Showing posts with label ngerumpi. Show all posts
Showing posts with label ngerumpi. Show all posts

Saturday, February 15, 2014

Kejadian Aneh Season 2

My piece of Australia
Blog ini hampir setahun jualan anggur dan kentang secara tidak pernah ada tulisan produktif..kasian ya sepertinya sudah lumutan untung belum expired. Secara hari ini saya baru mendapat kabar gembira, saya langsung semangat 4567 buat bercerita.Tiga tahun yang lalu saya pernah menulis artikel berjudul Kejadian Aneh yang happy ending. Hari ini saya baru mengalami lagi kejadian aneh yang belum tamat..baru mendekati happy ending. Begini kisahnyaa....

Saya dan Petter, suami saya sering mendiskusikan tentang keinginan2 kami di masa depan..di antaranya ingin keliling dunia, punya pasif income, ga perlu kerja tapi dapat duit dan masih banyak lagi yang kalau mami saya dengar pasti saya dibilang muluk2. Padahal saya sudah sering bilang ke mami Nothing is impossible (ora ono seng ora mungkin) kalau Tuhan berkenan dan kita berusaha. Salah satu keinginan saya yang sudah terkabul walaupun dulu sempat dibilang muluk2 oleh mami adalah bisa tinggal di luar negeri..Puji Tuhan.

Nah tahun lalu Petter bilang kalau dia ingin banget punya rumah..dari dulu ding dia selalu ingin punya rumah karena menurut dia ngekost dan ngontrak itu najis (HBS alias hiperbola sekali) karena bikin kaya yang punya kontrakan. Saya sempet tersinggung juga sih karena mami saya juga masih ngontrak..dulu punya rumah tapi ditipu sodaranya dan rumah disita bank. Namun itu ceritanya panjang dan lebar dan sudah di masa lalu tak usah disesali.  Btw saya nulis artikel ini sambil mendengarkan lagu OST drama korea My love from another star tentang alien yang jatuh cinta sama manusia padahal kalau mereka kissing, aliennya langsung meriang.

Kembali lagi ke laptopnya si Tukul, Petter bilang ingin punya rumah tapi apa daya kami masih banyak tanggungan dan rasanya kok tidak mungkin bisa segera punya rumah. Namun saya bilang, kita pasti bisa punya rumah dalam waktu 2 tahun. Petter tanya gimana caranya, saya bilang tidak tahu gimana tapi pasti bisa. Buat referensi, harga rumah di sekitar sini paling murah sekitar 3 M. Dpnya juga paling sedikit 5% alias 150jt. Dari mana duit segitu, mobil aja masih belum lunas.

Kami berpikir mungkin kami harus mencari kerjaan lebih baik. Sekarang saya masih kerja di panti jompo merawat orang tua dan kerja di dapurnya. Petter kerja di pabrik plastik dan restoran Malaysia yang sering telat gajinya.Dulu di Jakarta kami kerja di bidang Akuntansi namun di oz ini kami ga laku karena mereka mengutamakan lulusan lokal yang belum tentu lebih pintar sebenernya. Demi mendapatkan pengalaman lokal di bidang Akuntansi, kami mencari2 info internship or kursus akuntansi. Hampir ketipu lho sama orang pertama yang bilang kursus dia bagus bla bla bla ternyata tidak meyakinkan.

Puji Tuhan lagi kami menemukan tempat kursus dan internship yang terpercaya. Kami pun daftar ke kursus tersebut sampai sekarang belum selesai. Sambil ikut kursus, kami juga berusaha melemar kerja di bidang accounting lewat internet. Sudah banyak kami mengirim lamaran, dan cv nya pun sudah diperbaiki formatnya oleh guru kursus kami. Namun sampai sekarang kami belum juga mendapatkan pekerjaan. Kami sempat berpikir kenapa ya kok kami belum juga mendapatkan kerja kantoran. Selama ini kami berdoa semoga diberi pekerjaan yang lebih baik. Kami bertanya2 apa rencana Tuhan kenapa Dia berpikir pekerjaan kami saat ini adalah yang terbaik padahal Petter sudah mulai sakit tangannya karena sering angkat2 di pabrik dan saya sudah mulai bosan menghadapi beberapa kakek nenek yang bawel.

