Friday, November 30, 2012

Gratis

sebelum pulang dari rumah sakit

kunjungan ke klinik
Sepupu saya bercerita waktu dia melahirkan di salah satu rumah sakit di kampung halaman saya, para perawatnya tidak ramah bahkan waktu sepupu saya menanyakan bagaimana caranya menyusui bayinya, tanggapan perawat itu sangat tidak mencerminkan profesinya sebagai "perawat". Lebih cocok dia jadi penjaga toko saja. Padahal sepupu saya itu bayar lho...dan tidak murah. Berbeda sekali dengan yang saya rasakan di sini walaupun saya tidak keluar uang sepeserpun alias gratis. gratis bukan berarti murahan.

Pertama kali saya mengetahui kalau saya hamil, saya diberi tahu oleh tante kost untuk periksa ke dokter umum di klinik dekat kost. Di sana dokternya mengetes lagi apakah saya benar2 positif hamil. Setelah itu dia memberikan surat referensi untuk kontrol ke rumah sakit. Namun saya baru mulai kontrol ke rumah sakit setelah 3 bulan kehamilan. Sebelum itu kalau ada apa2 saya cukup ke dokter umum. Dokter umum di sini hampir sama pengetahuannya dengan dokter spesialis kandungan, dia tahu banyak soal kehamilan dan bisa memberikan jawaban dari pertanyaan2 saya. Dia pula yang merujuk saya untuk melakukan ultrasound (USg) dan tes darah.

Setelah mendekati 3 bulan kehamilan saya mendapatkan surat dari rumah sakit kapan waktunya saya harus datang ke rumah sakit untuk kontrol sebulan sekali sampai kehamilan 36 minggu. Setelah itu kontrolnya dua minggu sekali kecuali kalau ada masalah dengan kehamilan saya. Waktu kontrol ke rumah sakit banyak sekali tes yang harus saya lakukan. Ada tes darah untuk virus rubella, dsbnya....tes untuk diabetes karena papi dan nenek saya diabetes, ultrasound di kehamilan 20 minggu. Puji Tuhan semua tes itu hasilnya bagus jadi saya tidak perlu kontrol di luar jadwal.

Selama kontrol di dokter umum, rumah sakit dan segala macam tes yang semuanya gratis itu, pelayanan yang saya dapatkan sangat baik. Dokternya ramah, bidan dan petugas administrasinya juga sangat membantu. Tadinya saya sempat kuatir kalau gratisan ntar saya disia2kan. 

Pada waktu saya opname di rumah sakit setelah melahirkan juga para perawatnya sangat membantu. Di sini sangat dianjurkan untuk menyusui ASI. Susu formula cuma diperbolehkan kalau asinya benar2 ga keluar atau bayinya sakit. Menurut mereka, tidak mungkin asi tidak keluar karena asi diproduksi sesuai dengan kebutuhan bayinya. Semakin kita sering menyusui, semakin banyak asinya. Tapi ya repotnya itu....setiap saat harus menyusui. Pertama2 saya disuruh menyusui tiap 3 jam maksimal...selama 30 menit di masing2 payudara. Jadi waktu seharian itu sebagian besar untuk menyusui sampai lecet2. Bayi saya juga tidur di kamar saya supaya mempermudah untuk menyusui dan biar ada ikatan batin katanya.

Selama di rumah sakit, ada beberapa tes untuk bayi saya yaitu tes pendengaran dan tes darah untuk menyelidiki apakah ada penyakit genetik.

Setelah pulang dari rumah sakit, dua hari kemudian ada bidan yang datang ke rumah untuk memeriksa bayi saya. Kata mami saya, di sana boro2 dokter mau datang ke rumah kalau ga dibayar. Dibayar pun belum tentu mau. Bidan menimbang bayi saya dan mengecek apakah ada masalah dengan jahitan saya serta memberikan konsultasi kalau ada yang mau saya tanyakan. Dia bilang dua hari lagi akan menelpon untuk memastikan bayi saya sehat2 saja.

Saya kira setelah bidan datang, selesai sudah perhatian yang saya terima namun ternyata ada lagi perawat yang lain datang ke rumah dan menjelaskan kalau Deo harus kontrol ke klinik sebanyak 10 kali sampai Deo berumur 4 tahun. Jadi pertama kontrol umur 2 minggu lalu 4 minggu, 8 minggu..dan semakin lama jaraknya semakin jauh sampai 10 kali kunjungan. Tujuannya untuk mengetahui apakah perkembangan Deo normal atau tidak.

Di klinik itu selain mengecek kondisi Deo, ada juga training2 yang berhubungan dengan mengurus bayi. Saya baru ikut sekali yaitu training untuk menidurkan bayi. Saya baru tahu kalau bayi umur 0-3 bulan ga boleh ga tidur lebih dari 1,5 jam karena dia akan terlalu lelah dan malah rewel karena susah tidur. Pantesan Deo sering rewel kalau malam karena saya kira bayi kalau kebanyakan tidur siang hari ntar malamnya ga bisa tidur jadi selama ini kalau siang sering saya ajak main supaya dia tidak tidur. Sekarang saya berusaha bikin Deo tidur tiap 1,5 jam...dan hasilnya malam hari Deo tidak rewel lagi. Palingan hanya bangun untuk minum susu trus tidur lagi. Sebelumnya saya harus menggendong Deo hampir 1 jam or lebih supaya dia tidur.

Imunisasi di sini juga gratis lho. Saya cukup bikin janji ke klinik terdekat dan Deo bisa diimunisasi secara gratis. Dengan service yang saya terima itu saya merasa tidak sia2 sudah membayar pajak. Pajak yang dipotong dari gaji saya langsung saya rasakan timbal baliknya. 

Wednesday, October 3, 2012

Welcome Baby Deo


Sebelum saya lupa, mendingan saya tulis cerita ini supaya bertahun2 kemudian si Deo bisa membaca tulisan saya ini kalau hari kelahiran dia benar2 penuh dengan kejadian tak terlupakan buat saya. Semoga Deo jadi anak yang baik, takut akan Tuhan dan bisa dapat istri yang baik dan cocok dengan saya. Secara banyak menantu cewek yang tidak cocok dengan ibu mertuanya. Amin.

Hari Jumat tanggal 21 September 2012 jam 21.58 adalah hari kelahiran anak pertama saya yang diberi nama Deogratias Heaverath Tan. Deogratias artinya Syukur kepada Allah. Nama ini dipilih oleh calon bapak ibu babtis Deo yaitu Reza dan Meili. Heavearth itu gabungan dari heaven and earth (maksa ni karangan bapaknya). Tan itu marga papanya petter. Tadinya ga mau pake marga2 tapi kata mami saya mendingan pake biar masih ingat sama leluhur.

