kaki mami bengkak dan panas. Berarti terbukti kata2 dokter penyakit dalam kalau obat kolesterol itu menyebabkan saraf bengkak. Hari ini mami periksa ke dokter spesialis saraf untuk mengetahui ada apa dengan kakinya yang bengkak.Kesimpulannya…tadinya mami Cuma sakit pencernaan aja keliatannya karena salah makan namun malah terkena penyakit yang lain gara2 salah obat. Siapa yang akan bertanggung jawab…T-T
Saya sempat search di mbak google dan menemukan artikel tentang obat kolesterol itu di Wikipedia(http://en.wikipedia.org/wiki/Gemfibrozil) yang menyebutkan kalau efek sampingnya adalah:

Nontherapeutic effects and toxicities

  • gastrointestinal distress (sudah tahu mami sakit pencernaan malah dikasih obat ini)
  • Musculoskeletal pain (terbukti kakinya bengkak dan sakit)
Semoga mami bisa cepat sembuh aja deh harapan saya….dan pesan kepada dokter tua yang di UGD RS di kota Y…tolong lain kali pikir2 dulu sebelum kasih obat ke pasien.

NB: Foto makanan di atas diambil oleh saya sendiri jadi tidak perlu hak cipta ya...itu untuk melambangkan makanan pedas yang bikin sakit perut.

Tuesday, December 28, 2010

Selamat Natal, Profesor

Di lingkungan kerja saya, memberi selamat sepertinya bukan lagi ucapan yang berarti, melainkan suatu norma kesopanan. Masak nggak ngirim kartu sama senior di hari raya? Seorang teman saya selalu mborong kartu ucapan baik itu lebaran maupun natal.  Banyak sekali. Sampai dia minta bantuan saya buat nulisin. Lho? Soalnya, kartu itu bukan dari keinginannya sendiri. Kartu itu keharusan, biar nggak dibilang kurang ajar. Tradisi di tempat kerjanya adalah junior mengirim kartu ucapan pada semua senior, tanpa kecuali. Akrab maupun tidak. Benar-benar kenal maupun yang namanya nggak yakin siapa. Kadang-kadang, karena saking tidak tahunya mau bilang apa, kartu itu cuman ditanda tangani. Macam kuitansi saja.

Saya tahu, ada kalanya kartu ucapan bersifat formalitas. Suatu perusahaan (termasuk bank, asuransi, toko, organisasi) mengirim kartu ucapan pada klien. Ini wajar. Karena perusahaan ingin tetap menjalin hubungan dagang yang baik dengan semua klien. Tapi kartu ucapan pribadi? Saya kira, saya akan menulis kartu ucapan pribadi secara pribadi juga. Saya akan menulisinya dengan segenap hati (atau minimal dengan tahu persis apa yang saya ingin bilang padanya di luar ucapan selamat hari raya). Dan saya suka sekali surat. Saya bisa menulisi kartu Natal saya panjang-panjang, dengan tulisan tangan saya sendiri. Bukankah ini artinya kita menganggap orang itu berarti? Bukan hanya sebagai klien atau rekan kerja, tapi orang yang saya kenal secara pribadi?  (Ah Ria, nggak semua orang kurang kerjaan atau kelewat nganggur atau desperately romatic kayak kamu lah ya)

Salah satu teman saya nulis pesan di Facebook, "Ucapan selamat natal tidak ada artinya". Memang, kadang orang latah saja. Atau kebiasaan ngirim SMS yang persis sama pada orang-orang di daftar teleponnya.  Praktis. Parahnya lagi, kalau kadang tidak kenal tapi karena status 'atasan' maka ucapan ini dikirim. Mungkin, memang begitulah aturan mainnya. Tapi mungkin saja, atasan juga lupa dari siapa ucapan yang di kirim padanya. Jadi tidak beda jauh mengucapkan selamat pada atasan atau tidak. Yang saya perhatikan, semua kartu ucapan saya pada teman yang benar2 saya kenal selalu berbalas. Sementara yang pada atasan tidak selalu. Hanya atasan yang akrab saja yang balas menjawab, "Oh kartunya sudah saya terima," Yang lain saya tidak tahu apakah surat itu nyampe atau tidak. Dugaan saya, karena saya tidak begitu kenal dengan beliau2. Mungkin, mereka menerima puluhan kartu/ucapan yang serupa dari para bawahan yang juga tidak mereka kenal. Surat saya cuma satu diantaranya. Mungkin terselip diantara beberapa faktur pajak dan Koran Suara Merdeka minggu.

Saya berusaha untuk membuat tiap ucapan saya berarti. Bukan pemanis bibir belaka. Saya jadi berpikir, tidak akan pukul rata kirim kartu ke semua bos saya. Saya tidak ingin cuma jadi salah satu bawahan latah yang ngucapin selamat cuman karena nggak enak. Saya memberi salam pada orang yang saya pedulikan. Orang yang saya pikirkan ketika hari raya tiba. Surat pribadi, pesan, email atau apapun yang bersifat personal jauh lebih berarti ketimbang ucapan basa-basi tanpa arti yang tidak spesifik. Tanda tangan saja tidak akan memberi kesan apapun (kecuali mungkin bagi orang yang mau mencuri identitas). Lagian, mengutip teman saya, apa artinya selamat pada orang yang tidak kita kenal? Pemkot kota ataupun shopping mall sudah melakukannya, begitu kata Vicky Laurentina.

Saya tidak memborong kartu. Saya ingin sayalah yang ada di sana, bukan produk massal yang diobral. Saya ingin penerima kartu saya menyadari bahwa mereka berarti bagi saya, terutama di hari raya ini.

Selamat Natal, Profesor. Semoga anda mengenali saya sebelum membaca alinea selanjutnya.

Sunday, December 26, 2010

Kenapa kita butuh Blackberry, iPad, iPhone, iPod dan iPah?

Sudah hampir 2 tahun saya hidup tanpa teknologi yang berarti. Ngg..., kecuali lampu kamar, motor kymco tahun 2002, HP nokia monotonik monokrom tahun yang sama, laptop untuk kerja, kamera saku dan hairdryer. Dan alat pembuat gelembung di aquarium. Saya pinjem pemutar CD dari nyokap, itupun sudah dibalikin sehingga saya cukup puas dengan ndengerin lagu dangdut dari rumah tetangga (kalo nggak pas lagi nonton youtube). Oya, saya juga nggak punya TV di kamar.

Intinya sih bukannya mau membanggakan betapa jadulnya saya, tapi cuman buat pamer bahwa saya bisa bertahan hidup tanpa blackberry messenger atau nintendo wii (ya, boleh tepuk tangan sampai di sini). Jadi tolong kalo ada audisi untuk Lost atau Cast away versi Indonesia saya dikasih tahu ya...

Akhir-akhir ini saya mulai berubah. Saya mulai mbuka-mbuka situsnya Apel (buat pesen sekilo, hehe). Saya mulai melirik-lirik iPhone 4, iPod touch, bahkan juga sempet nanya sama temen gimana memakai blekberiberi. Apa pasal? Begini, sebagai emak-emak yang 'retro' dan suka barang 'vintage' dan hobi nulis surat yang dikirim lewat kantor pos plus cinta mati sama barang-barang buatan sendiri, saya jelas tidak butuh barang dagangannya Steve Jobs. Tapi sodara-sodara, boleh dibilang saya ini korban 'tergilas' teknologi. Sekarang saya mengerti kenapa mau tidak mau kita butuh BB, iPad, iPhone, iPod dan iPah.

Saya tahu teknologi memang membantu, misalnya saja dengan adanya laptop saya bisa nulis blog sehingga bisa curcol setiap saat dan nggak dipendem jadi hipertensi. Berkat alat pembuat gelembung di akuarium, saya nggak perlu niup-niup ikan saya pake sedotan supaya mereka nggak mati. Berkat ada lampu listrik, saya bisa lulus sekolah dan membaca saja tidak sulit (mulai lebay). Tapi saya juga punya pengalaman pahit. Misalnya pas saya janjian sama orang. Dulu, pada jaman kegelapan sebelum ditemukannya HP, orang bilang jam sekian di tempat anu, ya sudah, ketemulah pada jam dan tempat yang disepakati. Sekarang? Percakapan nggak jelas inilah yang berlangsung via SMS:

Saya: "Saya mau ngasihin uang sisa tugas kemarin, kapan ya kita bisa ketemu?"
Mahasiswa:  "Terserah ibu saja" (jawaban yang kedengeran sopan tapi nggak bertanggung jawab)
Saya: "Hari ini saya ada acara sampai sore. Besok saja ya?"
Mahasiswa: "Iya, besok saja. Jam berapa bu? Saya pagi ada kuliah"
Saya: "Jam 10. Di kost saya saja ya, soalnya sedang ada tugas yang diketik"
Mahasiswa: "Iya bu. Besok jam 10"
Tiba-tiba Mahasiswa meng-SMS lagi.
Mahasiswa: "Besok kalau jam 11 gapapa ya Bu, soalnya kadang kuliahnya molor,"
Saya: "Waduh Dek, kalau jam 11 itu mepet soalnya jam 11.20 saya ada diskusi,"
Mahasiswa:"Oh ya kalo gitu kita ketemuan di kampus saja"
Saya: .....(mikir: ini mahasiswa nggak doyan duit ya? Lagian saya yang mo ngasihin duit, saya juga mau ngajar masak harus cari2 mahasiswa dulu sih?) *Seperti biasa saya sudah mulai males mbales karena saya nggak jago ngetik di HP. Jempol saya kegedean!*
Besoknya si Mahasiswa SMS lagi, "Bu maaf kemarin di kampus saya lupa SMS karena sedang persiapan Porseni. Kalau hari ini saja ketemu bagaimana? Alamat kost ibu dimana?"
Saya pun pura-pura nggak punya HP. Saya pikir akan lebih baik bikin pengumuman di lobby : Mahasiswa X harap ketemu saya di Ruang Y jam sekian. Lengkap dengan foto. Pasti keren, lagian nggak bisa diganggu gugat.

Masalah lain dari teknologi saya rasakan waktu makan bareng ama temen. Kadang sang teman justru lebih sibuk dengan HPnya ketimbang membikin percakapan dengan saya. Jadilah saya yang kerepotan cari bahan pembicaraan, daripada jadi kambing congek di antara makhluk yang tidak kelihatan. Trus kalo disuruh nunggu. Udah nggak diajak bicara, jarang sekali saya dikasih majalah buat baca-baca (emangnya di salon?). Biasanya saya bengong sampai dihinggapi lalat. Sebetulnya, dengan tidak punya akses ke hape/internet/messenger terus-terusan, saya bisa punya hubungan 'nyata' dengan orang betulan. Artinya, saya benar-benar berada di sana. Saya lebih suka ngobrol sambil minum teh dan bicara dengan orang yang ada di hadapan saya, ketimbang chatting atau messengeran atau telponan atau skype-an berjam-jam. Saya ngerti, apa daya kalau orang yang diajak bicara memang jauh di sebrang lautan; tapi kalau ada orang di depan mata, aneh rasanya kita malah bicara pada kentongan eh HP.


Saya pernah ngobrol sama temen saya di Amrik, kata dia orang jarang sekali bicara langsung karena semua sudah disampaikan lewat email. Saya bilang, "Wah budaya Amrik gampang dipelajari. Tinggal menghindari percakapan, bicara lewat email, kita sudah Amrik banget," Keluarga saya juga mengalami hal yang sama. Ketika kita kumpul, kita jarang ngobrol, melainkan nonton tivi. Kita justru ngobrol lewat telepon, ketika kita berjauhan. Pokoknya saya ngerasa banget bahwa jaman sekarang ini orang lebih banyak 'asyik sendiri'. Itulah sebabnya pada akhirnya saya paham mengapa kita perlu BB, iPad, iPhone, iPod dan iPah. Supaya kita bisa tetap (pura-pura) sibuk dan tidak bosan. iBuy because iBored. iHave no choice. BBM bisa bikin kita jadi seolah-olah ketemu banyak teman. iPad, iPhone dan iPod bisa bikin kita punya dunia sendiri. iPah? Dia bisa mbantuin nyuci piring dan ngepel. Lagian, dia masih bisa jadi temen ngopi kalo yang lainnya lowbatt.

Sunday, December 19, 2010

Cilacap, je t'aime

Tiba-tiba saya ada di Cilacap. Memang blog ini apdetnya setahun sekali, kayak festival tahunan ondel-ondel dan cilok goreng.