Suatu hari tidak biasanya saya kerja berpasangan dengan staff bernama Lu. Biasanya dia kerja sore hari namun hari itu dia kerja pagi bersana saya. Saya iseng bertanya rumah dia dimana, kalau beli rumah bagusnya di daerah mana, dll. Singkat cerita dia mengenalkan saya kepada temannya yang bekerja jadi marketing perumahan bernama Fe. Saya menelpon Fe beberapa hari kemudian dan dia menyuruh saya menelpon Da, seorang mortgage broker alias agen KPR di sini. Da bertanya berapa gaji saya dan Petter, berapa tabungan kami dll. Waktu itu kami tidak punya tabungan yang cukup. Namun Da bilang dia bisa bantu kalau kami memutuskan membeli House and Land Package alias membeli tanah kosong lalu bangun rumah supaya bisa mendapatkan bonus First Home Buyer dari pemerintah OZ sebesar AUD 10000 yang bisa buat membantu bayar2 pajak dllnya. Dan kami bisa mendapatkan pinjaman untuk harga rumah dan tanah sebesar AUD 320000. Karena DP nya 5%, kami harus punya uang AUD 15000. Tapi kami belum punya uang segitu. Kami cuma punya uang 5000. Long story short, Daniel bilang kami bisa beli rumah 6 bulan lagi kalau selama itu kami menabung dan selama 6 bln itu Fe bisa mencarikan rumah dan tanah yang masuk dalam budget kami.

Secara Fe itu marketing, dia semangat banget mencarikan tanah buat kami. Kami bilang uang kami belum cukup. Dia bilang jangan kuatir karena kontraktor tukang bangun rumah tempat dia kerja bisa membantu. Jadi Fe berhasil mencarikan tanah buat kami dan total termasuk rumah harganya 322000. Setelah dihitung2 budgetnya, kami masih kurang uang 10000 an. yang 5rb dpt pinjaman dari adik yang kebetulan banget lagi kerja di sini. kurang 5000 lagi gimana. Kami sudah desperado juga nih jangan2 memang bukan rejeki kami. Kami berdoa terus kalau memang Tuhan berkenan buat kami membeli rumah semoga dibukakan jalan. Fe juga banyak membantu berdiskusi dengan bosnya. Jadi bosnya bisa membantu solusinya. Singkat cerita untuk masalah deposit 5% bisa terpecahkan. Tinggal menunggu KPR nya disetujui atau tidak. Akhirnyaa..jreng 1234567 Selasa kemarin Da kasih kabar bahwa KPr kami disetujui dan hari ini kami tanda tangan dokumen KPRnya. Kalau semua lancar, rumah kami bisa selesai dibangun Desember tahun ini. Perjalanan masih panjang dan masih harus berjuang untuk mengumpulkan uang buat bayar cicilan...

Hore..hore..hore..kesimpulan yang kami dapat dari pengalaman ini adalah:
- Berdoa dan berusahalah..biar Tuhan yang menentukan hasilnya
- Tuhan bekerja lewat cara2 yang aneh...dan keliatan seperti kebetulan yaitu ketika tiba2 saya bisa kerja sama Lu
-Kalau merasa pekerjaan yang sekarang itu kurang baik..pasti ada maksud kenapa Tuhan mau kita tetap bekerja di situ...mungkin karena pekerjaan itu yang terbaik untuk saat ini...Coba saya dan Petter pindah kerja sekarang pasti KPR nya belum tentu disetujui secara kami harus minimal berapa tahun bekerja di tempat yang sama.

Cerita ini belum tamat...kalau rumahnya sudah jadi dan kami sudah pindah di sana nanti saya sambung lagi ya.