Saya dan petter sudah menikah dari tahun 2009 tapi karena kehidupan kami di jakarta pas pas an bahkan sering defisit, kami memutuskan untuk menunda punya anak sampai kehidupan kami lebih baik. Akhirnya November tahun 2011 aplikasi Permanent Resident Australia kami disetujui. Saat itu kami memutuskan ini waktunya untuk punya anak. Apalagi mami saya selalu tanya kapan punya anak...nanti saya keburu tua, dll.

Singkat cerita akhirnya Januari 2012 saya hamil dan hari perkiraaan lahirnya adalah 14 September 2012. Artikel ini tentang proses kelahiran anak pertama saya Deogratias Heavearth Tan (Deo) pada tanggal 21 September 2012. Petter sudah menulis juga tentang kelahiran deo di sini dan sini. Namun saya harus menulis dari sudut pandang saya. Ceritanya dimulai sekarang:

Jumat, 21 September 2012

02:00 
Saya mulai merasakan mulas2. Saya ga yakin itu kontraksi atau bukan jadi saya coba untuk tidur lagi tapi tiap 15-20 menit mulas itu datang. Akhirnya saya telpon Midwife (bidan)  hotline. Midwife hotline adalah no telpon yang bisa saya telpon kalau saya merasa waktu melahirkan sudah tiba. Bidan yang menerima telpon saya menjelaskan bahwa saya mungkin sudah mulai proses melahirkan tapi karena baru awal2, saya disuruh tetap di rumah. Untuk mengurangi rasa sakit, dia menyarankan untuk minum panadol dan mengkompres perut dengan heat pack (kompres panas) atau berendam di bath tub. Saya berusaha untuk tidur lagi tapi tidak bisa karena mulasnya terus datang.

09:00
Saya ada janji di RS karena saya sudah 7 hari telat dari hari perkiraan lahir. Karena saya merasa mulasnya masih panjang jaraknya (tiap 15 menit), saya bilang ke Petter kalau saya bisa ke rumah sakit sendiri dan dia mendingan tetap berangkat kerja. Saya pergi ke RS yang jaraknya sekitar 20 menit jalan kaki. Kenapa ga naik angkot or taksi? Karena di sekitar rumah saya tidak ada angkot apalagi bajaj, ojek dan sebagainya.Mau telpon taksi pun belum tentu langsung datang jadi saya putuskan mendingan jalan kaki saja toh saya masih kuat. Eh waktu saya baru aja jalan 5 menit dari rumah tiba2 mulai mulas2 lagi dan saya berhenti2 di pinggir jalan. Tiba2 di depan saya ada mobil berhenti dan om2 keluar dari mobil itu  bertanya apakah saya baik2 saja. Saya bilang saya mau pergi ke RS. Dia menawarkan tumpangan dan saya pun dengan penuh rasa syukur masuk ke mobil dia. Kalau ini terjadi di Jakarta, saya pasti bakalan bilang, "ga usah....saya bisa sendiri". 

Untung ada si om ini kalo nggak saya tidak yakin bisa sampai ke RS dalam waktu dekat. Sampai di RS, detak jantung bayi saya diperiksa apakah masih normal. Selain itu saya di USg (ultrasound) untuk mengecek apakah air ketuban saya masih banyak. Selama pemeriksaan saya merasakan mulas2nya tambah parah dan jaraknya udah sekitar 10-15 menit sekali. Rasa mulasnya mirip mulas diare. Saya bilang kalau saya merasa mulas2. Saya pikir sudah bukaan 2 dan seterusnya...Ternyata waktu dicek..jreng 12345x baru bukaan 1 dan dokter yang memeriksa saya bilang mungkin 2 hari lagi saya baru lahiran. Saya disuruh pulang dan bersantai di rumah, banyak jalan2 supaya proses bukaannya lebih cepat. 

12:00

Selesai pemeriksaan di RS sayapun jalan kaki pulang ke rumah sambil berharap ada yang memberi tumpangan lagi tapi sayangnya tidak ada. Sampai di rumah mulas2 saya tambah parah dan saya pun mengikuti saran bidan untuk berendam di bath tub.

15:00
Mulas2 saya tambah parah..kali ini rasanya kaya mulas diare dicampur sakit mens dan seperti ada tekanan di bagian bawah perut saya. Terus terang baru kali ini saya merasakan mulas yang lebih parah dari waktu saya sakit maag. Bahkan lebih sakit daripada menahan boker di jalan tol Jakarta waktu macet. Kontraksinya sudah sekitar 6-10 menit sekali. Sekali kontraksi sekitar 30-45 detik. Saya mencoba telpon Midwife lagi tapi dia bilang tadi siang jam 12 saya baru bukaan 1 jadi ga mungkin saya sudah maju banyak. Kalaupun saya ke rumah sakit sekarang dan dicek ternyata bukaan saya baru bukaan awal2, saya juga akan disuruh pulang. Di sini kalau bukaan masih awal2 disuruh menunggu di rumah supaya lebih relax daripada menunggu di RS. Bidan menyuruh saya untuk menahan sakit selama mungkin...kalau sudah tidak tahan baru telpon lagi.

Sekitar sejam kemudian saya telpon bidan lagi karena sakitnya tambah parah. Sialnya si bidan tidak percaya kalau kontraksi saya sudah sakit banget karena suara saya masih terkendali. Dan dia menyuruh saya untuk tetap di rumah dulu selama mungkin. Harusnya lain kali saya pura2 teriak2 aja ya biar dia langsung heboh menyuruh saya datang ke RS.

16:30
Waktu Petter pulang ke rumah, dia heran menemukan saya di bath tub sambil mengaduh2. Saya menyuruh Petter untuk menelpon bidan lagi. Kali ini kontraksinya sudah 5 menit sekali. Bidan pun bilang ayo ke RS sekarang (dari tadi kek). Petter pun menelpon taksi yang tidak kunjung datang sampai pukul 17:30. Padahal dia bilang mo datang dalam 15 menit. Saya sudah marah2 dan teriak2 karena sakitnya tambah parah. Bahkan berendam di bath tub pun sudah tidak mempan. Sudah mau mati deh rasanya. 

17:30
Saya menyuruh Petter keluar rumah untuk menunggu taksinya siapa tahu taksinya nyasar. Waktu Petter lagi celingukan cari taksinya, tiba2 ada mobil berhenti di depan rumah. Kakek2 umur 60 an keluar dr mobil mau tanya alamat. Saya langsung keluar dr rumah mau nyuruh Petter minta tolong si kakek antar ke RS. Namun melihat saya kesakitan, si kakek langsung buka bagasi dan nyuruh kami masuk ke mobilnya. Benar2 Puji Tuhan, dalam sehari saya bisa dapat tebengan dua kali. Saya sampai tak habis pikir di negeri antah berantah yang katanya orangnya cuek2 ini, kami bisa mendapatkan pertolongan di saat yang tepat.