Saya sudah berada di kota pantai di ujung barat Jawa Tengah ini sejak 4 hari yang lalu. Ceritanya saya lagi mengunjungi rumah sakit dan puskesmas di kabupaten Cilacap. Bukan sih, bukan kunjungan kenegaraan. Cuma numpang liat RS yang paling aman di Jateng, berkat penjagaan bapak-bapak polisi 24/7 di bangsal yang isinya residivis Nusa Kambangan. Keren bukan?

Cilacap termasuk kota yang tenang, jalannya tidak naik-turun kaya rute Semarang-Gombel-Banyumanik tapi rata dan lengang sehingga bersepeda sangat menyenangkan. Bahkan ada pasangan kakek-nenek yang sepedaan di hari minggu yang cerah, pas naik jembatan si nenek turun dan pas turun jembatan si nenek langsung naik tanpa sepedanya berhenti. Wuah. Kalah sigap deh kernet metromini ama wanita antik nyaris jadi fosil ini. Di tempat ini juga becak masih bertebaran laksana bintang2. Kalau di Gombel, becak sudah punah karena seleksi alam.

Tempat paling populer di Cilacap? Bukan Super Megamall Cilacap yang memang gak ada, tapi...tempat pelelangan ikan! Tempat ini menjual ikan segar dari cumi, udang, kakap sampai gurita dan pari. Ikan asin dari jambal sampai pari goreng yang dibentuk kayak kipas (nggak bohong. Beneran ada lho. Bahkan bisa dipakai buat kipasan sungguhan kalo kipas angin lagi mati). Yang paling OK di Cilacap adalah pabrik minyak perusahaan pertamina. Gedung2 seperti stadion dengan atap terbuka (mungkin) untuk tempat penyulingan/pengolahan minyak. Pabrik pertamina ini terlihat menjulang di sepanjang jalan ke pantai. Pertamina menurut saya banyak berkontribusi pada perekonomian kota Cilacap.

Pantai yang paling dekat dari kota adalah pantai teluk penyu. Pantai ini biasa saja, kotor dan penuh tukang ondong-odong. Tapi es kelapa mudanya enak sekali dan murah. Satu kelapa ditarik harga Rp. 5,000, sudah termasuk sedotan. Dari pantai ini kita bisa dengan gampang naik perahu ke Nusa Kambangan. Biaya PP seorang 15,000. Sebetulnya jarak antara Cilacap dan Nusa Kambangan deket banget. Kalau kita berdiri di pinggir pantai, pulau yang hijau ini kelihatan berjarak cuman sejengkal, sampai kepikiran kita bisa saja pergi ke sana dengan berenang. Tapi karena arus di Pantai Selatan Jawa selalu keras sekali, berenang sangat tidak aman (kalau enggak pasti udah saya coba tuh *pelit banget*). Lagipula, tidak lucu kalau ketabrak kapal besar untuk pengeboran minyak lepas pantai. Pantai Cilacap dikenal sebagai pelabuhan alami (natural harbour) terbesar di Jawa (apapun artinya). Di pantai teluk penyu ini bertebaran kapal-kapal pengebor yang besar, berderet berdampingan di anatara kapal-kapal nelayan. Pantai Teluk penyu dihiasi sampah dan barang2 tak teridentifikasi lainnya (seperti biasa) tapi melihat ke arah horison yang biru muda, dengan kapal kapal besar dan corong-corong asapnya, membikin saya jatuh cinta pada Cilacap.

Salah satu perahu nelayan yang sering dipakai untuk mengangkut 'turis' ke Nusa Kambangan adalah jukung. Salah satu jukung yang lewat di depan kami dengan hebohnya menulis, "Kapal cepat. Antar pulau antar propinsi" Saya ketawa. Antar propinsi? Seberapa jauh jukung bisa pergi? Tapi teman saya memprotes, "Betul itu Bu, sedikit ke Barat kan sudah propinsi Jawa Barat." Oke, berarti tukang perahu itu tidak berlebihan. Mungkin saja dia tiunggal di perbatasan antara Jateng dan Jabar. Yang masalah cuman STNKnya diperpanjang di mana? (kan daerah operasinya di dua propinsi). Biasanya jukung diberi nama seperti 'Cahaya Mina', 'Sumber Rejeki', 'Sidoluhur baru'. Kami harus menghapal nama jukung kami karena nanti sesudah selesai dari pulau Nusa Kambangan kami harus menbelpon tukang jukung yang benar untuk minta dijemput. Tapi jukung yang saya naiki namanya sangat down to earth, 'Jaguar'. Jadi saya bisa bilang ke penjaga loket di pulau Nusa Kambangan, "Tolong panggilkan Jaguar untuk menjeput Pak. Saya mau pulang,"

Saturday, October 16, 2010

Curcol


Setelah sekian lama tidak ada mood nulis maupun membuka blog, akhirnya hari ini saya terpanggil untuk menuliskan sesuatu di blog yang kayanya sudah berdebu dan banyak sarang laba-labanya. Saya sedang merasa tidak semangat melakukan apapun kecuali makan enak dan nonton film korea yang pemainnya ganteng2. Masalahnya dalam kehidupan saya sehari-hari ini kebanyakan waktu saya adalah untuk melakukan hal-hal yang tidak saya sukai. Saya mulai merasakan sudah kehilangan jati diri bangsa seperti poster kampanye salah seorang caleg yang mengatakan “Kembalikan jati diri bangsa, biasakanlah makan dengan tangan kanan.” Apa ya hubungannya? Saya makan tidak pernah dengan tangan kiri karena bekas buat cebok kecuali kalo makan kerang or kepiting terpaksa pakai dua tangan.

Kemarin2 saya kembali membongkar koleksi DVD saya untuk menemukan film menarik yang bisa bikin mood saya membaik. Jatuhlah pilihan saya pada film Hana Kimi (yang versi Jepang lho, bukan versi Taiwan yang konyol dan garing) yang ada panda lari2 dan Ria sedang tidur sampai saya bangunin untuk melihat adegan itu. Sepertinya Ria dendam sama si panda karena cerita tentang si panda lari2 beberapa kali dia sebut di tulisannya. Apakah hubungan Hana Kimi dengan jati diri saya yang hilang?

Hana Kimi menceritakan tentang seorang cowok ganteng bernama Izumi Sano (diperankan oleh Shun Oguri, si Hwa Ce Lei versi Jepang yang tetep keren walaupun dia aslinya menderita penyakit dimana dadanya rada mlesek ke dalam karena tulang rusuknya ada kelainan) yang merupakan juara lompat tinggi sejak SMP tapi terpaksa berhenti melompat karena kakinya cedera dan tidak bisa lompat tinggi selama bertahun2. Dia cedera karena menolong seorang cewek bernama Mizuki yang sedang diganggu preman2 di USA. Kebetulan Sano lewat dan menolong Mizuki. Waktu Sano mau melarikan diri dengan memanjat pagar yang tidak ada kawat berdurinya, para preman itu menyabet urat Achilesnya dengan pisau. Begitulah Mizuki yang merasa bersalah akhirnya kembali ke Jepang untuk masuk ke sekolah khusus cowok tempat Sano bersekolah. Tujuannya adalah untuk membuat Sano melompat lagi (lompat tinggi, bukan lompat galah or lompat kodok apalagi lompat karet).

Yang paling saya ingat di film itu adalah waktu Mizuki berkata kepada Sano yang tidak mau lompat tinggi lagi (karena dia takut gagal). Mizuki bilang kalau Sano tidak melakukan apa yang dia sukai (lompat tinggi) maka dia akan kehilangan diri dia yang sebenarnya. Nah saya jadi merasa apakah saya sudah terlalu lama melakukan apa yang tidak saya suka sampai sekarang saya merasa hidup saya hampa tidak ada gairah. Rasanya setiap hari kegiatannya itu2 aja. Bangun kesiangan karena malas ke kantor (kalau hari libur malah tidak bisa bangun siang) trus di kantor kerja cepat2 sambil berharap cepat makan siang. Setelah makan siang kerja lagi sambil membayangkan waktu pulang.

Apakah itu pertanda saya benar2 tidak menyukai pekerjaan saya? Ada yang bilang kalau setiap orang tidak akan selalu mendapatkan apa yang dia sukai. Namun ada sesuatu yang kita bisa memilih, ada yang tidak bisa. Kalau saya bisa memilih, saya ingin dilahirkan sebagai putri kerajaan yang cantik dan banyak pangeran yang mengejar2 seperti di dongeng sleeping beauty minus acara tidur 100 tahunnya namun tidak bisa kan? Atau kalau bisa saya ingin jadi orang bule dan lahir di desa Skotlandia yang rumah2nya seperti di kartu natal. Saya tidak bisa memilih mau dilahirkan dimana dan oleh siapa. Tapi kalau pekerjaan seharusnya saya bisa memilih. Saya sebenarnya tidak suka pelajaran Akuntansi. Tidak suka bukan berarti tidak bisa karena kalau ingin lulus sekolah tentu saja semua mata pelajaran nilainya harus cukup. Dari dulu saya tertarik dan ingin menjadi dokter. Apa daya sikon berkata lain, saya lebih butuh uang daripada melakukan apa yang saya suka. Untuk menjadi dokter uang kuliahnya mahal dan lama. Jadi papi saya memilihkan saya kuliah jurusan Akuntansi karena relatif gampang dapat kerja dan kuliahnya juga ga selama kedokteran.

Masalahnya sekarang..walaupun saya sudah lulus dan bekerja di bidang Akuntansi selama 7 tahun lebih, tidak pernah sekalipun saya enjoy dalam pekerjaan. Kecuali waktu jadi auditor karena bisa jalan2 ke kota lain sambil bekerja minum air. Akhir2 ini saya merasa mulai jenuh sama pekerjaan saya yang selalu dikejar2 deadline. Yang paling bikin emosi adalah kemauan atasan yang seringnya menentukan deadline seenak udelnya dia mentang2 saya karyawan yang digaji. Seperti beberapa waktu yang lalu, yang mulia bos berkata kalau saya harus membuat laporan pajak 3 bulan dalam waktu sehari saja. Memang sih akhirnya bisa, tapi keinginan bos yang tidak masuk akal itu cukup membuat saya emosi. Apakah seumur hidup saya harus mengalami hal seperti ini. Membuang waktu di kantor untuk melakukan sesuatu yang tidak saya suka demi mendapatkan gaji. Saya tidak mau membuang waktu hidup saya yang Cuma sebentar ini untuk melakukan sesuatu yang saya tidak menikmatinya.

Karena itulah saya dan suami memutuskan untuk melakukan suatu perubahan hidup dalam waktu dekat. Kami tidak tahu juga apa yang akan terjadi di depan yang penting mencoba dulu untuk melakukan apa yang kami suka. Saya sempat terpikir beberapa pekerjaan yang sepertinya akan saya sukai karena sesuai hobi saya baik yang mungkin maupun tidak mungkin:

  1. Menjadi pencicip makanan di restoran seperti Kang Ha Ji di komik Hot Blooded Girl. Asik banget sepertinya, kerjanya Cuma makan tapi dibayar.
  2. Menjadi pembawa acara jalan2 ke luar negri. Asik bisa jalan2 gratis, dibayar pula.
  3. Punya persewaan buku dan film jadi bisa baca buku dan nonton film gratis.
  4. Menulis review film2 yang pernah saya tonton…tentu saja dengan mendapatkan bayaran.
  5. Jadi artis Korea yang masih muda dan bisa main film bersama Jang Geun Suk dan Kim Rae Won
  6. Punya toko roti yang selalu laku dan rotinya ga pernah sisa sisa.
  7. Jadi dokter bedah seperti di Greys Anatomy, tentunya bosnya harus seganteng dr. Sheperd
  8. Punya perkebunan buah dan peternakan sapi dan kambing gunung. Kalau mau makan buah tinggal memetik. Kalau mau minum susu tinggal memerah dan kalau mau bikin baju tinggal mencukur.
  9. Menjadi perancang gaun pengantin yang indah2 (ini sepertinya tidak mungkin karena saya tidak bisa menggambar apalagi menjahit, tapi membayangkannya saya suka)
  10. Menjadi guru TK yang muridnya lucu2 dan imud2 dan ga rewel
  11. Menjadi penulis buku cerita anak yang laris
  12. Menjadi pemetik buah sambil berpindah2 ke satu tempat ke tempat lain supaya langsing dan sehat.
  13. Menjadi penulis buku traveling bersama Ria dan bukunya harus laris biar balik modal
  14. Menjadi relawan di tempat yang dingin

Itu hanya beberapa pikiran saya….semoga ada yang terkabul...dan toloonnggg…segera bebaskan saya dari ribuan faktur pajak…..!!!!