Monday, March 22, 2010

Pembicaraan di sore hari

Saya adalah semi pengangguran yang bahagia dan menatap masa depan dengan penuh harapan. Jadi apa yang saya lakukan di sore hari yang cerah sehabis hujan di Semarang? Bukan, bukan nyapu halaman sambil kasih makan ayam. Saya minum teh sambil ngobrol bersama teman. Tapi, jangan bayangkan saya duduk di kafe yang berAC dengan wireless dan TV plasma yang acaranya fashion TV mulu dengan latar belakang lagunya Enya yang diputar berulang-ulang. Boleh dibilang saya punya selera (bagi saya murah meriah termasuk selera). Saya suka makan jagung bakar, minum teh dan bicara mulai dari politik (berapa prosen pemerintah akan menaikkan gaji PNS dalam 10 tahun ke depan? Halah ini mah ngarep, bukan masalah politik) sampai meteorologi dan geofisika (kenapa di Semarang sering hujan sore-sore? Hehe. Bukan pertanyaan yang rumit-rumit banget kan ya?). Intinya sih, apalagi kalo bukan bicara tentang keseharian dan masa depan bagi cewek-cewek lajang semacam kita ini?

Saya tidak menggarisbawahi kata lajang. Bagi saya nggak ada bedanya pikiran orang yang berumah tangga ataupun single, kalo cara pikirnya sama. Saya sama sekali bukan tipe 'cewek metropop' yang bersepatu tumit tinggi, bicara muncrat-muncrat tentang karir dan memandang rendah ibu-ibu yang bawa sekeranjang bayi (maksud saya, bayi dalam keranjang, bayinya gak banyak-banyak amat, bukan sekeranjang besar. Kecuali kalo hari itu bertepatan dengan Pekan Imunisasi Nasional). Saya orang yang beranggapan bahwa semua orang punya masanya sendiri-sendiri dan kita menikmati semuanya itu dengan sepenuh hati. Tapi memang susah dipungkiri bahwa pembicaraan saya dan sohib saya yang lajang, calon dokter spesialis kulit dan kelamin, hidup dari penghasilan sendiri dan hobi dari jalan-jalan sampe main gundu tentu beda dengan pembicaraan saya dengan mama saya, misalnya. Biasanya pembicaraaan kami lebih nggak bermutu, karena kamu selalu pakai kata, "Seandainya" atau "Kalau aku nanti..." alias idealisme yang tidak nyata. Konkritnya, waktu ada anak kecil di sebelah kami menangis meraung-raung hanya gara-gara minta sesuatu padahal semua orang sedang ngantri, kami tidak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar negatif.

"Dasar anak kebiasaan dimanja," celetuk sohib saya.
"Kalau aku nanti punya anak, aku akan biarkan saja anak yang kaya gitu. Nggak bakalan aku kabulkan permintaannya. Supaya dia tahu itu bukan cara yang benar untuk meminta," kata saya (perhatikan kalimat pengandaian pertama).
"Kalau kamu nikah nanti jangan sama Cina totok," tambah teman saya dengan agak tidak nyambung (perhatikan pengandaian lagi yang ada di sini) "Liat, matanya bakal kecil kaya gitu," katanya sambil menunjuk si anak yang meraung-raung. Teman saya emang rasis, berhubung dia Batak. Ha-ha. *Lihat siapa yang bicara sekarang?*
"Aku jelas nggak akan suka sama Cina totok. Cukup papaku aja, pelitnya minta ampun,"
"Iya, tapi keluargamu lebih senang kan kalo kamu dapet Cina?"
Saya ketawa.
"Untungnya nggak nikah dini itu, orang tua jadi lebih membebaskan pilihan kita. Daripada nggak nikah-nikah,"
"Betul juga," sohib memangut-mangut, "Orang tuaku sampai kasih insentif supaya aku cepet nikah,"
"Wah beneran??? Pasang iklan baris di koran aja biar dananya turun" sahut saya girang (otak pegawai negri)
"Sialan. Masalahnya cuman aku belum bisa memilih, bukannya kekurangan stok," sambar sohib.
Saya tersenyum mahfum. Sohib saya, seperti layaknya residen kulit yang identik dengan kecantikan, sangat jauh dari kesan tidak menarik. Dalam jarak sepuluh meter dia bisa menarik dari tambang sampai serangga dan benda-benda logam (emangnya Magneto?). Apalagi manusia.
"Betul. Dapat orang tua yang kaya papahku itu takdir. Tapi siapa yang kita nikahi itu pilihan," jawab saya sok diplomatis.
"Like this," jawab sohib saya sambil menyeruput teh manis.