18:00

Kakek menurunkan kami di depan emergency RS. Saya sempat membuat kehebohan di ruang tunggu emergency karena mulas2 saya benar2 sudah parah deh. Rasanya saya sudah mo mati. Petter saya cubit2 dan saya marahin sambil menunggu bagian administrasi memanggil orang dari Maternity Ward (bangsal kelahiran). 5 menit kemudian datang seorang perawat dengan kursi roda untuk membawa saya ke Birthing Suite.

Sampai di birthing suite, seorang bidan sudah menunggu saya. Saya bilang sakitnya sudah tidak tertahankan dan saya minta obat penahan sakit segera!!!! Eh rupanya si bidan sudah biasa mendengar rengekan ibu2 hamil jd dia tenang2 aja padahal saya sudah sekarat. Dia bilang harus mengecek detak jantung bayi dan bukaan saya sudah sejauh mana. Ternyata saya sudah bukaan 5!!! Pantesan rasa sakitnya merajalela. Pinggang saya sudah mau patah dan kaya ad batu di dalam pantat saya. Pengen saya maki2 dokter yang siang tadi bilang saya lahiran baru dua hari lagi. Karena sudah bukaan 5, saya dipindahkan ke delivery room..kamar buat lahiran ditemani seorang bidan bernaman Ashlee.

Di sana saya minta obat penahan sakit dan saya diberi masker gas yang efeknya bisa bikin "melayang". Tetap saja saya merasa tidak ada efeknya. Kemudian saya diberi obat penahan sakit yang bentuknya suntikan di paha. Namun memang melahirkan sakit itu sudah kodrat wanita, keduanya tidak banyak membantu. Pilihan terakhir adalah epidural tapi saya berusaha menghindarinya. Menurut pengalaman teman saya yang pakai epidural, tulang belakangnya jadi sering nyeri karena epidural disuntikkan di tulang belakang. Selain itu epidural bikin pinggang ke bawah mati rasa jadi saya nanti kesulitan mengira2 waktu saatnya mengejan.

Tadinya saya ada rencana untuk water birth tapi tidak bisa karena saya disuntik obat penahan sakit yang efeknya bikin melayang itu, saya tidak memungkinkan untuk melahirkan di air.Tidak jadi pengalaman baru deh padahal kata Ria kalau saya lahiran di air pasti bayinya langsung bisa berenang.

20:00
Setelah 2 jam rasanya mau mati, Ashlee bilang sudah waktunya bayinya akan lahir. Dia sudah bersiap2 pakai celemek plastik dan sarung tangan dan menyiapkan tempat tidur bayi segala. Ashlee menyuruh saya mengejan setiap kali kontraksi datang. Saya sudah berusaha mengejan sekuat tenaga namun kepala bayinya tidak keluar2. Untungnya Ashlee dan Petter berusaha menyemangati saya.

Selama 2 jam saya kembali menderita karena mengejan tak henti2 dan bayinya tak juga keluar. Saya bilang sudah tidak sanggup lagi. Saya sudah mau menyerah untuk cesar aja or bayinya divakum. Padahal sebelumnya saya sudah bersikeras tidak mau divakum karena beberapa orang bilang dan ada yang pengalaman pribadi juga kalau divakum nanti bayinya jadi kurang pintar (alias telmi).

Ashlee benar2 bidan teladan. Dia sangat sabar dan dia berusaha mencari segala macam posisi yang bisa membantu mengejan. Walaupun sampai hampir jam 10 malam juga belum berhasil. O iya...seharusnya jam 9 malam shift Ashlee sudah berakhir karena sudah datang bidan pengganti namanya Jean, cowok dari Filipina. Jangan tanya kenapa saya tidak malu buka2an di depan bidan cowok karena boro2 mo ingat rasa malu...yang diingat supaya penderitaan ini cepat berakhir.

21:58
Setelah mencoba berbagai cara dan bayinya masih tidak keluar juga, Jean mengambil keputusan untuk menggunting "miss x" saya. Kenapa ga dari tadi aja ya..sama2 akhirnya digunting juga. Dan pada pukul 21:58 tibalah saat yang ditunggu2....lahirlah Deo dengan selamat walaupun hidungnya pesek dan kepalanya panjang kaya alien. Menurut mami saya kepala Deo masih lumayan daripada sepupu saya ada yang lahirnya divakum sampai kepalanya panjang seperti pepaya.

Welcome aboard baby Deo..semoga jadi anak yang berbakti ya karena maminya penuh perjuangan 20 jam melahirkan dia.


Saturday, September 22, 2012

Yang menarik dari Jakarta

Saya tidak bohong, Jakarta adalah kota yang sangat menarik. Memang benar, polusi dan macetnya bisa bikin kita keriput di jalan, sakit bengek, panuan, bintitan, herpes, seluruh badan bau asem keringetan dan paru-paru berkabut karena debu dan asap rokok. Tapi itu semua tentu saja tidak sebanding dengan hal-hal menarik yang ditawarkan ibukota metropolitan ini.

Jakarta adalah tempat terbaik untuk menonton film. Saya nggak lagi ngomongin XXI. XXI itu sangat membosankan. Semua filmnya sama dari ujung Tangerang-Bekasi sampe pertigaan Depok-Cikampek. Itu-itu saja. Bahkan satu film diputer di dua-tiga teater sekaligus di satu bioskop. Babar blas enggak kreatip. Gantinya juga lama, mungkin nungguin semua orang di Jakarta nonton dulu baru diganti. Akibatnya, film untuk awal tahun ini baru diputer sekarang (bagus juga sih buat orang yang suka ketinggalan film baru kayak saya). Jadi yang saya bicarakan adalah bioskop Mulia Agung di perempatan Senen. Bioskop ini sangat fantastis karena lain dari yang lain. Film-filmnya beda, sampai2 kita nggak yakin itu film beneran apa enggak karena judulnya sangat bombastis. Misalnya, "Hantu jeruk purut ketabrak becak" atau "Suster ngesot nyebrang terowongan kasablanka". Mereka juga menyediakan midnight show. Lebih asyik lagi dinikmati pas malem jumat kliwon sambil ngemil menyan (karena popcorn sudah terlalu pasaran).