Friday, September 3, 2010

Blog Baru

Saya tahu. Blog ini saja jarang diupdate, ngapain bikin yang baru. Makanya saya bikin postingan ini, fungsinya cuma satu, eka dan esa: untuk menjelaskan kenapa bikin blog lagi kalo yang ini aja mati segan hidup Indonesia Raya.

Ada suatu masa ketika saya betul2 bosen dan nggak bersemangat, sudah telpon Mbah Marijan pun tetap tidak rosa. Ketika inilah, saya bikin blog baru. Enggak ding ceritanya enggak sesingkat itu trus langsung tamat. Diperpanjang dulu sampe beberapa episod trus dibikin sekuelnya dong. Saya bikin list kerjaan yang harus diselesaikan. Salah satunya yang selalu saya tunda2 karna sangat membosankan: servis motor. Motor saya adalah Jetmatic Kymco kluaran pertama, ibarat kuda ini mirip2lah sama kudanya Pangeran Diponegoro karena saking historiknya. Motor ini susah diservis karna merk Kymco nggak banyak yang mau terima, semua tempat servis itu nerimanya Yamaha dan teman-temannya. Sementara bengkel Kymco sendiri sudah gulung tikar dan kriting rambut beberapa tahun yang lalu karna motornya nggak populer. Jadilah saya harus ke bengkel besar di daerah Dokter Cipto (lumayan jauh dari kost2an) satu-satunya bengkel yang mau nerima Kymco saya *iya, Kymco itu merek motor. Bukan nama bumbu. Itu Taoco*

Sialnya, jalan Dokter Cipto ini satu arah dan saya agak parah dalam cari jalan. Berhasillah saya muter2 di Semarang dengan sukses, demi cari bengkel motor. Betul sekali sodara2, saya bisa kesasar di Semarang! (amazing navigational skill. Ada GPS yang bisa dicicil dengan bunga rendah?). Sampai di bengkel setelah menyambangi pasar burung, kampung nelayan, pasar kaget, LP wanita, pangkalan truk, parkiran pelabuhan, pecinan dan kota lama (buset dah ini ke bengkel apa ikut tur keliling kota?) ternyata jreng jreng 65432x... antriannya sepanjang Karawang-Bekasi. Saya nunggu di ruang tunggu sambil setengah kelaparan karna bulan puasa. Oya, bagusnya bengkel ini adalah promo "makan siang gratis" bagi pelanggan yang datang pas jam makan siang. Makannya saya datang tepat waktu (sebenernya saya sih datengnya pagi tapi apa daya nyasar dulu). Tapi promo ini tidak berlaku selama bulan puasa. Huwaaaa. Saya pun mencari kesibukan dengan ngupil trus hasilnya dimakan (euh). Nggak ding, dengan nonton tipi di ruang tunggu. Acaranya sinetron berjudul "Cantik-cantik kok Bawa Kambing". Saya nggak lagi bercanda. Serius. Ceritanya tentang cewek cakep yang kaya trus dateng ke sekolah sambil nenteng kambing kaya di film legally blonde tapi cihuahuanya diganti kambing balibul (bawah lima bulan alias cempe). Tapi mungkin karena kurang dilatih kambingnya, si kambing nggak kooperatif sehingga nggak mau jalan ngikutin majikannya tapi mogok malah cari rumput. Akhirnya si kambing ini sering di gendong mirip di gambar dinding di gereja "Yesus Gembala yang Baik" bedanya di sini kambingnya pake pita. Seperti biasa untuk memenuhi standar sinetron alur ceritanya harus wagu dan lebay kalo nggak nggak akan ditayangkan. Makanya saya sangat menikmati nonton tipi di ruang tunggu bengkel sampe-sampe nunggu 3 jam saja nggak terasa. Pantesan Kristina cinta banget ama kambing gunung (jaka sembung bawa kambing).

Nah apa hubungannya sama bikin blog? Ya nggak ada sih, daripada nggak posting aja.

Cerita di sinetron itu sangat tidak realistis. Padahal kenyataannya masalah percintaan itu sering banget jadi topik perbincangan di kala ngopi, makan siang, nungguin ujan, ngetem angkot, ngantri busway di Harmoni, nungguin giliran kamar mandi, pas chatting di YM, nulis status, ngantri toilet atau nungguin dijemput atau kalo lagi ronda. Ngaku nggak? Pasti yang diomongin topiknya nggak akan jauh banget dari itu. Atau minimal nyerempet2 ke itu. Memang masalah hubungan dan percintaan itu penting banget kok. Cara pikir yang salah akan mbikin kehidupan cinta kita kacau balau kaya Jalan kuningan pasca bom mariott. Dan kadang, memang ada gunanya curhat. Pertama itu bikin kita lega kaya habis kentut pas lagi sembelit. Kedua, bisa memperbaiki pandangan kita yang sempit. Misalnya pas temen saya lagi nangis2 karena putus cinta, dia justru dicurhati sama tmnnya yang ditinggal nikah pas sudah hamil. Jadinya temen saya yang nangis bombay itu kerasa bahwa hidupnya nggak yang paling menderita. Ketiga, bisa buat topik nulis blog baru.

Saya bikin blog yang judulnya "Relationship and Other Issues". Saya mengundang semua temen dan kerabat buat berbagi tentang topik percintaan. Nggak perlu berusaha ngomong yang keren, bijak, atau kedengeran bener, karena tiap orang punya pengalamannya masing-masing. Kata sumber yang tidak bisa dipercaya, tiap orang rata-rata jatuh cinta 3 kali dalam seumur hidupnya. Jadi pastilah semua orang punya cerita cinta. Mari berbagi.

PS. Saya masih baru di wordpress. Gimana caranya masukin blogroll teman2? Gimana caranya supaya polling kelihatan? Gimana cara bikin hit stats? Butuh bantuan nyeting blog nih. Makasih banyak yah! x

Monday, August 23, 2010

Paranoia

Kayanya memang batasan antara cari petualangan dan cari maksiat itu tipis.

Saya sudah sering dengar tentang nasehat-nasehat seperti:
  1. Jangan bicara sama orang asing, nanti dihipnotis.
  2. Jangan pergi kemana-mana sendiri, nanti bisa diculik alien kolor ijo.
  3. Pastikan kalo pergi jauh ada yang menjaga kita, kalo nggak bisa bawa suami ya minimal bawa temen satu RT (jangan bawa suami orang lain. Pamali!)
  4. Selalu kasih kabar ke orang di rumah. Jadi kalo ilang bisa cepet ketauan.
  5. Pastikan segalanya aman-terkendali, nyaman, jelas, rapi dan terencana dengan baik kayak Orde Baru.
Tapi gaya emak-emak osteoporosis kayak gini bikin saya pengin cepet-cepet bikin surat wasiat. Dalam hal bepergian, model armchair traveler menurut saya tak ubahnya dari duduk di ruang tamu dan nonton DVD Bollywood. Tolonglah, kerjaan saya sudah kelewat aman dan tenteram. Saya perlu sedikit kejutan. Maksiat? Beda tipis sih. Temen saya bilang kalo saya suka cari bahaya. Tapi coba aja dipikir, memangnya tinggal di rumah itu aman? Setiap saat bisa terjadi kebakaran, kekuncian, gas meledak, kebajiran, gempa bumi dan kemalingan (pembicaraan saya udah cocok buat nawarin jasa asuransi). Kalo kita jalan dari rumah ke tempat kerja aja, kita bisa: kesandung, digigit anjing, dikejar-kejar orang gila, kejatuhan pot tanaman, nabrak tiang listrik, nyebur got, kesrempet becak/bajaj or kesenggol angkot Tlogosari-Banyumanik. Apa bedanya coba?

Sayangnya, cara berpikir "Biar aman asal selamat," dan "Alon-alon angger manggon,"*ngasal deh* ini sudah mendarah daging sampai-sampai bikin orang jadi paranoid. Kalo ada orang tak dikenal yang mbaikin, malah dikira bermaksud jahat. Diajakin ngobrol bareng, dikira mo nawarin kartu kredit (susah hidup di jaman sekarang). Mencurigakan dikit, dikira copet. Ngelirik dikit, dikira nyontek. Bau dikit, dikira ketek. Gembel dikit, dikira bokek. Belang dikit, dikira tokek. Intinya sih, karena cari aman, kita sering jadi berprasangka yang berlebihan.

Saya bilang paranoid karena saya pernah mendapati orang ketakutan cuman karena saya ngajak bicara. Saya pernah mendekati cowok umur 30an dan tantenya, "Hai! Tadi saya liat kalo kita bakal naik angkutan yang sama. Sambil nunggu, kita ngopi yuk, sendirian kan nggak enak," Mereka berdua menatap saya bingung, lalu curiga, lalu dengan gugup menjawab, "Enggak, kita mau belanja dulu. Ayo Tante. Sudah ya!" Saya langsung ditinggalkan dengan kecepatan kernet kopaja yang supirnya mulai tancap gas. Saya jadi pingin ke toilet, barangkali tanpa sadar pas tidur tadi malem muka saya tumbuh jenggot dan cambang jadi rada mirip sama Rhoma Irama eh maksud saya Osama.

Pernah saya ke Toraja sendirian. Di terminal, ada ibu-ibu sekluarga mewanti-wanti saya supaya ikut mereka ke rumahnya. Saya pikir ini tawaran bagus karena saya dapet akomodasi gratis=p. Mereka begitu khawatir karena saya nggak ada saudara di seluruh penjuru Tana Toraja eh Sulawesi tepatnya, meskipun berulang kali saya bilang kalo saya bakal baik-baik saja. Saya padahal cuman numpang tanya jalur angkutan di Rantepao. Begitu sampai di rumahnya, saya dijamu makan bakso, ikan bakar, diajak jalan ke pasar kebo, dsb. Saya senang sekali. Lalu saya telpon ke teman di Makassar, bilang kalau sepulang dari Toraja saya akan mampir. Dia tanya, "Kamu di rumah siapa?" Saya jawab,"Ibu X yang kenalan di terminal," Giliran teman saya yang mewanti-wanti, "Hati-hati lho. Jangan-jangan mereka punya maksud tersembunyi," Mungkin yang bikin saya jarang khawatir adalah, karena saya nggak punya Blekberi.

Dua tahun yang lalu saya masuk keanggotaan klub hospitality yang memungkinkan saya untuk ketemu orang dari banyak tempat dan nebeng di rumah mereka gratis. Jaringan sosial ini fungsinya adalah untuk menambah pengalaman bepergian sekaligus menjadikan dunia tempat yang lebih ramah untuk dijelajahi. Juga untuk lebih mengenal banyak orang beserta keunikan mereka! Saya mendapati pengalaman ini sangat menarik karena kadang kita mendapat kejutan: kita tidak tahu seperti apa tempatnya, berapa banyak orang di sana, seperti apa keadaan nantinya. Amankah? Yah, setidaknya saya masih hidup dan ngetik blog sekarang. Kalau bicara soal keselamatan, temen saya ditabrak lari orang di depan warung pengkolan gang kost-kostan. Mungkin ini contoh yang gak nyambung. Tapi entah kenapa saya percaya psikopat itu biasanya justru orang yang kliatan baik-baik saja: tukang kebun, tetangga sebelah, juru kunci rumah tua, tukang gali sumur, psikiater, dokter atau dosen (hihi). Saya selalu membayangkan kalau orang yang paling menyeramkan justru orang yang kita percaya. Tentu saja tidak menutup kemungkinan ada tempat-tempat dimana orang diberi obat tidur lalu ginjalnya dicuri kayak di film Hostel. Untunglah, ginjal saya masih dua biji (tadinya tiga, ahaha).