Sulitnya jadi orang seperti saya dan sohib adalah: digodain abis sama mas-mas gak jelas homo atau manusia dan jelas tidak berkualitas ekspor non migas. Saya sama sekali nggak tahu apa yang ada dalam batok kepala mereka yang jarang bersinggungan dengan ilmu pengetahuan apalagi tata krama. Kalau kita jalan, kita dianggap unggas (dicuit-cuit), kalau kita naik sepeda, kita diklakson keras dari belakang lalu diliatin dengan mupeng begitu nyalip kita dari samping, kalo kita naik motor, direpet dan disenyumin mesum. Sebagai informasi, saya selalu pake celana panjang selutut dan kaos kegedean minimal dua nomor. Saya dan sohib mempertimbangkan untuk berbusana ala taliban yang kliatan matanya doang, tapi berhubung baju macam begitu bisa masuk ke roda dan bikin kami kesrimpet, kami pun menunda rencana brilian tersebut.

Berhubung tidak ingin merusak suasana sore hari saya yang cerah ceria dengan membicarakan mas-mas kurang kerjaan, saya lebih baik memikirkan hidup saya sendiri yang penuh kejutan. Jagung bakar kami datang.
"Apa rencanamu akhir pekan ini?" tanya saya pada sohib.
"Karimun Jawa, dari pelabuhan Tanjung Mas jam 8.30. Pulang Minggu siang, jam 14.00. Ikut?"
"Jelas!"
"Like this," jawab sohib saya sambil menggerogoti jagung bakar manis yang menteganya menetes-netes.

Tuesday, November 17, 2009

Balada Kos-kosan

Berhubung ortu saya tinggal di desa Limpung yang sangat tercinta (ah, jangan terlalu percaya sama google map), saya akhirnya nge-kos untuk cari pekerjaan di kota terdekat. Soalnya di kampung pilihan kerjaannya seputar jadi bakul emping, juragan lele dumbo atau guru SD inpres terpadu. Berhubung pilihan-pilihan tersebut tidak sesuai dengan bakat/minat saya (saya nggak berjiwa dagang, takut sama lele dumbo kecuali udah dibikin pecel dan nggak hobi upacara bendera atau ngatur jadwal piket mingguan), saya pun berurbanisasilah.

Cari kos di Semarang sama sekali gak susah, karena dulu saya kuliah juga di Semarang, jadi cepet banget dapet info tentang mana kos-kosan yang kosong dari adek-adek kelas. Istilahnya banyak koneksi gitu (iya, nge-kos pun harus pake koneksi dong biar terjamin, nggak cuman kerjaan). Singkat cerita, saya pun kembali ke kos-kosan saya jaman kuliah dulu karena temen-temen kosnya asyik-asyik. Dulu, kita hobi berat traktiran makan tiap kali ada yang ultah *setelah malem sebelumnya si ultah dilemparin telur ama makanan basi dari kulkas, norak banget deh kelakuan ABGnya*. Atau karaoke bareng. Atau patungan keanggotaan berenang bareng, keanggotaan sewa DVD bareng, atau sewa komik juga bareng-bareng. Jadi nggak aneh kalo kartu anggotanya satu tapi yang berenang tampangnya ganti-ganti, pasangannya juga ganti-ganti (omong-omong tentang berganti-ganti pasangan nih). Soalnya keanggotaannya buat 2 orang. Trus setelah setahun ada gratis nginep di hotel 1 malem, kita santronin tuh kamar hotel rame-rame bersebelas (sarapan paginya diundi). Trus kalo ada yang nagih DVD ato komik yang belom dibalikin, pasti bakal terjadi saling tuduh dan saling periksa kamar. Soalnya yang pinjem siapa, yang baca/nonton siapa kadang bisa bervariasi. Setres deh mas tukang rentalnya. Jangan tanya juga siapa suara paling cempreng waktu karaoke. Waktu nunggu giliran kamar mandi aja kita bisa mendadak mules kalo cewek yang satu ini nyanyi sambil mandi.*Demi kesetiakawanan, nama oknum tidak saya sebut.* Tapi kita tetep nggak kapok karaokean bareng, karena cewek cempreng (CC) ini bikin kita semua serasa biduanita. Begitulah gambaran singkat kos-kosan saya jaman dahulu kala.