Sebagai penumpang setia busway dan angkutan kota lainnya, saya sering banget berlama-lama di perempatan Senen cuman untuk ngantri angkutan ke Blok M. Semua pengantri di terminal ini (bukan cuman saya) sering terpesona oleh gambar2 yang dipajang di layar bioskop ini. Hari ini yang dipajang adalah film "Kutukan arwah santet: kisah nyata asu gancet yang heboh" (saya tidak mengada-ada, ini faktual banget. Kalo gak percaya coba telpon temen yang tinggal di daerah Senen dan minta bacain film apa yang lagi maen di Mulia Agung teater). Gambar yang dipajang adalah gambar wajah yang berdarah-darah, dengan hewan mirip kirik tapi matanya ijo, trus ada sepasang kaki yang satu buluan dan seorang cewek pake bikini lagi di kolam renang. Film lain yang katanya dibintangi oleh Ozi Syahputra adalah "Bangkitnya Suster Gepeng" dengan gambar suster berwajah seram yang kegencet pintu lift. Serius deh, kenapa nggak kegencet yang lain? Kegencet truk cargo ato buldoser itu lebih masup akal. Saya juga pernah kegencet lift karena salah pencet (biasa, orang desa gitu lho) dan badan saya masih aja bulet. Saya yakin secara mistik maupun statistik tidak pernah ada orang yang gepeng karena pintu lift. Kadang-kadang khayalan Raam Punjabi kedengeran lebih oke plus wagu daripada khayalan saya (sedih karena kalah jayus).

Selain bioskop, DVD bajakan di Jakarta juga oke punya. Gambarnya singkat, padat dan jelas. Subtitlenya tidak ngaco, terutama subtitle yang bahasa Arab dan Rusia (karena saya nggak ngerti kalopun ngaco). Film-film terbagus dan terbaru biasanya dari DVD, karena film yang bagus biasanya film lama yang mungkin nggak pernah mampir di bioskop dan film terbaru di bioskop biasanya ngantrinya lama.

Dulu (beberapa minggu yang lalu), saya dibilang kliatan bukan orang Jakarta karena saya turun dari bis pake kaki kanan. Apa pasal? Katanya bakal gampang jatoh kalo pake kaki kanan duluan sementara bis cuman memelan nggak bener2 berhenti grak. Sekarang, setelah sebulan lebih tinggal di Jakarta, kemampuan saya naik turun bis cuman beda dikit ama kernet angkot Kopaja. Saya bisa lompat turun ato naik di bus yang berhenti segan jalan tak mau. Jakarta melatih kemampuan saya untuk siap siaga dan cepat menyerang, terutama kalo rebutan tempat duduk di bis yang antriannya sepanjang karawang-bekasi. Dulu saya selalu berusaha jangan sampai nyenggol orang, kalo nginjek kaki orang selalu minta maap. Tapi Jakarta membuat semangat nyodok saya menyala-nyala. Sekarang saya pintar mendorong, menyikut dan menyerobot sampai saya dapet tempat duduk di depan. Ini sebenernya cuma untuk pembuktian diri, bahwa sebagai orang kampung saya nggak kalah kampungannya ama orang2 lain yang nggak peduli apakah orang di depannya bakal baik-baik aja (idup) ato nyungsep ke aspal dengan muka di bawah. Setelah saya dapet tempat duduk, biasanya saya kasihin juga bangku ini buat nenek2. Harapannya, dengan begini dosa saya diampuni karena sudah bikin orang di depan saya lebam biru-biru kesodok ransel.

Adik saya selalu bawa mobil di Jakarta, dan saya selalu mengeluh karena tarip parkir dan jalan tol bisa dua-tiga kali lipat lebih mahal daripada naik angkutan umum.
"Kalopun kita berdua naik angkot, biayanya masih lebih murah daripada biaya parkir per jam-itu pun belum termasuk bensin- plus kita nggak perlu muter2 karena lupa parkir di lantai mana," protes saya suatu kali.
Katanya itu hal yang wajar.
"Setidaknya kita kan naik mobil," jawab adek saya.
Saya nggak paham ama jawaban ini, tapi karena saya cuma nebeng ya sudahlah.
"Nggak semua orang bisa pergi seenak jidat karena nggak ada jam kantor," tambah adek saya lagi.
Oke, untuk yang satu ini saya tidak bisa membantah. Lagian alasan saya tidak bawa mobil yang paling utama adalah karena SIM A saya sudah kedaluwarsa sebelum sempat dipakai. Ibaratnya layu sebelum berkembang. Seperti kata pepatah, bagai bunga kembang tak jadi. Bagai pinang dibelah duren (betapa saya cinta pepatah!). Lagipula dengan keadaan lalu lintas Jakarta yang luar biasa memukau penonton, kalau saya nyetir saya bisa mengakibatkan lebih banyak korban jiwa daripada kalo kali Ciliwung kebanjiran. Saya bercita-cita suatu saat nanti kemampuan menyetir saya bisa setara dengan tukang bajaj. Bisa berkelok-kelok di gang paling sempit dan padat, bisa bermanuver lebih keren dari navy air show di jalan yang penuh orang. Kata temen saya, kapan si bajaj mau belok, cuman Tuhan dan supir bajaj yang tahu. Kalau dipikir-pikir, di Jakarta saya sudah naik alat transportasi apa saja. Dari kopaja, mayasari, damri, bajaj oranye, bajaj biru, angkot biru, angkot enggak biru, taksi (yang jelas maupun abal2), kereta api, kereta komuter, mobil temen, ojek, ojek sepeda, naik sepeda jengki sampai naik gerobak karena kebanjiran. Mungkin yang belum adalah naik truk angkut pasir, ambulans, kontainer pertamina, becak, delman sama nebeng mobil pick up patroli polisi (amit2 deh, ini mah banci kena garuk).

Jakarta sedikit mirip dengan buku favorit saya waktu kecil, Donal Bebek. Eh, buku yang lain ding, saya baca waktu udah gede, Alice in Wonderland. Dalam buku ini, Alice melihat banyak pintu yang masing-masing membawanya ke dunia yang berbeda. Di Jakarta, pintu-pintu nyata. Saya tinggal di salah satu kamar kost di salah satu gang sempit di Kuningan dan di depan kost2an ini ada banyak tukang jual makanan yang menaruh gerobaknya di atas selokan yang ditutup. Kanan-kirinya adalah rumah-rumah yang rapat dengan jemuran baju, WC dan kamar mandi yang berdempetan, berjejalan, bertumpukan. Tapi saat saya nyebrang jalan dan membuka pintu Plaza Indonesia, rasanya seperti berada di 'dunia lain' tanpa presenter Hari Pantja. Di sini berjajar toko-toko punya mas bro Fendi dan bang Yves serta restoran haute cuisine yang menunya pake bahasa perancis. Yang biasa saya lakukan adalah makan di dunia yang pertama (warteg deket gang) dan cari koneksi internet di dunia yang kedua (tempat apapun yang ada tulisan 'free wi-fi'). Biasanya saya beli minuman apapun yang paling murah dan duduk 1 jam ngenet, sambil melihat makhluk-makhluk tampan berseliweran- maklum, namanya juga dunia lain pasti ada penampakan-yang hitung2 lumayan daripada digangguin tukang ojek. Berhubung saya jarang pesen apapun lebih dari 1 gelas minuman, saya biasanya mengunjungi tempat yang berbeda-beda dan tidak satu jua supaya tidak mudah dikenali satpam (kayak maling pakaian dalam aja).