Supaya tulisan ini jadi nggak nyambung seperti biasa, saya mau curcol. Ternyata nggak mudah menjalani kehidupan ganda: seumpama Clark Kent dan Superman. Tahu kan, Clark Kent yang culun dengan kaca mata dan baju rapinya bisa berubah jadi cowok kekar yang pake baju ngejreng, pake sayap (seperti pembalut wanita) dan selalu pamer celana dalam? Dalam hidup saya, rasanya saya harus berganti sikap setiap kali saya di tempat kerja dan ketika saya melanglang buana. Pertama, saya tidak boleh terlalu ramah, nanti dikira gatel. Banyak orang jadi salah paham karena saya tidak segan bicara pada orang tak dikenal. Kedua, jangan terlalu gaul, nanti dikira anak band yang baru di-DO dari ajang Indonesia Mencari Bakat. Saya pernah nyapa kolega dengan mengayunkan tangan saya seperti toss. Bagai bertepuk sebelah tangan, saya pun menampar udara. Teman saya tidak membalas! Saya baru ingat, teman saya pake jas lengkap dengan blazer dan tas tangan. Bergaya hip-hop pasti dikira rapper panuan mabok tape. Jadi saya harusnya sungkem kali ya. Ketiga, saya harus terkesan normal, jangan bernampilan ngasal seperti mahasiswa jurusan seni yang lagi bintitan dan kesiangan. Oh, susahnya menjaga image profesi Hipocrates! (butuh Pi-aR segera)

Nah pertanyaannya, sebetulnya Superman yang nyamar jadi Clark Kent atau Clark Kent yang nyamar jadi Superman? Menurut saya seharusnya yang asli adalah Clark Kent karena Superman pasti menghabiskan waktunya sehari-hari sebagai Clark karena dia harus keliatan normal. Nggak mungkin kan Superman beli bakso pake baju merah birunya yang berkibar-kibar? Tapi dalam diri Clark adalah Superman. Demikian, dalam diri pengembara tetaplah ada kebebasan, meskipun dalam profesinya dia harus bersikap formal, harus menjaga penampilan ataupun harus kelihatan seperti orang waras yang normal. Tapi setidaknya, saya nggak paranoid.

Monday, August 16, 2010

Passion...Subjektif or Objektif


Ada teman saya yang bercerita kalau dia baru mendapatkan penilaian paling tidak objektif dari atasan dia. Performance kerja teman saya ini sebut saja namanya Bunga (mirip nama korban2 di koran lampu merah) dinilai C karena atasan dia bilang kalau dia kurang passion dalam mengerjakan pekerjaannya. Saya mencoba menganalisis masalah ini dan pada akhirnya biarlah pembaca yang memutuskan apakah nilai C itu pantas diberikan kepada Bunga.
  1. Apakah tolak ukur passion itu? Kalau kinerja baik atau tidak baik seorang pembuat batu bata bisa diukur dari berapa banyak batu bata yang dihasilkan dalam satu jam. Kinerja seorang agen asuransi bisa dilihat dari berapa banyak klien yang direkrut dalam sebulan. Namun apakah kinerja teman saya yang seorang staff pajak ini bisa dinilai dengan passion? Ketika teman saya berkata, "Passion kan tidak bisa diukur?". Atasannya menjawab bahwa passion memang tidak bisa diukur tapi bisa dilihat. Nah...berarti penilaian passion ini hanya dilihat dari luarnya saja. Padahal ada pepatah mengatakan "Jangan menilai buku dari sampulnya". Orang yang bekerja dengan passion tidak bisa dilihat cuma dari tampang dia. Bagaimana kalau orang itu memang wajahnya selalu tanpa ekspresi, apakah berarti dia tidak punya passion padahal dalam hati dia bekerja dengan sepenuh hati. Sialnya lagi kalau ada orang yang garis bibirnya melengkung ke bawah alias selalu cemberut dengan tidak disengaja, bisa2 bosnya selalu melihat dia mengerjakan pekerjaannya dengan tidak senang hati. Apakah dengan itu dia langsung dinilai buruk?
  2. Bunga ini dulu lulusan terbaik kedua di universitasnya dan saya sendiri kenal dia sejak kuliah jadi saya bisa memberikan opini apakah dia cuma pintar dalam teori atau praktek juga. Saya pernah sekantor dengan Bunga sebelumnya jadi saya tahu kalau Bunga bisa mempelajari pekerjaan dengan cepat dan bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Load pekerjaan di kantor lama bisa dibilang sangat banyak tapi Bunga bisa menyelesaikan dengan efektif alias tidak perlu lembur2. Di kantornya yang sekarang pun Bunga bisa mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Buktinya dengan load pekerjaan yang sama, Bunga sangat jarang lembur2. Sedangkan orang yang dulu memegang pekerjaan dia sudah lembur2 tapi masih saja pekerjaannya tidak selesai. Waktu atasannya ada yang maternity leave juga Bunga bisa menghandle pekerjaan dengan baik.
  3. Sebagai staff pajak ada beberapa objective yang dijadikan penilaian misalnya apakah lapor dan bayar pajak pernah terlambat atau tidak. Mengidentifikasi jurnal2 pajak tepat pada waktunya sebelum closing tiap bulan, dan lain2. Semua itu bisa dilakukan dengan baik oleh Bunga. Jadi untuk mendapatkan nilai C alias Meet Expectation sudah di tangan.
  4. Untuk mendapatkan nilai B (Exceed Expectation) berarti Bunga harus bisa mengerjakan sesuatu yang lebih dari job descriptionnya dan itu sudah dibuktikan dengan Bunga bisa menghandle pekerjaan dengan baik saat atasannya maternity. Selain itu Bunga juga sudah berinisiatif dengan menemukan cara lebih cepat untuk mengerjakan pekerjaannya yaitu dengan menggunakan rumus2 Excell yang lebih canggih. Apakah orang yang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik bisa dibilang kurang passion? Orang yang ga punya passion pasti boro2 pekerjaannya selesai, ga banyak salah saja sudah untung.
Dari 4 hal di atas seharusnya Bunga bisa mendapatkan nilai B. Hanya karena kurang passion saja dia hanya mendapatkan nilai C. Menurut saya ada beberapa kemungkinan kenapa Bunga mendapatkan nilai lebih rendah dari seharusnya:
  1. Atasan Bunga sangat subjektif. Mungkin Bunga kurang bisa mengambil hati atasannya. Teman saya pernah bilang kalau menjilat itu sangat penting dalam berkarir.
  2. Perusahaan memang sudah mentargetkan agar hampir semua karyawannya mendapatkan nilai C jadi ga perlu memberikan kenaikan gaji yang besar.
  3. Atasan Bunga takut tersaingi, siapa tahu dia aja nilainya C masa dia mau memberikan Bunga nilai B. Bisa2 Bunga dipromote melebihi dirinya.
  4. Bunga lagi sial aja karena mendapatkan atasan yang sentimen sama dia.
  5. Bunga seharusnya laki2 karena atasannya itu perempuan. Secara umum atasan perempuan lebih suka punya anak buah laki2 dan sebaliknya.
  6. Bunga seharusnya mencari pacar petinggi perusahaan pasti atasanya segan
  7. Bunga mendingan cari pekerjaan lain saja yang bisa memberikan penilaian lebih objektif.
  8. Seharusnya saya saja yang menjadi atasan Bunga, pasti Bunga saya beri nilai Outstanding.
  9. Bunga mendingan membuka perusahaan sendiri saja dengan passion
Jadi..apakah Bunga layak mendapatkan nilai C?

Friday, July 9, 2010

Status, penting banget yah?

"Jangan gitu ah, nanti dibilang apa sama tetangga,"

Saya lagi mikir, kok hebat banget ya pengaruh 'imej' dalam menentukan kelakuan kita sehari-hari. Bagi pengunjung blog saya, silakan duduk. Saya mau bersihin sarang laba2nya dulu. Heheh. Sudah lama sekali blog ini tidak saya sambangin (sampai lupa URLnya. Aih lebay).

Ceritanya tiga minggu yang lalu saya tabrakan naik motor, trus selama 9 hari saya idup menebeng ortu. Numpang makan, numpang bobo dan numpang dicuciin kolor, tanpa satupun kerjaan rumah tangga saya nyumbang bantu-bantu. Yah namanya juga korban KLL, saya dapat kartu bebas tugas. Yang saya lakukan cuman makan, tidur, nonton bola, garuk-garuk idung, minum susu (biar cepet sembuh) dan ngetik di keyboard pake tangan kiri (tangan kanan saya bengkak). Disamping kehidupan ala miliuner yang saya jalankan, saya juga jadi banyak ngobrol sama nyokap. Nyokap lagi mengeluh males banget datang ke kondangan keluarga yang nyinyir atau nonggo (silaturahmi/maen ke tetangga).

"Dulu selalu nanya, anaknya sudah pada lulus belom, sudah pada kerja belom. Sekarang nanya kapan mantu," Kata nyokap, mereka selalu tanya tentang hal-hal yang dirasa 'kurang' dari keluarga kami. Jadi meskipun kluarga saya termasuk cukup cool dengan pilihan anak-anaknya, mereka mendapat tekanan dari lingkungan (maklum idup di desa kelurahan).

Tekanan ini juga saya rasakan sewaktu habis PTT dulu. Status saya saat itu penganggguran penuh waktu profesional dan saya tinggal di rumah ortu. Semua orang sibuk bertanya dan menyarankan pekerjaan untuk saya. Semua! Bukan cuma dari tetangga dan kerabat, tapi juga sejawat. Sampe malu kalo ketemu mantan temen kuliah. Karna kalo ditanya, "Sekarang ngapain?/kerja apa sekolah? Spesialis apa?" jawaban saya selalu standar, "Nggak ngapa2in. Kecuali kalo ngelayap sambil nyuci2 piring diitung pekerjaan," Padahal, berhubung habis kerja setahun, saya mandiri secara finansial waktu itu.

Nah sekarang? Kalo ditanya dengan pertanyaan serupa, dengan PeDe saya bisa menjawab, "Lagi CPNS (Cewek Pengelana yang Nampaknya Sibuk kerja kantoran)," meskipun pada dasarnya saya 10 kali lipat lebih miskin daripada pas penggangguran penuh waktu jaman pasca PTT dulu. Tapi sekarang saya tidak punya tekanan sosial lagi. Pasalnya: status saya jelas! Bokap bahkan nggak ngeluh waktu masih ngirim uang bulanan kayak jaman saya kuliah dulu *ngaku kalo masih disubsidi* karena sang gaji belon kliatan batang idungnya apalagi wujud nyatanya (sekarang masih tak kasat mata).

Sekarang, seperti keluhan ibu saya, status yang belum jelas adalah bahwa saya belum menikah. (Belum, nggak boleh bilang tidak. Yang kedua kesannya kayak cewek yang pake baju pengantin tinggal di loteng dan sakit jiwa persis di novel Jane Eyre. Amit-amitabachan). Saya sendiri udah bosen banget mbahas topik yang satu ini. Cuman mau cerita bahwa beberapa hari yang lalu saya diliatin temen kuliah: tulisan saya waktu masih ABeGeh dulu. Isinya curhat tentang pacar yang nyebelin, dan beberapa bulan kemudian tentang cowok lain yang lagi deket dan senang karena diperhatikan 3 orang pria sekaligus sehabis putus. Alamak. Ini beneran dulu saya yang nulis??? Intinya, untung saya diberi pilihan untuk tidak menikah. Hubungan saya dulu sangat enggak banget dan kepribadian saya lebih jauh daripada jalan jongkok Terboyo-Mangkang dari orang yang dewasa. Kalau saya cuman menuruti tuntutan status, mungkin saja dari luar saya kelihatan baik (dan masuk akal) tapi saya tidak pernah berkembang menjadi diri sendiri dan belajar menjalin hubungan yang sehat. Teman yang kenal saya luar-dalam (jeroan, spare part dan onderdil2nya) mungkin mengerti mengapa kita memutuskan untuk tidak sekedar mencari status yang aman. Namun sayangnya, tekanan sosial selalu datang dari orang-orang yang justru tidak tahu-menahu tentang kita. Status yang tidak sesuai dengan apa yang dianggap baik, akan terus ditantang dan dipertanyakan. Oleh orang-orang yang tidak tahu sehingga agak percuma juga dijelaskan. *Bukan status facebook ya. Itu laen perkara*

Saya pernah ditanya atasan dengan nada kecewa, "Kok belum menikah sih?" karena PNS biasanya suka pindah gara2 ikut suami. Ada teman saya yang nggak ketrima beasiswa spesialisasi cuma karena belum menikah! (karena jadi tidak ada jaminan penerima beasiswa akan kembali ke daerah asal). Status, biarpun cuman label, ternyata sangat berpengaruh pada hajat hidup orang yang bisa buang hajat. Saya menyadari, apa yang dilihat orang masih segitu pentingnya dalam hidup, bahkan sampai mempengaruhi pilihan2 kita. Apakah memang kita bisa dikendalikan oleh apa yang diterima dan tidak dalam masyarakat? Bagaimana kalau mereka salah? Bagaimana kalau kita tahu yang lebih baik untuk kita sendiri dan memilih mengabaikan tuntutan status ini?