Tapi sekarang jaman sudah berubah *buset dah, gaya omongan udah kaya kakek-kakek pejuang kemerdekaan*. Adek-adek kos sudah pada jadi koass atau dokter, jadi kegiatannya sendiri-sendiri. Kos yang biasanya rame kaya pasar kaget tiba-tiba sunyi senyap kaya
Chernobyl waktu reaktor nuklirnya meledak. Belum lagi yang pada sudah punya pacar *sumprit, nggak sirik, cuman kesepian aja. Kapan waktu nongkrong bareng temennya?*. Mau ngajakin makan juga pada sibuk jaga atau pada belajar buat ujian. Salah saya sendiri juga. Saya satu-satunya orang di kos yang semi pengangguran. Nggak sekolah, cuman kerja paro waktu sambil nungguin pengumuman dan pelatihan. Jadi saya cuman kerja dari jam 10 pagi sampai jam 1 siang. Sisanya? Ya pengennya sih ngerumpi ama teman-teman lama, jalan-jalan ke mall ama temen kost, makan-makan ato karaokean. Tapi kenapa ya semua orang sibuk? Jangan-jangan cuman saya yang kurang kerjaan...

Saya pun jadi agak sebel sama kos-kosan. Pertama, ya masalah sepi tadi. Kedua, waktu pindah kos pun, kamarnya belum diberesin karena yang punya dulu lagi stase Bedah ("Aduh maap Mbak, lagi sibuk banget, minta tolong pembantu kos aja buat bersihin,"). Tapi saya butuh kamar sekarang. Walhasil saya pindahin barang-barang temen dengan paksa dan dengan tidak hormat (hehe) lalu saya bersihkan kamar itu supaya barang-barang saya bisa masuk malam itu juga. Karena kamar itu sudah dibiarkan kosong selama berbulan-bulan, debu menumpuk sampai bisa ditanami kacang panjang. Saya pun membersihkan semua sudutnya, menyapu dan pel semua permukaan yang rata-rata berdebu tiga sentian (buset ini kamar apa bekas ledakan gunung berapi sih?). Setelah berhasil mendiami kamar tersebut, masalah lain muncul: mobilitas. Saya sempet naik sepeda, tapi beneran deh, Semarang jadi sepanas gurun Arab (sebenarnya sih, saya belom pernah benar2 ke sana) sehingga nggenjot sepeda bisa bikin pingsan mendadak karena hipertermia-kepanasan. Kadang saya pikir kita bisa bikin mi kuah cuma dengan merendam indomi dalam air taruh di jalan.

Saya adalah penunggang motor Kymco matic sejak sepuluh tahun yang lalu. Jadi, saya jelas nggak hafal jalur angkot dan bis kota di Semarang. Hidup saya terasa belum lengkap tanpa motor. Emang bisa saja sih ke RS jalan kaki. Tapi kalo pingin keluar makan, ke dokter gigi, ke bioskop, mall ato ambil ATM kan susah kalo nggak ada motor. Masa mau beli aqua aja harus naik taksi? Makanya waktu saya ada waktu hari Sabtu kemarin saya buru-buru bikin SIM C (SIM C saya kedaluwarsa 2 tahun yang lalu) dan dengan semangat reformasi menggotong Kymco saya ke Semarang. Tapi sampainya di Semarang, jreng2345x...garasi kos-kosan dihuni mobil salah satu temen kos dan kuncinya dibawa! Jadi muncullah masalah ketiga, tidak ada tempat untuk motor Kymco saya tercinta! Motor temen lain dimasukin ke ruang tamu pake ramp dari kayu yang di pasang di deket pintu depan. Tapi cara ini nggak mempan untuk Kymco. Desainnya yang pendek bikin waktu dinaikin malah nyangkut sehingga motor saya nggak bisa naik nggak bisa turun. Padahal waktu itu sudah malem (saya sudah mikir bakal susah jadi rencana semula mau saya parkir di depan kos saja. Tapi temen saya bilang kalau cara itu sama sekali gak aman). Jadi malam itu saya dibantu temen ngangkat-ngangkat pantat motor yang segede gaban bak maling yang tidak profesional. Saran temen kos sih, ramp-nya dipindahin ke tempat yang lebih luas supaya lebih gampang. Saya pikir sarannya masuk akal. Paginya, motor itu mau saya turunin dan ramp-nya sudah saya pindahin. Tapi apa daya, waktu turun pun: jeglek, gruk gruuk gruuuk. Nyangkut juga. Sekarang motor saya kembali pada posisi semalam, bedanya sekarang hadap ke bawah. Saya sampe telat datang ke tempat kerja karena alhasil saya terpaksa jalan kaki, setelah susah payah ngangkat kepala motor untuk dibalikin ke posisi semula di ruang tamu. Sekali lagi saja saya begini, pasti saya udah kekar banget otot deltoidnya. Lupakan barbel.