Topik lain yang ingin saya tulis adalah tentang Kristina yang baru saja melahirkan anak cowok yang mirip ande2 lumut hari ini. Selamat Kristina dan Piter, semoga kalian tetep eksis di dunia meskipun sibuk ngurus bayi. Saya berdoa semoga anak kalian cepet kuliah jadi kita bisa main bersama lagi!!!! *doa yang infantil tapi semoga dikabulkan. Amiiin. Amiiin. Amiiin*

Monday, August 27, 2012

Kampung Sendiri vs Kampung Seberang

Seperti kata pepatah, air beriak tanda tak dalam. Eh, maksud saya air cucuran atap jatuhnya ke perlimbahan jua. Apa air setitik rusak susu sebelanga yak? Pokoknya, ternyata beda tempat itu beda cara berpikirnya (nah lho, itu dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung apa berakit-rakit ke hulu ya? Peribahasa memang bukan perkara gampang!).

Beberapa hari yang lalu saya datang ke resepsi pernikahan adek perempuan saya (lihat gambar ;-p). Di ruangan yang penuh dengan orang-orang sekampung, sanak sodara dan keluarga, ternyata menjawab pertanyaan-pertanyaan biasa sama susahnya kayak njawab kuis siapa berani ato kuis "who wants to be Sir Richard Branson" (tua, jenggotan, ubanan, tapi tetap Virgin). Saya punya jawaban yang sama untuk penanya dari kampung sendiri maupun dari kampung sebrang. Tapi respon yang saya terima kadang lebih beda daripada kathok dan kothak (kathok bisa kothak2 tapi kothak nggak bisa kathok2). Heheheh. Sekarang apa beda Siti sama Soto? Jawabannya setelah saya beri contoh pertanyaan di bawah ini.

Contoh:
Tanya (T) : Ria sekarang tinggal dimana?
Jawab (J) : Pindah-pindah Tante, kemarin dari Papua, sekarang di Jakarta sebentar, minggu depan kembali ke Limpung trus ke Enggres.
Kampung sendiri (Ina) : Kok pindah-pindah terus sih? (Kelayapan terus kapan nikahnya?)
Kampung sebrang (Sbr): Wah hidupnya sangat menarik dan enggak monoton.

T : Ria lagi ngapain nih sekarang?
J : Ah nggak ngapa-ngapain cuman lagi nulis-nulis penelitian aja.
Ina : Oh pengacara ya? Pengangguran banyak acara? (Pasti dia malu karna kerjaannya itu-itu aja dan nggak nikah-nikah)
Sbr : Wah calon researcher yang rendah hati!

T : Ria pacarnya siapa nih sekarang? Kok gak dibawa?
J : Ha-ha. Aduh pertanyaannya menakutkan Om.
Ina: (Pasti dia malu karena nggak ada)
Sbr: (Wah dia orang yang bisa jaga privasi dan nggak suka mengumbar urusan pribadi)

T : Ria rencana ke depan habis ini ngapain?
J : Belum tahu juga Om, mungkin traveling sambil kerja di NGO.
Ina: Kok udah umur segini masih nggak jelas rencananya sih? Kapan nikah, kapan punya rumah, kapan punya anak?
Sbr : Wah dia sangat open-minded, easy-going dan berjiwa petualang.

T: Kamu baru dari Papua ya? Kok tambah gendut aja?
J : he-he (ketawa garing). Ya gimana di Papua kalo nggak banyak makan katanya bisa kena malaria....
Ina: (dari Papua jadi tambah item dan gemuk. Pantesan gak laku-laku)
Sbr: (Wah mantap sekali berani pergi ke tempat terpencil yang banyak malarianya)
 
T: Kamu ngapain di Papua?
J: Penelitian malaria Om.
Ina: Oh, gajinya berapa? Kenapa sampe Papua? (Kurang kerjaan banget sih, emang penghasilannya besar ya? Harusnya cari kerjaan yang bagus, biar bisa nabung, buat nyicil rumah, beli mobil, asuransi. Ngapain juga jauh-jauh di Papua, kaya di Jawa nggak ada lowongan aja)
Sbr: (Wow. Keren banget meneliti malaria, cuman beda 1 level ama Sir Ronald Ross.) --> hehe, ngarep. Padahal sebenernya cuman ketawa-ketiwi sambil nusukin orang dengan alesan riset.

T: Kamu selama ini kesibukannya apa aja?
J: Ya belajar sambil jalan-jalan, Om. Cari pengalaman mumpung masih muda...
Ina: Jangan kelamaan lho nanti keburu tua! (ini anak kok nggak ada tanggung jawabnya sih. Gak mikirin masa depan)
Sbr: (Orang ini cool dan bisa menikmati hidup sepenuhnya.)


T: Kamu kapan nyusul????
J: *Wataw!* Hehehe, tunggu aja Tante (ketawa lebih garing dari emping yang dijemur setaon).
Ina: (Kok nikah diduluin adeknya bikin malu aja, pasti kebanyakan pilih-pilih)
Sbr: (Wah cewek yang mandiri dan punya prinsip)

Nggak semua yang saya tulis itu bener seperti kenyataannya, karena banyak kata-kata yang diedit -- terutama bagian saya misuh-misuh pas habis diceramahin ato dimarahin padahal sudah menjawab dengan jujur, he-he.Sebernernya kalo harus bilang dengan jujur, saya adalah orang paling bahagia kedua karena adek saya menikah. Orang pertamanya adalah nyokap, dia hepi banget karena terbukti anaknya bukan hombreng.

Banyak yang tanya gimana rasanya dateng ke nikahan adek sendirian. Tadinya saya mikir bakal fun aja, pesta adalah pesta: saya akan makan banyak dan makan enak. Tapi setelah merasakan ditanyain ratusan tamu undangan, 'kapan nyusulnya' saya jadi berubah pikiran. Menurut saya sekarang, rasanya, persis kayak kata Kristina, seperti domba yang dicukur bulunya. Banyak orang juga bilang saya harusnya minta pelangkah dari adek saya, tapi saya bilang nggak usah karena biaya yang dia keluarkan udah banyak, ya namanya juga memulai hidup baru. Saya justru nawarin, kalau mau honeymoon yang murah meriah biar saya urus aja kan saya agak ahli dibidang itu ha-ha. Tapi sekarang saya jadi mikir bahwa ide bayar pelangkah itu masuk akal banget, bukan karena diduluin nikah tapi karena ganti rugi akibat ditanya-tanyain ratusan kali dalam sehari. Jadi, saya minta tiket PP ke kepulauan Karibia, kelas bisnis ya! :-D

Inti dari contoh-contoh di atas sih, bahwa melihat hal yang sama bisa ditafsirkan berbeda tergantung siapa dukunnya. Menurut primbon mbah jambrong, siapa diri kita tergantung pada kepribadian sendiri bukan dari pendapat orang lain. Sebab nilai-nilai orang itu berbeda-beda tapi tidak satu jua. Kalau kata peribahasa lagi, Lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya. Jangan membuang sampah sembarangan dan silahkan pipis pada tempatnya. Sekian.