Tuesday, June 22, 2010

Rest In Peace..Papi


Setelah sekian lama ga nulis blog...sekalinya nulis malah tentang kabar menyedihkan. Sudah berbulan2 aku ga sempet nulis blog gara2 di kantor sibuk banget ada tax audit, tax reporting, external audit, dll. Selain itu aku juga lagi ikut kursus persiapan buat IELTS selama 5 minggu Senin-Jumat jam 5-7 sore. Jadi biasanya jam 5 aku cepet2 turun ke lantai 1 buat kursus (untungnya tempat kursus 1 gedung sama kantorku). Trus jam 7 selesai kursus aku balik lagi ke kantor buat kerja...kasian ya. Mau cuti aja susah banget...ditambah lagi ijazah S1 ku ternyata ilang..jadi aku harus pulang kampung buat ngurus2 ijazah. Ternyata ijazahku hilang ada hikmahnya juga..aku pulang kampung 2 minggu yang lalu sehingga masih sempat ketemu papi karena hari Sabtu kemarin tanggal 19 Juni 2010 papiku dipanggil Bapa di surga.

Aku menerima kabar itu waktu aku ke Tangerang bareng Petter. Kami berhenti di tempat cuci cetak foto di dekat rumah Petter ketika adikku Budi telp dan bilang, "Cik, cepet pulang...papi ga ada." Kata pertama yang keluar dari mulutku..."Papi meninggal masuk surga ga.....Tuhan...semoga papi masuk surga." Aku nangis senangis2nya dan menelpon mami apa yang terjadi.

Papi sudah lama menderita penyakit liver, darah tinggi dan gejala diabetes. Tapi sejak minum sarang semut Papua (sejenis tanaman obat), kondisinya membaik. Malahan dia masih bisa jualan mie ayam dan ayam goreng bareng mami. Sabtu pagi itu papi seperti biasa belanja ke pasar sendirian lalu langsung ke tempat jualan untuk memasak. Setelah selesai baru dia pulang menjemput mami. Kebetulan ada Lita adikku yang kuliah di Jogja sedang liburan semester jadi mami diantar Lita ke tempat jualan. Sampai di tempat jualan sekitar jam 8 pagi, sudah banyak polisi. Mami kira ada yang kemalingan. Ternyata waktu sampai di tempat jualan, polisi itu bilang ke mami untuk tabah. Papi sudah meninggal dunia di tempat jualan. Waktu ditemukan tetangga sesama penjual makanan, papi sudah tergeletak di lantai dapur. Kompor menyala dan bumbu yang direbus papi sudah gosong. Keran air menyala dan kulkas terbuka.

Papi dibawa ke rumah sakit dengan bantuan polisi yang minta bayaran 100rb. Mami dan Lita menyusul ke rumah sakit. Menurut dokter yang memvisum jenazah papi (biayanya 77rb), papi kena serangan jantung. Aku sendiri tidak percaya karena baru 2 hari yang lalu papi dan mami cek ke dokter dan dokter bilang k0ndisi papi baik2 saja. Papi juga ga pernah punya riwayat serangan jantung. Menurutku papi meninggal karena pembuluh darah di otak pecah. Karena jenazah papi tidak membiru. Wajahnya seperti orang sedang tidur. Hanya di daerah telinga menghitam. Aku teringat temanku yang dulu meninggal karena pembuluh darah jantung pecah, jenazahnya juga menghitam.

Aku bersama Petter, sepupuku Tere dan 2 adikku yang kerja di Jakarta (Budi dan Tika) hari itu juga langsung pesan tiket kereta ke Pekalongan. Kami dapat tiket paling cepat jam 4.45 sore. Sampai di Pekalongan jam setengah 11 malam kami langsung ke rumah duka. Tidak bisa digambarkan betapa sedihnya mami, aku dan adik2. Kepergian papi begitu mendadak. Padahal aku masih ada rencana yang belum terlaksana untuk menyenangkan papi. Aku belum beli rumah buat papi, belum memberi cucu buat papi dan belum mengajak papi jalan2 ke luar negeri. Aku menyesali kenapa sekarang belum bisa menghidupi papi mami sehingga mereka tidak perlu jualan lagi. Terlalu banyak kata mengapa.....dan seandainya...

Kemarin papi dikremasi dan hari ini abu papi ditabur di laut...supaya di mana pun anak2nya berada, selama ada laut kami masih bisa mendoakan papi. Begitu banyak keluarga dan teman2 yang memberi penghiburan buat aku. Salah satunya ada teman dekat papi yang berkata kalo papi sangat bangga sama aku...dia kasian sama aku yang harus membiayai kuliah adik2 dan papi yang berkata kalau dia sebenarnya tidak rela aku berencana untuk imigrasi ke negeri seberang demi kehidupan yang lebih baik. Tapi bagaimanapun papi tetap mendukung karena itu sudah keinginanku. Teman papi ini bercerita sambil berlinang air mata....aku sendiri jadi merasa tenang karena papi bangga pada anak2nya...dia sudah berhasil mendidik aku dan adik2 menjadi orang2 yang mandiri, rukun dan tidak menyusahkan orang tua.

Selamat jalan papi...aku percaya papi sudah tenang di surga di sisi Tuhan Yesus. Papi sudah lepas dari beban2 dunia dan sakit penyakit. Kiranya kami semua anak2mu bisa menjadi orang yang membanggakan buat papi dan bisa membahagiakan mami.

NB: Terima kasih buat keluarga dan teman2 yang sudah memberikan support dan bantuan bagi kami sekeluarga dalam menjalani hari2 yang berat ini. Terutama buat keluarga dan teman2 yang sudah membantu selama proses pemakaman.

Sunday, June 20, 2010

Life, get one!


Jujur, ngapain aja sih kegitan sehari-hari kita? Sebagai lajang semi pengangguran kurang kerjaan dengan doku pas-pasan dan pikiran yang demen kelayapan; hari-hari saya dimulai dengan bangun tidur, nguap, ngupil, garuk-garuk nggak jelas, mikir mo ngapain hari ini, liat jendela ujan apa kagak, ngucek2 (mata, bukan cucian), berusaha tidur lagi (mengamalkan pesan Mbah Surip), ngintip tetangga yang lagi nggosip sambil ngasih makan bebek peliharaannya, biasanya jadi inget sama piaraan sendiri trus jalan ke akuarium, mengucapkan slamat pagi sama ikan2 dan ngasih mereka makan, kalo nggak males nyiramin taneman pake aer bekas bocoran AC, trus critanya ngantor. Buka kompie, naroh tas trus kluar cari gorengan, habis itu buka internet dan ngeblog. Pas udah kelar (ngeblognya eh ngantornya ding), cari makan siang, pulang, tidur siang. Habis itu mantengin laptop, ngerefresh facebook tiap 2 detik. Kok nggak ada perubahan ya? Liat2 tweeter orang, barangkali ada bercandaan yang lucu. Temen saya dari Korea, tweet-nya gak bisa saya baca. Yang lainnya jargon, becandaan intern yang saya nggak ngerti juntrungannya. Mau ngikutin dari awal, loadingnya lama trus eror. Bosen nggak ada yang dikerjain di internet, saya pindah ke DVD bajakan. Blom separo diputer, sudah ngadat. Saya ditinggal dengan rasa penasaran yang cukup buat bikin hantu bergentayangan dan males segera masuk surga. Saya nge-SMS temen buat diajak makan bareng. Kalo berhasil, saya makan sambil ngerumpi. Kalo nggak, ya tetep ngerumpi juga ama tukang cuci piringnya. Kekenyangan setelah makan malem, saya akan ngesot ke kasur. Baca buku yang udah ada sejak taon kemaren dengan mata tiyip2 dan dalam waktu kurang dari 1 halaman (kayaknya 'halaman' bukan satuan waktu) saya udah ngorok tenang dan segala rutinitas di atas terulang lagi...

Betul sekali. Contoh di atas adalah hidup super nggak produktip dan beresiko terkena serangan kesambet penunggu pohon durian. Pikiran jadi nggak fokus, suka ngoceh mulai dari tumpahan minyak BP, reaksi Obama, vide porno, pengurangan subsidi listrik sampai babak penyisihan Piala Dunia (itu mah semua orang kali). Yang paling bikin frustasi adalah rasa bosan. Rasa ini membunuh segala antusiasme dan semangat juang (untuk lolos dari seleksi alam). Kayaknya kreatifitas dan rasa ingin tau kesumbat kaya tempat cucian piring yang ketumpahan sisa nasi kuah tengkleng. Atau selokan yang kepenuhan bekas bungkus deterjen dan sabun GIV dan supermi rasa baso sapi. Kalau sudah begini dan saya ngeluh, mulailah orang cuap-cuap supaya saya cepet nikah. Karena, itu adalah pekerjaan tetap seumur idup yang jam kerjanya 24/7 tanpa jaminan sosial dan dana pensiun. Dijamin nggak akan kurang kerjaan, katanya.

Salah saya. Saya dirancang untuk hidup nomaden, dengan segala perubahan dan irama yang nge-beat. Tapi sekarang saya malah memilih untuk jadi pegawai kantoran dengan rutinitas yang sama dari sekarang ampe minimal seratus taon ke depan (kecuali tangga sudah diganti dengan teleport) dan irama yang kroncong dengan ketukan 10/8. Tapi sungguh, ini bukan halangan buat mencari kobaran adrenalin dalam hidup.

Misalnya, rutinitas saya diubah dengan: bangun tidur, bangunkan semua temen kost-kostan dan mengorganisir yoga. Ganti tempat parkir kost-kostan dengan area meditasi, pasang air terjun lengkap dengan musik klasik India dan burung-burung camar yang beterbangan. Ubah motor Kymco saya jadi Harley, mau ke tempat kerja muter dulu ke Gunung Sindoro di Ungaran. Daki gunung dulu, kalo perlu tiap malem nginep di puncak-puncak yang berbeda. Sebagai ganti kompie saya di RS, pake iPad dan mulai mendownload pekerjaan dari Kepulauan Langkawi (katanya iPad itu waterproof dan gapapa kalopun kelelep di Samudera Pasifik). Kalo perlu konsultasi dengan bos, pake video konferensi yang disiarkan dari Gunung Semeru. Tidur siang? Usahakan tidur minimal kalo enggak di kapal pesiar yang mengarungi Samudera Atlantik ya di hammock salah satu pantai di Thailand. Jangan lupa ngupdate status di facebook. Tiap 2 menit, kalaupun tidak ada perubahan, kitalah yang membikin perubahan. Statusnya jadi, "Ditunggu pesawat jet untuk makan siang di Vanuatu," atau "Ketiduran. Sudah sampe dimana ini? Kenapa sejauh mata memandang banyak gunung es dan anjing laut?"atau"Ternyata saya masih hidup dari kedalaman 200 meter di bawah permukaan air laut. Kapal selam US Navy boleh juga," atau "Wow. Lap dancer. Cowok ato cewek ya?" atau "Ternyata rusa kutub tidak boleh ditunggangi. Dasar sinterklas tukang ngibul!"

Jangan lupa, untuk makan malam dan tidurnya kita juga harus pilih yang unik, misalnya, "Menu hari ini otak2 kepala kera. Tidur di hutan tropis pedalaman Kalimantan," atau "Menunya kok cuman seuprit foie grass. Masih laper kalo nggak pake nasi uduk. Dasar. Gimana sih Marriott Paris ini restonya!" atau "Gak bisa tidor. Meskipun udah makan cheese fondue dan berada di president suite Interlaken hotel, masih kepikiran buat skydiving besok,"

Sayangnya, kadang hidup nggak selalu seperti yang kita harapkan. Kadang terjal dan penuh rintangan (lebay). Dan pada akhirnya, yang kita perlu hanyalah membuat hidup ini indah, tiap menit berarti, tiap hari adalah hari yang baru dan baik. Dan membuat hidup kita berguna bagi orang lain. Jadi, daripada cuman ngebet cari jodoh dengan cara SMS garing atau ngarang cerita wagu tentang seseorang yang naksir dirinya (akibat sinetron, tetep!), kita bisa:
- menyalurkan hobi : entah menulis, teater, nyanyi, main musik, komputer, membaca, melukis, membuat kerajinan tangan, memasak, olah raga atau 1001 kegitan lain. Semuanya berguna, bagus dan luar biasa menyenangkan, jika kita memang menyukainya.
- mencari ketrampilan baru : belajar sesuatu yang baru yang juga kita nikmati.
- bekerja di gereja/panti/lembaga sosial : jadi relawan itu memenuhi kebutuhan rohani kita sendiri lho
- bikin proyek. Bisa untuk diri sendiri maupun untuk temen2 yang sepaham. Contoh : (kali ini beneran hehe) bikin film, mentasin drama untuk acara tertentu, ikut kursus dansa, masak-masak tiap hari Minggu buat orang-orang gak mampu, nulis artikel untuk majalah/koran, ngelukis mural, belajar skating atau ngerajut, bikin band, atau bercocok tanam dan piara macam-macam unggas, belalang, tokek dan ikan cupang.