PS. Beda antara Siti dan Soto adalah Soto mienya putih. Kalo Siti, bisa jualan Soto. Kalo salah tebak gapapa toh nggak ada hadiahnya.

Saturday, July 14, 2012

Panduan Singkat ke Raja Ampat

Jadi ceritanya, saya datang ke Papua sebagai seorang penghisap darah, alias penusuk jari ibu-ibu hamil untuk dites malaria. Untuk melakukan tes ini sebenernya sangat cepat, dijamin pemeriksaan sudah selesai sebelum pemirsa selesai mengucapkan ayat kursi dan pembukaan UUD 45. Tapi berhubung untuk melakukan ini saya butuh surat dari Dinas Kesehatan (SIM=Surat Ijin Menghisap darah) akhirnya saya berhasil dibikin nganggur sebulan sambil nepokin nyamuk lewat, terimakasih pada birokrasi kita yang njelimet, lelet dan nggak senikmat nasi liwet.

Berhubung ngupil sambil nonton youtube kalo terlalu lama bisa ambeiyen, saya pun memutuskan lebih baik 'sambil menunggu, menyelam' (ini temennya peribahasa 'sambil menyelam, minum aer'). Berhubung lagi menyelam di bak kamar mandi tidak memungkinkan (baknya pake ember), saya pun memutuskan untuk menyelam di Raja Ampat, deket Sorong, Papua Barat. Saya tanya kanan kiri atas bawah depan belakang di balik bantal dan di kolong lemari, kalo ada yang mau ikut saya ke Raja Ampat, barangkali bisa bantuin gotong ransel sama-sama. Tapi ternyata lebih gampang cari temen nimba ato ngepel daripada temen menyelam. Kata Mbah Jambrong, "menunggu sampai ada temen untuk pergi maka nggak akan pernah sampe tujuan," jadi berdasar primbon yang terpercaya ini, saya pun pergi ke Sorong tanpa dijemput dan pulang tanpa diantar.



Saya terbang dari Timika ke Sorong naik merpati yang anjut-anjutan kaya naik delman. Biasanya kita selalu disambut saat mendarat dengan...penumpang yang muntah. Oke, saya emang agak sadis dalam ngasih penilaian buat maskapai yang satu ini, tapi sumprit bin jin iprit kepecirit, saya nunggu 3 jam di bandara dan pas di pesawat cuman dikasih klepon ama aer putih. Ini kan ter...la...lu! Berkali-kali pesawat garuda yang jadwalnya belakangan sudah terbang duluan dan saya berkali-kali nanya kapan kita boarding, tapi mbaknya pramugari malah bilang,
"Merpatinya baru aja dateng mbak, belom dapet tempat parkir," Halah ini pesawat apa bis kopaja sih?
Bapak di sebelah saya yang mau terbang ke Manado (pesawat yang sama, rutenya Timika-Sorong-Manado) menghibur saya dengan bilang,
"Telat itu biasa mbak, sudah syukur berangkat, wong kadang penerbangan dibatalkan kok," Hah? Jangan sampe batal dong ya, saya sudah terlanjur njemur kasur, nyuci seprei dan mbalikin motor pinjeman sambil dengan bangga bilang,
"Saya bakal tinggal di Sorong seminggu ke depan," tengsin kalo sampe balik lagi...tidur dimana nanti saya?
Meskipun begitu saya tetep salut sama merpati karena terbang ke tempat2 yang nggak ada pesawat lain yang terbang, misalnya Alor, Bajawa, Ende, Buol, Luwuk, Mamuju, Toli-toli, Bau-bau dan tempat-tempat menarik tapi tidak dikenal yang lainnya.

Dari bandara, segera ke pelabuhan karena feri berangkat sekitar jam 1 ato jam 2 siang. Biasanya ada 2 kapal yang berangkat dari Sorong ke Waisai, ibukota Raja Ampat. 1) feri biasa (Fajar Indah, Rp. 100,000) dengan sleeper berth, lebih lama, 3 jam 30 mnt tapi lebih tenang dan nyaman krn bisa tiduran. 2) kapal cepat (Marina Rp. 120,000) AC dan lebih cepat sayangnya harus nunggu ampe penumpang penuh alias ngetem. Iya, saya juga bingung apa bedanya feri ama angkot yak?

Waisai adalah kampung nelayan yang gak terlalu istimewa, pantainya agak jorok dan dinamai WTC (Waisai tercinta, katanya). Karena hari sudah sore, saya langsung cari penginapan terdekat dan berakhir di Najwa Indah. Tarip per malem Rp. 200,000 dan buat saya cukup saja asal bisa tidur. Tapi bajigur makan bubur sudah berjamur, tetangga kamar saya adalah cowok2 yang bicara dengan suara keras seolah2 lagi ngumumin bahwa hutan lagi kebakaran, padahal mereka tyt cuman lagi nonton piala Euro. Saya nggak bisa tidur pulas sama sekali. Jadi berdasar pengalaman buruk ini saya nggak merekomendasikan Najwa Indah. Pertama, temboknya tidak kedap suara, bener2 dari ayam bertelor dan kambing berantem kedengeran kayak di sebelah kuping. Kedua, secara saya di raja ampat, dengan goblok saya nanya ama resepsionis,
"Mas, kalo mau ke laut gimana caranya?"
Masnya malah nanya balik, "Laut? Laut apa Mbak?"
Lhah, setau saya di wikipidia Raja Ampat (RA) itu tempat wisata laut dengan gugus-gugus kepulauan yang audubilah bagusnya. Masak saya dateng ke sini demi ngeliat pembangunan jalan di kabupaten pemekaran yang baru? Emangnya saya dari DPU? Resepsionis ini bikin saya yang udah kabur jauh2 ke Waisai jadi patah hati. Pastinya hotel Najwa Indah cuman penginapan buat sales ban serep dan minyak rem.




Malam kedua saya nginep di Waiwo dive resort, pilihan termurah dengan fasilitas lumayan drpd lumonyong. Resort di pinggir laut ini setidaknya bikin saya terasa seperti liburan: tidur dengan bunyi ombak, bangun dengan matahari di cakrawala dan jalan ke dek dengan ikan2 yang kelihatan jelas dari permukaan. Kamarnya cukup luas dengan kamar mandi, wastafel, jemuran dan beranda, tapi air showernya kecil. Hati-hati! Waspadalah! Karena kita berenang seharian jadi bakal masih banyak butiran pasir nyangkut di ketek ato pantat. Tiap malam rate Rp. 450,000 full board alias makan 3 kali sehari plus snek sore. Tiap diving 1-4 kali 550rb, 5-10 kali 450 rb dan lbh dari 10 kali 350rb udah termasuk biaya kapal. Oya, dari depan penginapan ini saya liat serombongan lumba-lumba yang lewat. Manis!