Untuk topik serius lain yang nggak ada hubungannya, saya turut berduka cita atas meninggalnya papa Kristina. Kris, aku percaya papamu sudah memulai perjalanannya di tempat yang lebih baik. Tinggal kita yang masih meneruskan hidup, yang masih bisa membuat yang buruk menjadi baik.

“If the people we love are stolen from us, the way to have them live on is to never stop loving them. Buildings burn, people die, but real love is forever.” The Crow (1994)

Sunday, June 13, 2010

Banyak anak banyak rejeki. Hare gene??


Saya masih nggak bisa mengerti kenapa orang-orang pada berkembang biak cepet sekali seperti mencit balb/c. Bahkan lebih parah: bakteri (sepuluh pangkat lima per detik).

Populasi Indonesia sudah lebih dari 230 juta; konon juara ke empat sedunia (setelah Cina, India dan Amerika, yang gedenya jelas melebihi Indonesia). Lebihnya mungkin saja banyak karna tahu sendiri kalo sensus itu suka ada yang nggak keitung akibat KTPnya hanyut pas kebanjiran, ato lagi ngekost di kampung sebelah, ato lagi sibuk buruh nyangkul di sawah tetangga, ato lagi ngider trayek Pasuruan-Kalideres. Sebenernya saya nggak peduli sih soal kepadatan penduduk (malah sempet nyesel kenapa nggak juara pertama? haiyah) tapi saya peduli *banget* sama anak-anak di gang kampung tempat saya ngekost. Soalnya pas saya tidur siang, mereka suka teriak-teriak dan ributnya bukan maen...

Alkisah ada seorang mantan pembantu kost yang dulu waktu saya masih koass (magang di RS) enam tahun lalu keluar dari kerjaan karena menikah. Dia setahun lebih muda dari saya. Dia juga masih tinggal di gang yang sama. Suatu sore yang indah, ketika matahari sudah tidak terlalu menyengat, ketika tukang es serut dan buah dingin mulai digantikan sama tukang jual wedang ronde dan sate ayam (ketika kuhadapi kehidupan ini auwoo uwoo); saya ketemu dia. Dia menggendong anaknya, umurnya kira-kira setahun. Saya menyapa dan bilang, "Ini anaknya ya? Lucu sekali!," kata saya pura-pura tertarik. Soalnya saya masih curiga anak ini termasuk yang berisik di siang bolong.
"Iya ini anak saya yang ketiga. Itu yang pertama, sudah SD. Yang kedua, lagi main sepeda di sana,"

Saya takjub binti ternganga bonus bengong. Pantesan gang saya sudah kayak taman kanak-kanak yang semua muridnya turun kampung gara-gara diDO dan gantinya disuruh main kecebong. Sebenernya mereka cuman produk lokal, alias sumbangan dari masing-masing rumah di kampung. Ada lagi tukang jual pecel di pojok gang yang tinggal di rumah pak RT. Pas saya lagi jajan pecel (pecel=snek. Makan besarnya apa lagi coba?) mereka pada berlarian, kayaknya sepuluh orang, nyaris seumuran, dari rumah yang sama.

"Anak-anak siapa saja itu Bu? Lagi pada main sama anak tetangga ya?" tanya saya pada bu tukang pecel.

"Oh bukan. Itu anak adek saya yang pertama, lalu kakak ipar saya yang tua, adek sepupu saya dan cucu bude saya,"

"Semua tinggal di rumah?"

"Iya. Kan suaminya semua tentara," Aduh emak. Saya sih nggak bakal mau ngekost di sebelah rumah pak RT itu!


Saya sih nggak nyalahin orang punya anak. Cuman apa ya mereka nggak mikir gimana nyekolahin anak-anak itu sampai setinggi-tingginya? Ngasih mereka ruang pribadi yang layak, rumah dengan halaman rumput tempat mereka bermain, mendengarkan dan memperhatikan perkembangan pribadi mereka satu-persatu dan memberi mereka ketrampilan praktis, pengetahuan budaya dan seni? Atau memberi modal ketika mereka berusaha mandiri? Atau mbeliin mereka jaguar satu-satu ;p? Kalau dalam 6 tahun tiga anak lahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, apa iya kualitas hidup anak-anak ini akan melebihi orang tuanya? Lebih dari sekedar kebutuhan finansial, anak juga butuh didukung dalam pertumbuhannya. Kalau orang tua sendiri masih terlalu muda dan harus bekerja Senin sampai Sabtu pagi sampai sore (kadang malam), apakah anak akan ada yang mendampingi selama dalam masa pertumbuhan terbesarnya (golden age 0-2 tahun)? Yang saya tidak setuju adalah pendapat bahwa bikin anak kayak kejar setoran, demi 'investasi masa depan'. Biar ada yang ngerawat, biar pas kita tua anak-anak masih muda dan produktif. Gimana dengan kesiapan mental sebagai orang tua? Kalau ada yang masih percaya bahwa 'anak adalah titipan Tuhan' harusnya sadar kalau mengasuh anak butuh kesiapan, baik mental maupun finansial. Dan ya jangan banyak-banyak. Karena nggak bakalan sanggup kita memberi maksimal kalo yang pertama baru putus menyusu adeknya sudah ngantri di belakang. Semua teman saya yang nikah (kecuali Kristina yang emang unik dan berbeza) langsung tancap gas bereproduksi. Tentu saja ini hal yang baik, hanya saya berpikir nikah itu bukan untuk punya anak. Tampaknya kata-kata di kitab kejadian, "Beranak cuculah dan penuhilah bumi..." masih dihayati terlalu mendalam meskipun itu perintah jaman Adam dan Hawa.

Jaman sekarang ini, punya banyak anak jelas beban dan stressor. Pengeluaran rumah tangga meningkat, waktu luang untuk diri orang tua sendiri berkurang, beban pekerjaan bertambah karena harus menafkahi satu orang lagi. Apalagi taraf dasar listrik bakal naik bulan Juli nanti dan kita kan butuh listrik buat nonton final World Cup*joko sembung jaya*. Terlebih pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesempatan/lapangan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk (ya iyalah. Mana ada yang pertumbuhan ekonominya sepuluh pangkat lima per detik?). Ayolah, pikir. Lebih baik meningkatkan kualitas hidup dulu, serta tidak menciptakan anak tapi tidak sanggup membuat taraf hidupnya lebih baik dari kita sendiri. Atau, kayak saran temen saya: lebih baik tuh TV, PS2, internet dan Inul Vizta digalakkan masup kampung. Biar hiburannya bukan cuman bikin anak. Atau pembagian kondom gratis kaya di Papua. Intinya sih jangan dengerin orang yang selalu tanya kapan punya anak sama yang baru nikah. Nikah itu untuk kebahagiaan, bukan untuk berkembang biak. Jangan mengorbankan hidup cuman buat bikin perusahaan popok senang.

Sejujurnya, apa iya saya sebegitunya prihatin dengan kepadatan penduduk Indonesia, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan keluarga? Nggak juga sih, saya cuman pingin tuh anak-anak tetangga pindah main di kampung sebelah aja. Soalnya saya butuh tidur siang...

Saturday, June 12, 2010

Cowok-cowok, tolong jangan nonton sinetron plis deh ah!

Sebenernya ini tuduhan semata. Tapi tuduhan saya nyata! *namanya juga niat nuduh, harus hakul yakin dan penuh syak wasangka lah ya, masa setengah hati?* Bahwa sesungguhnya cowok-cowok yang PeDeKaTe dengan cara yang najong binti garing plus jayus nggilani ini pasti kebanyakan nonton sinetron Indonesia (sambil nemenin pembokatnya yang kasian kan kalo nonton sendirian. Gak ada yang diajak ngegosip ato nangkepin nyamuk gitu).

Dulu saya pernah nulis kalau saya mendukung sinetron Indonesia di postingan bulan Februari. Tapi maksud saya ini untuk hiburan para PRT dan tukang nungguin warung nasi kucing dan perawat klinik 24 jam yang belom jago tweeter-an. Bukan untuk para cowok, perhatian ya catet! Menurut saya (dan banyak teman-teman cowok saya yang kayaknya masih waras terakhir kali saya cek orientasinya) cowok-cowok di sinetron itu bertingkah sama sekali nggak wajar dan nggak alami ala cowok beneran alias lebay karena mereka bereaksi seperti skenario yang dikehendaki para wanita (sebagai konsumen). OK. Kata-kata saya berbelit. Intinya, kelakuan cowok-cowok di sinetron itu enggak banget. Di dunia nyata, kalo mereka bertingkah sedikit aja kayak gitu, mereka bakalan kliatan lebih banci daripada bencong kampung kali yang leher dan dadanya sama-sama nonjol.

Kenapa tiba-tiba saya begitu semangat mempromosikan anti sinetron buat cowok? Bukan, saya nggak pernah bilang lho cowok yang nonton sinetron lebih rentan terhadap kanker payudara (meskipun saya sempet curiga juga saking bancinya itu adegan sinetron). Sebabnya adalah, jreng2334567x....ada orang yang sempet-sempetnya godain lewat SMS dengan pesan yang wagu cum ndesit bin cemen, "Dokter ria, lagi sibuk ya di rumah sakit? Sudah makan belom?" (Tadinya saya kira mahasiswa. Hampir saja ada anak orang tak berdosa nyaris saya bantai karena SMS gak sopan. Untung saya cek ulang pengirimnya dan akhirnya ketauan)

Trus seperti biasa yang terjadi kalo SMS macam begini kita kacangin, akan masuk SMS lain yang bunyinya, "Kok gak dibales sih? Sudah tidur ya?" (adegan ini sudah dapat dipastikan kaya film Unyil jaman dulu, kita yakin banget akan ditutup dengan si Unyil dadah2 sambil bilang, "Sampai jumpa kembali teman2. Merdeka!" Ada hubungannya gak ya pembicaraan ini?). Saya sumprit heran banget darimana metode macam begini didapatkan. Kalau ada orang yang susah mbedain saya dengan Asmirandah, dipastikan kacamatanya harus diganti pake yang setebel bibirnya Angelina Jolie. Ato setebel mukanya tuh orang yang kirim SMS. Kalo nggodain pake SMS begituan minimal saran saya cari korbannya anak2 SMP. Mungkin mereka juga demen nonton sinetron sambil ngerjain Pe-eR. Nah saya? Temen-temen saya sudah pada beranak antara satu sampai tiga, antara beberapa bulan sampai 6 tahun umurnya. SMS-an begitu bagi saya sama ketinggalan jamannya kayak nonton google five ato He-man. Lagian, dimana miripnya saya sama tokoh sinetron yang masih bau kencur, doyan mewek-mewek dan gak ada topik lain selain cinta dan prahara romantika asmara Rhoma Irama oh dangdutnya? Tolong, mending kasih saya galon aqua buat diangkat lewat tangga ke lantai atas! Cowok macam beginilah yang bikin saya jadi punya hasrat untuk kencing berdiri.

Anehnya, setelah si pengSMS ngaku namanya (yang jujur saya lupa orangnya) saya cuman ingat bahwa orang ini sama sekali tidak mengajak ngobrol waktu kita ketemu, makanya saya nggak inget orangnya. Jadi ceritanya sebulanan lalu saya sempat pergi dengan segerombolan temen baru ke daerah perkebunan teh Boja naik motor. Saya agak terbiasa ketemu teman-teman baru dan orang-orang asing kalo bepergian sendiri, jadi saya lumayan terlatih untuk mudah berteman. Menurut saya, sudah seharusnya kita bersikap ramah dan terbuka terhadap teman baru yang masuk ke grup kita supaya orang baru ini merasa diterima dan tidak lagi jadi orang asing (percayalah, hal ini yang pertama kita pelajari kalau kita hobi bepergian sendiri). Tapi, kita tidak eSKaeSDe atau tepe2 karena tujuan kita murni berteman sebanyak-banyaknya dengan segala jenis orang dari semua latar belakang, suku dan kebangsaannya. Bagi saya, mengenal orang-orang yang berbeda sama menariknya seperti perjalanan itu sendiri. Jadi, saya berusaha bicara sama semua teman baru yang saya temui hari itu.

Tapi sebaliknya cowok-cowok pecinta sinetron Indonesia (CCPSI, bukan PSSI) ini justru bertingkah sok cool waktu ketemu (makasih banget, saya jadi canggung, canggung yang dalam waktu jalan rame-rame) sampai boro2 saya inget namanya. Trus habis itu dengan alasan jempol cantengan ato ketek kudisan cari nomer HP saya dan mulai tulis SMS garing kalo perlu ditambah heha-hehe yang najong biar nggak kliatan serius. Trus ngotot minta dibales. Bagos! Semua pake XL.