Pas berangkat saya sesemangat FPI membakar video porno bahwa saya mau menyelam, tapi walhasil kerjaan saya di RA adalah...mengganyang ikan bakar yang masih megap2 dari laut. Cuman diving 2 kali berhubung budget lebih tipis daripada pisau cukur merk Gillete. Saya makan ikan 3 kali sehari selama seminggu sampe2 saya takut sepulang dari RA nanti jari dan tangan saya bersirip. Euh. Ada pulau kecil tempat orang biasa mbakar ikan, namanya Sairo. Saran saya, kalo ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi. Kalo kita punya cukup uang lebih baik pergi ke pulau-pulau lagi. Saya nggak sempet ke Wayag karena kurang orang buat patungan kapal. JAdi, saya punya alasan buat ke RA lagi, huehehehe. Pulau terapung dekat Kri Eco resort punya pasir yang lebih putih dari kulit Shinta maupun Santi yang pake citra bengkoang, airnya warna ijo turkois dan sangat tembus pandang sampai kita bisa liat kaki kita sendiri terbenam di pasir di bawah laut. Sangat direkomendasikan! Diving di RA menurut saya bagus, tapi tidak istimewa. Ini karena pas saya ke sana (Akhir Juni, tanggal 20an) arusnya lebih deras dari arus mudik lebaran. Saya yang cuman penyelam amatiran tentu saja jadi nggak menikmati pemandangan karena sibuk hanyut. Singkatnya di sana banyak stingray, sweetlips, turtle, surgeon, angel dan clown fish. Tapi selebihnya coral biasa. Saya nggak sempet liat manta :-(

Uniknya dari pergi sendiri pake ransel adalah perlakuan orang2 terhadap saya. Dari yang tanya kenapa pergi sendiri sampe yang minta poto bareng seolah2 saya ini anggota grup band Trio Macan dari Jakarta ("Iwak peyek! Iwak peyek!" *kibas2 rambut*). Jadi jangan kaget kalo ada poto2 saya di album BBnya mas2 penarik motor boat *hadeh*. Satu peristiwa yang paling aneh adalah ketika kebanyakan tamu hotel sudah cek-out dan saya jadi satu2nya tamu yang menempati satu blok di penginapan itu. Jam 12.45 ada yang ketok pintu kamar. Saya bangun dengan males banget karena saya udah tidur pules, maklum berenang itu melelahkan buat orang yang kerjanya cuman ngupil sambil nonton youtube, iya kan? Di depan pintu kamar, ada Bapak tua yang kulitnya lebih item dari langit yang mau turun badai.
"Ibu tidur di sini sendiri? Kok pintunya tidak dikunci?"
"Pintu saya nggak pernah dikunci, saya nggak pernah dikasih kunci, tapi selama ini aman2 saja kok Pak. Kenapa?"
"Ibu, di sini tidak ada tamu lain. Semua bungalow ini kosong. Kalo kamar ibu nggak dikunci, biar saya jaga di luar. Saya tidak akan tidur, saya akan jaga di depan bungalow ibu, sampai pagi,"
"Oh tidak usah Bapak, saya tidak apa2. Saya mau tidur dulu," saya jawab sambil ngantuk.
"Biar saya jaga di sini,"
Terlalu capek buat berdebat, saya balik tidur lagi. Malem itu turun hujan, saya kebangun pagi2 dan saya yang tadinya nggak takut malah jadi curiga sendiri karena ada yang ketok2 pintu tengah malem. Bukan, saya nggak mikir setan. Saya lebih takut malaria daripada pocong. Tapi saya kan jadi kepikiran ini orang maunya apa.
Celingak-celinguk, buka korden, tidak ada tanda kehidupan di luar bungalow kamar saya. Tapi tunggu dulu, Bapak ini (bukannya rasis) lebih item dari pantat belanga yang dimasak pake kayu bakar. Saya intip pintu, yaelah, Bapak ini tidur melingkar di atas keset pintu...

Paginya si Bapak minta maap karena bikin saya takut. Emang maksud dia cuman jagain karena saya satu2nya cewek yang nginep di bungalow sendirian ketika resort lagi kosong!

Kapal ke Sorong berangkat dari pelabuhan tiap jam 2 siang. Petualangan di RA pun berakhir tapi Sorong juga bukan tempat yang jelek2 amat. Duduklah di "tembok" sepanjang jalan Ahmad Yani sore2 makan jagung bakar sambil melihat matahari terbenam. Papua indah bukan kepalang.

Wednesday, July 11, 2012

Timika: Eme Neme Yauware!



Sudah setaun lebih enggak nulis blog. Tahun lalu karena sekolah saya punya moto: semua mahasiswanya harus kliatan sibuk dan enggak boleh sampek bisa kerja sambilan jualan kacang. Sekolah tetangga liburnya lama ampe mahasiswanya sempet nyambi jadi bandar bola. Sekolah saya? Boro-boro. Libur natal yang cuman 2 minggu aja disuruh nulis 3 esai. Agak biadab memang. Makanya pas ada waktu luang saya langsung manfaatkan sebaik-baiknya untuk kegiatan bersantai yang sempat ditinggalkan: ngupil sambil garuk-garuk ketek.


Tapi saat ini saya bukannya mau cerita tetang tahun lalu (sumpah, nanti blognya panjang banget, pembaca ketiduran sebelum kelar baca judulnya). Saya pingin cerita dikit tentang Timika, kota yang sudah saya tinggali selama sebulan lebih tapi masih tetep susah dipahami: Freeport-centered, tidak ada cagar alam atau tempat wisata apapun, serba mahal, jauh kemana-mana dan all business purposes. Hiburannya kalo buat orang kebanyakan yang suka belanja ya cuman pergi ke supermarket. Bagi banyak orang, Timika adalah tempat mencari napkah dan tujuan semua orang cuman satu: membangun rumah di kampung halaman kalo sudah selesai kerja nanti. Bagi saya yang datang nggak dibayar, malah kerja sosial aja ngutang, saya berusaha mencari hal-hal menarik di Timika.

Dulu, weekend adalah saat yang ditunggu2 (itulah sebabnya kita bilang Thank God it's Friday) karena bisa melupakan pekerjaan sejenak dan mulai bergila2. Berhubung beberapa weekend di Timika kerjaan saya terbatas pada nyuci kolor dan nyetrika, jadi suatu saat saya pingin ngeliat gimana suasana kehidupan malam di Timika. Jujur aja, tempat paling rame di Timika adalah tukang jual CD bajakan yang selalu nyetel lagunya eminem keras banget. Jadi pada suatu malam yang agak gerimis, bermodal motor dan jas ujan, melajulah saya mencari hiburan malam di Timika.