Sedikit saran nggak berguna bagi CCPSI. Daripada nonton sinetron, mending lakuin hal-hal berikut ini (dijamin lebih menarik bagi wanita. Mereka bakal antri kaya antrean BBM sehari sebelom harganya naek):
- bantuin pembokat nggak cuma dengan nemenin beliaw nonton sinetron. Bisa kok dengan cara laen misalnya bantuin jemur kolor-kolor basah, ngepel kamar mandi pake cairan anti kuman, ato nyuciin wajan dan panci dengan sabun lemon anti minyak.
- waktu sejam dua jam daripada nongkrongin Asmirandah berurai airmatah mending blajar ngeband. Anjrit, cowok band itu terbukti atraktip banget buat cewek. Kalo nggak, mana mungkin Ariel bisa koleksi sampe 32?
- blajar bikin frozen yogurt atau bumbu sate madura atau masak capcay. Selain bisa jadi modal kalo sewaktu-waktu buka cafe tegal, cowok2 yang pinter masak ini sangat terlihat mempesona. Contohnya si Jamie Oliver koki asal Inggris. Lagian orang Prancis bilang cinta itu dari perut naik ke hati, 'l'amour vient de l'estomac,' nah selalu dengar apa kata pakar Playboy!
- jadi cowok jangan biasa-biasa aja. Pokoknya yang kliatan keren dan ruar biasa, pasti cewek pada nempel smua kaya prangko pas lagi datang bulan (apaan coba?). Misalnya dengan berlatih menerbangkan pesawat baling-baling menyebrangi samudra atlantik atau melintasi Siberia pake motor Harley, atau jadi politikus di negara konflik macam Che Guvara, jadi penyelamat ikan paus yang terdampar di sungai Thames atau jadi jurnalis independen di Korea Utara, jadi dokter lintas batas di jalur Gaza atau di kamp di Afganistan, lebih bagus lagi kalo menguasai bahasa suku-suku terasing di hutan Amazon atau minimal berhasil menemukan obat kanker.
- kalo berusaha kliatan cool ya harus tetep cool sampai maut memisahkan kita. Artinya, kalo mau ndiemin orang baru ya harus serius abis jangan pernah sekali-sekali SMS walo sampai kiamat nanti. Itu bukti bahwa orang ini benar-benar cool sampe membeku kaya freezer kulkas yang nggak pernah dibersihin karena pembokatnya sibuk nonton sinetron.
Atau saran terakhir,
- nonton bola atao main playstation gih biar minimal kliatan sedikit kaya cowok normal. *sigh*

Monday, May 31, 2010

Ngupdate Blog daripada Nggak Diupdate Sama Sekali

OK. Nih blog sepinya udah ngalahin kuburan di malem jumat kliwon ketujuh bulan suro. Ya iyalah, kalo kuburan malem jumat malah rame. Ada yang main poker, jual gasing, topeng monyet dan nanggap wayang golek.

Cerita singkat tentang apa yang terjadi pada saya dua minggu belakangan ini. Astaga, benar cuma dua minggu! (tapi rasanya seperti lama sekali). Itu sangat sebentar, kalo hidup seumpama cuman 'numpang minum' maka 14 hari itu bahkan lebih nggak berarti daripada 'numpang kentut'.

Kata temen sekost saya, meskipun cuman beberapa hari menyepi dari rutinitas (artinya: enggak facebook-an atau twitter-an), ketika kembali bisa jadi harus menyesuaikan diri lagi. Ya jelas, apalagi kalau masuk-masuk langsung ujian DELF, kejar setoran buat pekerjaan yang mau tutup buku, jadwal ngajar yang ditambah dan deadline yang semakin deket. Males njelasin tentang kerjaan saya di sini (nanti Kristina bisa muntah jengkol), tapi intinya kerjaan saya itu kayaknya nggak ada bedanya kalau dikerjain tiap hari, tapi begitu ditinggal liburan langsung numpuk. Pokoknya sama seperti rutinitas lainnya, kalau dijalanin rasanya tiap hari sama saja tapi begitu kita nengok ke belakang semuanya sudah berubah. Hidup. Begitulah. Intinya mo ngomong apa sih saya? Oya, dua minggu ini saya merambahi Jawa Timur pake kereta api, bus omprengan, mikrolet dan angkot sama temen saya dari tanah sebrang.

Seperti sudah saya ceritakan sebelum-sebelumnya, saya mengidap penyakit kaki gatel-gatel. Hidup menetap bagi saya lebih berat daripada harus pura-pura gak liat waktu Jake Gyllenhaal lewat depan alfamart *ngayal*. Jadi pas sohib saya dari London bilang mau liburan di Indonesia saya dengan semangat Gus Dur dan Bung Tomo sekaligus langsung tanpa malu-malu kerbau menandai peta dan mengepak tas ransel. Sebetulnya, saya pingin banget kopi darat dengan teman blogger saya Jessie Monika. Namun akibat perencanaan yang payah, spontanitas yang kelewat tinggi, waktu yang terbatas dan jam terbang yang lebih singkat daripada main gaple, saya pun cuman numpang pipis di terminal Surabaya (tidak yakin ini sudah masuk kawasan kota Surabaya). Jadilah, Ria tak mampir di Surabaya *halah, sok dramatis*.

Singkatnya, perjalanan saya dan sohib dimulai dari Semarang ke Jombang naik kereta, lalu dilanjutkan naik bis omprengan Puspa Indah ke Malang lewat Batu. Perjalanan dari Jombang ke Malang ini bagus banget, apalagi kalo naiknya bis pagi-pagi (soalnya keretanya malem). Pemandangan di sekitar bus sangat hijau, banyak sungai dan bukit-bukit, terutama di daerah Batu. Kita berhenti di jalan menuju puncak Panderman (bener gak sih namanya) pokoknya puncak tertinggi yang bisa ngeliat Malang dari atas. Kami cuman sampai separuh jalan trus duduk-duduk sambil ngupil. Mau nyampe atas takut keujanan (krupuk banget nggak sih) dan pas turun bareng sama mahasiswa pencinta alam yang udah naik malam sebelumnya untuk lihat matahari terbit pagi harinya dari puncak Panderman. Kita jadi malu-malu onta. Kita ngerasa jadi 'pendaki gunung jadi-jadian' alias nggak bener-bener naik gunung cuman makan es krim di pinggir jalan sambil nepukin nyamuk. Tapi kita kan selalu bisa bilang bahwa kita mendaki puncak Panderman!

Mahasiswa pencinta alam ini akhirnya kenalan sama kami dan bahkan mbantuin kami cari penginapan murah di Malang yang audubilah penuh banget hari itu gara-gara ada festival Malang tempo dulu. Festival ini lumayan menarik karena banyak makanan enak. Sayangnya kami kecapean gara-gara semalaman tidur di kereta dan seharian jalan ke puncak Panderman. Alhasil kami batal dateng ke festival malam harinya sama anak-anak pecinta alam. Sebagai gantinya kami tidur jam 8 teng-teng kayak anak SD kelas tiga.

Pagi harinya kami siap-siap cabut dari Malang untuk ke Probolinggo. Berkat pengalaman nggak dapet penginapan di Malang, temen saya yang separo Jerman jadi kumat jiwa terorganisirnya dan ngotot booking hotel dulu di Bromo (padahal nggak tahu gimana caranya nyampe ke sana!). Kami ke info turis di alun-alun Malang dan nelpon hotel yang dijawab dengan, "Dateng aja Mbak. Kamarnya banyak banget yang kosong. Kalo mau bawa temen seRT pun masih muat kok. Asal jangan lupa lurahnya suruh bayar DP soundsistem *dikira mau hajatan sunat*" Sialnya, bus omprengan berikutnya yang bawa kita ke Probolinggo lebih pelan daripada reaksi pemerintah mengatasi lumpur lapindo. Kita pun tiba di Probolinggo menjelang magrib. Nah mikrolet yang ngangkut kita ke Cemoro Lawang sudah jarang banget, mintanya carteran. Ada 3 pasangan beruntung yang tertahan nggak bisa naik ke Bromo karena dipalak tukang mikrolet. Pertama, pasangan orang Kanada. Kedua, pasangan orang Jepara. Dan ketiga, jreng2345x, saya dan sohib saya. Herannya, dua pasangan ini tidak saling komunikasi meskipun keduanya lagi diporotin abis sama supir mikrolet. Begitu kami datang, pasangan Kanada bicara sama saya dan teman saya Seb, berhubung kami ngobrolnya pake bahasa utara. Dan mereka minta saya bicara sama pasangan dari Jepara ini, yang sudah nunggu setengah jam buat diangkut ke Cemoro Lawang. Dari tadi kek, kenapa nggak saling bicara? Kami cukup beruntung karena biaya tidak terlalu parah sebab dibagi berenam dan bagusnya, kami justru jadi tim yang kompak! Kami sewa jeep sama-sama dan kami jadi teman segrup yang lumayan nyambung pembicaraannya (kalo nggak nyambung yang yang penting mangut-mangut sambil ketawa. Inilah sopan-santun ala Indonesia). Dua teman dari Kanada ini salah satunya adalah researcher dari Harvard dan dia bilang saya boleh menghubungi dia kapan saja kalo butuh informasi tentang penelitian malaria. Yipi! Siapa bilang jalan2 itu nggak ada gunanya? *ngarep banged*

Dari Bromo, kami berencana ke Ijen. Sudah ditawari paket seharga dua ratus ribu rupiah (harga lokal karna saya kan pinter nawar, ihik) tapi kami sebagai backpacker pede memilih jalan sendiri pake bus omprengan dan ternyata bus kali ini lebih pelan lagi dari bus Malang-Probolinggo. Alamak! Waktu tiba di Bondowoso, hari suda malam dan kami lagi-lagi sudah kecapaian. Begitu tanya di resepsionis gimana cara ke Ijen, kami dikasih tahu harga mati: dua ratus ribu PP! Kami langsung manyun. Tahu begini kita sambar saja tawaran dari Bromo waktu itu. Kami sampe sibuk tawar-menawar dengan tukang ojek buat bawa kita ke Ijen, tapi nggak berhasil. Serombongan turis Perancis yang tinggal di hotel yang sama dengan kami bahkan batal ke Ijen dan langsung jalan ke Bali. Tapi kami tidak menyerah. Pagi-pagi kami jalan ke terminal bis buat naik mikrolet ke Ijen. Dipalak 200 ribu untuk dua orang tapi saya pikir kami tidak punya waktu lagi untuk tawar menawar jadi asal si supir mikrolet langsung berangkat, saya setuju bayar 200 ribu. Si supir juga setuju. Tapi apa daya namanya juga supir mikrolet, bukannya langsung cabut malah ke bengkel dulu, isi bensin dulu, ngobyek dulu cari penumpang di pasar, naikin tahu dulu 5 ember, brenti di tukang daging dulu buat ngambil ayam, dsb. Temen saya yang kalo bilang "langsung" artinya adalah "on the dot" sempet setres karena ulah supir mikrolet. Tapi begitu sampai di desa Kalisat-Jampit (jalan arah Banyuwangi) dengan kebun kopinya, jalan yang dingin dan banyak bunga, berkelok-kelok dan berkabut, mood kami berdua membaik. Kami tidak tahu bagaimana nanti turun gunungnya, tapi kami betul-betul menikmati berjalan 3 kilometeran ke kawah Ijen. Selama berjalan kami berpapasan dengan orang yang membawa belerang.

Puncak Ijen sangat indah. Bau belerang yang menyengat pun tidak mengurangi keindahan kawah turkois yang konon besarnya 36 juta meter kubik ini. Teman saya Seb yang hobi mendaki tepian kawah gunung berapi (karena seumur2 dia belum pernah lihat gunung berapi, kacian deh) meminta saya buat ikut mengelilingi seluruh kawah tapi karena kita naik sudah agak sore hari makanya permintaan ini tidak masuk akal lagi-lagi karna kita takut keujanan (krupuk mode on). Jadi kita turun gunung setelah beberapa kali melempar batu dari tepian tebing dan mendengarkan gemanya dipantulkan dari dinding-dinding kawah, tiap batu empat kali gema!

Dalam perjalanan turun, kami beruntung ketemu 3 orang volcanologist dari Belgium. Kami numpang sampai ke hotel Arabica di kawasan perkebunan kopi Kalisat. Tiga orang ini banyak menerangkan pada kami tentang kawah Ijen, di samping banyak bercanda tentang Indonesia. Saya suka sekali selera humor mereka! Esok paginya adalah hari yang paling menyebalkan: hari pulang balik ke Semarang karena hari berikutnya saya sudah booking paket tur ke Karimun Jawa bersama 5 orang teman saya yang lain. Akibat tidak tahu jadwal kereta dan juga perencanaan yang amburadul, kami dengan sukses ketinggalan kereta dan terpaksa naik bus berturut-turut, terakhir bus malam dari Surabaya-Semarang yang sangat menyakitkan karena saya kecapean dan sudah muak sama bis malam. Jadi, waktu saya di Surabaya saya sudah betul-betul teler dan kelelahan, mana calo bis malam itu tidak punya belas kasian dalam memalak. Saya tidak betul2 dipalak, tapi apalah bedanya kalau perjalanan sesudah itu saya sudah setengah sadar karena sakit kepala, mual, dan badan pegel-pegel semua. Untung Seb lumayan baik pas saya sakit. Biasanya dia cerewet tanya jam berapa bis berangkat dan berapa kilo meter jarak Surabaya Semarang. Biasa, cara pikir ala Barat yang selalu menjabarkan keadaan dengan nama dan angka. Kalo saya bilang, "Saya nggak pernah mikir berapa kilo jarak antar kota di Indonesia," Seb malah bilang, "Apa kamu berpikir dalam mile?" Gubrak.

Tiga hari sesudahnya adalah perjalanan ke Karimun Jawa. Bagus banget kan? Setelah teler dari Jawa Timur saya langsung on board 6 jam di feri dan snorkeling di Tanjung Gelam. Heran kenapa saya masih hidup sekarang bahkan ujian kemarin Senin. Intinya, saya kerja dengan kesadaran somnolen (agak tidak berorientasi baik) dan sempat pulang awal beberapa hari di depan. Tapi saya bahagia bisa bepergian. Seperti yang saya bilang sebelumnya, hidup menetap sebagai pegawai kantoran bagi saya lebih susah daripada nahan kentut di saat lagi diare.

Sekarang saya berpikir untuk balas dendam mengunjungi Seb di Vietnam (jangan kuatir, akan saya tanya jarak semua kota dari Hanoi sampai Saigon, dalam kilometer dan mile sekaligus!)

Wednesday, May 19, 2010

Buat Kristina


Balada Pegawai Kantoran

Balada pegawai kantoran
Yang idupnya sungguh pas-pasan
Kalo sudah akhir bulan
Utangnya mulai bertebaran
Dari burjo, warung tegal, penyet, pecel, sate sampai soto Lamongan
Semua tak luput jadi sasaran
Tiap hari tempat makannya ganti-gantian
Biar bokeknya nggak keliatan

Kalo ada teman sekantor yang ultahnya ketauan
Wah kebetulan!
Kesempatan buat minta traktiran
Kalo si ultah ke kantor bawa makanan
Doski tak segan maju duluan
Kalo perlu bungkus bawa pulang sekalian
Walo si ultah gak ikhlas dan berdoa moga doski keselek biji durian
Itu pun bukan halangan
Apapun ditempuh asal makan gratisan

Balada pegawai kantoran
Yang gajinya sungguh pas-pasan
Bekerja demi sesuap nasi dan segenggam berlian
Tiap hari pergi ke kantor jarang sisiran
Karna bangunnya kesiangan
Soalnya tiap malem dibela-belain kerja sambilan
Bukan, bukannya jadi banci di pengkolan!
Biarpun selalu kere kronis dengan siklus bulanan,
Doski cuma mau kerjaan yang halalan tayiban
Jadi nyambi kerja di percetakan koran
Biar pagi-pagi korannya langsung bisa dibaca Oom bisnisman sambil sarapan
Sementara doski sendiri kelabakan
Udah tidurnya mepet masih harus naik omprengan
Disambung lagi di busway ngantre dan gelantungan
Sambil ditingkahi aroma ketek yang beterbangan
Biar situasi nggak kondusip gitu kok ya masih bisa ketiduran di jalan!

Demi menabung untuk masa depan
Doski ati-ati banget dalam memilih makanan
Kolesterol, jeroan, gorengan, bakaran, jemuran bukanlah pantangan
Yang penting harga masih dalam jangkaoan
Doski tidak malu dibilang penggemar kuliner murahan
Oh balada pegawai kantoran
Pesen indomi rebus gak pake mendoan
Minumnya apaan? tanya penjual berusaha sopan
Ng...udah ada kuahnya kan? tolak Doski dengan senyuman
Doski bisa menghemat paling nggak lima puluh ribu rupiah per bulan
Hanya dengan menolak godaan pesen air es tiap kali makan
Sungguh sikap ngirit bin ekonomis yang bisa jadi suri tauladan
Tapi bagi yang kencing batu sungguh tidak disarankan

Oh Balada pegawai kantoran
Yang hiburannya cuma nonton DVD serial korea bajakan
Tempat tinggalnya kontrakan ato kost-kostan di gang pinggiran
Yang penting masa depan penuh harapan
Kalo doski nanti sudah sekaya Maikel Jordan (mau nulis Oprah Winfrey ato Bill Gates ato Suharto tapi kok gak berima ya?)
Doski bakal jalan-jalan ke negri jiran ato ke Skotland
Melihat kambing gunung yang sudah lama jadi impian
Moga-moga kesampaian sebelum doski ubanan

Kalo pingin beliin temen buku tapi belom ada anggaran
Doski ikut lomba puisi guyonan
Kesannya keren bukan kepalang, tapi sebenernya emang ngebet beneran
Lagian apa yang lebih indah daripada kado kemenangan?
Apalagi ini juga termasuk pengiritan
Nggak pake prangko tinggal posting di blog sudah ikutan
Sekarang tinggal Mbak Fanny dan Mbak Fanda yang menentukan
Apakah kita boleh nyabet buku 5 cm yang diidam-idamkan
Kalo nggak dapet ya 10 cm atau 50 km juga lumayan
Kata Kristina tambah panjang biasanya tambah mengagumkan
Apalagi gratisan Kristina gak bakalan sungkan-sungkan
Bukan cuman nama-alamat, minta nomer HP tante kostan aja pasti diberikan
Bonus lagi nomer NPWP kalo diperlukan
Namanya juga usaha memang perlu habis-habisan
Cukup sekian
Semoga pembaca nggak ketiduran
Apalagi sampe ilernya belepotan
Karna besok masih harus kerja kantoran *jangan lupa bedakan*

Oh balada pegawai kantoran....

Friday, May 14, 2010

Susahnya Nulis Rekomendasi untuk Diri Sendiri


Mungkin semua juga sudah tahu kalau kita butuh rekomendasi dari atasan/dosen/mantan bos kita yang biasanya profesor atau dokter spesialis konsultan yang sibuk banget itu artinya kita harus nulis sendiri dan mereka tinggal tanda tangan. Apalagi kalo harus ditulis bukan dalam bahasa Indonesia. Cuman segelintir yang mau repot-repot memberikan referensi menurut pendapat mereka sendiri, itu pun harus menunggu lama karna tidak enak mau nyepet-nyepet. Saya lebih suka rekomendasi saya tergantung pada diri saya sendiri, dengan begitu saya tinggal berburu tanda tangan kalo pingin cepet-cepet rampung. Masalahnya, apa yang saya tulis di situ?

Saya suka menulis. OK, saya jarang mengupdate blog tapi saya tetep sukak nulis (maksa). Karena kesukaan saya itu, saya tidak mau bikin rekomendasi yang sama persis (alias copas) meskipun mungkin rekomendasi yang saya bikin itu sebenernya buat orang lain dan apa salahnya hemat tenaga ganti nama saya sendiri? Toh doski (mengacu pada Ibu-ibu dan Bapak-bapak Pi Ej Di dan eS Pe Ka) -PhD dan Spesialis Konsultan- juga nggak akan terlalu rewel mengedit. Bukan masalah bahasanya. Tapi isinya. Misal : kok dia dibilang very brilliant, intelligent and hardworking? Wong nilainya biasa-biasa aja, tidak cumlaude bedinde onde-onde. Rekomendasi memang harus nulis yang positip, tapi bukan ngecap. Kalo terlalu jujur juga nanti dikira rapot, bukan rekomendasi. Masa iya saya nulis: "anak ini suka nulis/baca blog di tengah kesibukannya, pertanda bahwa dia jago multitasking"?

Nah inilah susahnya: kalau yang nulis saya sendiri, seberapa bagus saya ingin kedengarannya tanpa kelihatan jualan obat kuat? Biasanya saya cukup lancar waktu memulai dengan, "Saya memberikan rekomendasi kepada..." atau "Saya mendukung..." tapi setelah itu otak saya kosong melompong. Susah rasanya untuk bicara yang positip tentang diri saya sendiri menurut pendapat orang lain. Kalaupun saya tahu bos saya puas pada pekerjaan saya, saya nggak sampai hati menuliskan kalimat-kalimat yang persis sama seperti yang saya pikirkan tentang bos saya. Rasanya tabu. Kesannya dangdut gitu (iya, kerjaan juga bisa dangdut, bukan cuma surat cinta). Tapi saya juga sadar ini karna mental saya yang njawani. Dari kecil saya dididik untuk tidak memuji diri sendiri. Rasa bangga pada diri sendiri harus ditutupi. Seperti lagu Dhandang Gulo "Dedalane, guno lawan sekti, kudu andhap asor,"

Andhap asor artinya merendahkan diri. Bukan untuk dipandang rendah, tapi untuk lawan sekti, yaitu melawan orang yang pongah. Intinya sih orang yang rendah hati itu lebih dihargai. Jadi kalau saya mulai memuji diri sendiri, ibu saya selalu bilang, "Bebeke nyilem, deweke dialem," (bebeknya menyelam, diri sendiri kok dipuji). Ini kalo nggak salah sejenis pantun, jadi jangan tanya kenapa bebek, bukan onta. Ibu saya tidak pernah memuji saya, terutama kalau dihadapan orang lain. Jadi kalo ada anak tetangga yang dapat nilai bagus, pasti ibu saya bilang, "Pinter sekali anaknya!" dan tidak pernah bilang, "Itu anak saya juga nilainya bagus lho," . Malahan kalau ditanya selalu njawabnya, "Kalo anak saya biasa saja kok," dan saya yang waktu itu masih polos kaya cah kangkung tidak mengerti kenapa ibu saya susah dibikin senang. Tapi sekarang saya tahu kalo ibu saya cuman berusaha andhap asor. Setelah saya dewasa, baru saya mengerti kalo omongan ibu saya itu bukan patokan, lebih baik liat cuping hidungnya. Kalau bangga, cuping hidung ibu tetap kembang-kempis walopun dia berkata hakul yakin, "Ah, dia biasa saja..." =)

Tapi tetap tak bisa dipungkiri bahwa saya masih punya sedikit rasa jengah untuk menulis yang bagus-bagus tentang diri saya sendiri. Pernah waktu disuruh menulis sisi positif diri saya, saya menulis "Tidak sombong," lalu dibaris berikutnya, "Karena tidak sombong saya tidak menulis yang lain,". Tapi betulkah menulis yang baik-baik tentang diri sendiri itu sombong? Kayaknya sih tidak. Justru perlu bagi kita untuk "suka" pada diri sendiri. Kalau kita jarang merasa bagus tentang diri sendiri, kita jadi butuh pujian orang lain setiap saat untuk mengkatrol ego kita. Karena pada dasarnya semua orang punya harga diri. Jadi, bicara bagus tentang diri sendiri itu penting, bukan untuk klihatan keren tapi untuk merasa nyaman dengan diri sendiri. Artinya, kita merasa diri kita ini berharga, indah, baik dan berarti. Kalau kita sendiri merasa "penuh", kita tidak butuh setiap saat dipuji orang, kita tidak mudah tersinggung kalau dikritik, kita tidak butuh penggemar, kita tidak butuh digodain supaya terkesan menarik, kita tidak butuh disanjung supaya bisa kerja dengan baik. Kita merasa memang sudah selayaknya kita ini baik dan bernilai, sehingga kita juga menghargai orang lain sama derajatnya.

Akhirnya, apa yang saya tulis tentang saya? Saya tulis, "Punya semangat belajar yang tinggi," dalam arti saya sadar kalo masih bego. "Menerima kesalahan dan berani memperbaikinya," dalam arti saya juga bikin kesalahan. "Punya selera humor," dalam arti saya nggak segan menertawakan diri saya sendiri. Buat ibu saya, saya rasa andhap asor adalah sikap yang sangat baik (asal ibu jangan lupa kembang-kempiskan hidung kalau sedang bicara yang seolah-olah menjelek-jelekkan anak sendiri), tapi gambaran yang baik harus tetap ada tentang diri sendiri (baik tidak sama dengan keren).

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p