Ada 3 tempat dugem yg sebenernya tidak terlalu parah, krn bayangan saya jauh lebih menakutkan. Saya membayangkan ruangan yang penuh dengan asap rokok setebal kabut di pegunungan Jayawijaya. Lagian kata orang, semua cewek yg dateng bakal ditarik ama om2. Saya bahkan udah menyiapkan jurus kadal keselek sandal kalo nanti digodain om2. Saya juga berbusana yang lebih tertutup dari kue dadar gulung supaya aman dan enggak digigit nyamuk :-).

Tempat dugem yg pertama namanya dolphin, sepi dan enggak gratis. Di pintu masuk dimintain 50rb. Berhubung saya dugem ala turis ransel yg hobi gretongan, saya langsung ngacir setelah pura2 liat tempatnya dulu. Nggak ada live band yang main, cuman layar di tembok yg mainin musik dari player. Lame.

Tempat dugem yg kedua namanya scorpion, disini chargenya 25rb. Saya langsung ilfil, dasar pengunjung hemat. Tapi yg ngagetin, ketika mau liat tempatnya saya malah ditanya, mo cari siapa, trus pas lewat pintu masuk ada bapak2 yg nyapa dengan pandangan mesum. Hiiii. Trus di parkir motornya bau pesing. Huek. Anehnya lagi, di ruangan samping bar ada banyak cewek, sekitar 15 orang duduk berjejer dan semuanya pake baju sexy2. Buset dah ini bar apa human trafficking? Saya langsung kabur...

Bar ketiga, setelah hampir menyerah mau minum teh manis anget aja sambil ndengerin radio dan pake minyak kayu putih di rumah, adalah bar yg di dalem gang dengan kanan kiri empang dan suara kodok bersahut2an. Namanya boulevard. Pintu masuknya gratis jadi ini awal yg bagus. Trus nggak lama setelah kita duduk, live music langsung main. Saya cukup puas dengan bar ini, meskipun pas mau pesan minuman, masnya cuman nawarin bir.
Saya bilang, "Ada minuman yang lain?"
Masnya bilang, "Maksudnya sofdrink?" Lhah kalo sofdrink mah kita minum di warung pojok aja.
"Bukan. Maksud saya liquor," Masnya ngeliat saya kayak kepala suku Kamoro pertama kali liat badak bercula satu.
"Eh anu..." Saya berpikir keras cari nama minuman yang terkenal. "Seperti Baileys ato Tia Maria?" Masnya lebih bingung daripada sopir angkot pasar yang tiba2 harus nyanyi di panggung Indonesian Idol.
"Itu lho mas, kayak koktail ato... Vodka?" Saya masih mencoba peruntungan.
"Enggak ada," jawab masnya kalem. Saya mulai mengingatkan diri sendiri kalo Papua memang bukan negara pecahan Rusia.

Birnya mahal, 55rb botol yg kecil! Mula2 band yang main asyik juga karena saya bisa request lagu dan sempet nari2 gembira karna lagu2nya sesuai. Habis itu mereka melayani request meja2 lain juga. Dan astaghfirullah, lagunya lebih mellow dari gugur bunga ato mengheningkan cipta! Ada lagu percintaan ala Indonesia timur juga yg menyayat2 hati yang saya pikir lebih cocok buat upacara penguburan babi ketabrak becak daripada buat bar. Tambah lama, malah tamu2nya yg nyanyi, yg pertama suaranya bagus, jd lumayan bisa didengerin. Dia cuma nyanyi sekali. Tapi tamu selanjutnya suaranya campuran antara air ujan di atap seng ama kucing melahirkan 20 anak ama bajaj yg gak diservis selama 5 taon. Udah gitu dia nyanyi lagi dan lagi dengan gak tahu diri. Kita ngacir pulang demi kesehatan kuping, meskipun waktu itu baru jam 12 malem.

Seharusnya blog ini judulnya bukan Timika tapi mencari bar di Timika. Begitulah ceritanya, dan pulang2 saya makan indomi rebus sambil ngopi. Klise banget sih. Betewe makan tape minum susu kedele, eme neme yauware artinya tiada tuhan selain allah...eh bersama membangun.  Nanti kalau saya ada waktu nganggur lagi akan saya tulis tentang Raja Ampat dan tentang hal-hal gak penting lainnya

Thursday, May 17, 2012

Helen Barbara

Helen Barbara adalah teman yang saya kenal cuma lewat kirim2an kartu pos dan surat. Itupun bisa dibilang saya tidak pernah berkomunikasi secara pada umumnya karena saya tidak bisa membaca apa isi surat dan kartu pos dari dia. Bisa dibilang HB (singkatan dari Helen Barbara) adalah teman saya yang paling unik. Inilah beberapa contoh "surat" dari HB.

Kartu pos dari HB

Kartu natal dari HB
Setiap kali saya mengirim surat atau kartu pos, dia selalu membalas. Bahkan pernah dia mengirimkan 3 kartu pos Selamat Paskah. 

Bagaimana saya bisa kenal dengan HB? Asal mulanya adalah waktu Tika, adik saya sedang jadi relawan setahun di Camphill Holywood, Northern Ireland. Camphill adalah organisasi yang merawat orang2 cacat supaya bisa bekerja dan beraktifitas seperti orang normal. Camphill ada banyak macamnya...dan tempat Tika jadi relawan kebetulan bentuknya adalah cafe/bakery. Tugas Tika di sana adalah kerja di cafe itu, bikin roti dan kue2 serta mendampingi orang cacat yang tinggal di situ. Orang itu adalah HB. HB umurnya mungkin 40 tahun an. Dia bisu tuli tapi dia punya bakat menggambar dan bakatnya itu yang dikembangkan di Camphill.

Suatu hari waktu Tika sedang bersantai bersama HB di hari libur, saya telpon Tika via video chat Yahoo Messenger. Kebetulan HB melihat dan dia pengen ikut2an ngobrol lewat video chat YM. Dia kelihatan senang banget diajak ngobrol walaupun kami sama2 tidak saling mengerti. Suara HB hanya teriakan2 tanpa arti...cit cit cuit gitulah kedengarannya. Saya juga ga bisa bahasa isyarat. Akhirnya cuma saling senyum2 dan melambaikan tangan. HB waktu itu sedang menggambar foto dia waktu liburan musim panas. Saya bilang ke Tika mau ga HB melukis foto saya. Tika bilang ke HB pakai bahasa isyarat dan HB nya mau. Saya cukup mengirimkan foto saya. Setelah berminggu2 akhirnya datanglah lukisan dari HB.......bagaimana??? Mirip tidak???



Ini foto aslinya...


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ini adalah lukisan HB....jreng 1234567x....siap2 surprise!!!!


Thanks HB for the cutest painting hehehehe


Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p