Jadilah saya berangkat kerja hari itu dengan misuh-misuh. Telat ngantor, nggak sarapan malah keringetan. Saya sampe mikir mau pindah kos. Untungnya temen yang punya mobil sudah mau pindah karena lulus (bukan karena saya usir kok). Masalah keempat, nggak ada tanaman sedaunpun. Berhubung nggak ada yang ngerawat halaman, semua tanaman mati dan akhirnya halaman itu ditegel semua. Panasnya minta ampun. Yang lain pada nggak peduli dan tinggal pasang AC. Nah rencana saya sih mo nanem pohon mangga ato lamtoro gung, suapaya kita bisa duduk-duduk di depan rumah tanpa jadi mie rebus. Itung-itung penghijauan. Semoga aja nggak ditegur pak RT (harusnya malah jadi contoh ya).

Sekarang saya mulai menjalankan rencana pemecahan masalah *walah, pake diagnosis banding segala gak nih?*. Pertama, duplikat kunci garasi, biar bisa nyelipin motor di belakang mobil. Kedua, beli tanaman dalam pot (OK, bukan lamtoro gung). Ketiga, bikin janji ama temen seminggu sebelumnya, dengan teman yang berbeda-beda (disesuaikan sama jadwal jaga mereka) sehingga tiap saat saya punya temen jalan. Keempat, mungkin sudah saatnya saya kerja beneran!

Wednesday, October 7, 2009

Kecanduan Facebook, Amankah?

Sudah lumayan lama sejak facebook, messenger dan twitter jadi sangat populer di negeri ini. Sejak itu semua HP jadi berfitur internet, ditambah lagi dengan booming blackberry (atau yellow duren?=p. Jayusnya kumat) yang makin menguatkan kebutuhan akan jaringan dunia maya di sekitar kita. Saya bahkan yakin 99% teman-teman saya, dari orok(?), TK, SD, SMP, SMU, kuliah dan sampai sekarang, punya akun facebook. Kalau saya bisa agak gaul sedikit, saya percaya akan punya tujuh ratus sekian teman di facebook (benar-benar teman atau??! Agak disangsikan sih).

Kesibukan orang tiap hari jadi buka HP dan onlen. Perbarui status tiap beberapa detik, oh maaf ini hiperbola, maksud saya tiap beberapa menit=D. Saya jadi mulai merasakan kecanduan. Kalau tidak terhubung ke internet dalam beberapa hari rasanya gatel-gatel, panas dingin dan gejala-gejala gangguan pencernaan yang lain (perut kembung, sering kentut dan laper=p). Dan begitu buka facebook saya akan melihat
notifications yang jumlahnya puluhan. Home saya penuh dengan status teman-teman yang berubah tiap kali saya balik ke halaman itu. Selama saya nulis blog ini pun, bisa dipastikan sudah sekitar 10an teman saya yang memperbarui statusnya. Ini kaya fenomena Skype (tertulis: 11,488,982 people online, tiap kali saya buka angkanya selalu berkisar segitu digit). Saya tidak pernah buka forum chat, soalnya saya selalu kewalahan. Bukannya saya populer atau banyak utang *hihi*. Saya cuma sekedar gaptek. Dulu waktu pertama kali terdaftar di Facebook, kira-kira dua setengah tahun yang lalu (astaga, itu kan belum lama ya, jaman cepat sekali berubah!*komentar emak-emak banget sih*), Facebook belum sepopuler sekarang. Waktu itu masih jamannya Friendster. Teman saya di facebook cuman beberapa puluh saja dan saya masih mendapatkan email setiap kali ada perubahan di facebook.

"John Doe confirmed you as a friend on Facebook,"
"Jane Doe commented on your wall post,"
"Mr. Joko something (bukan sembung, catet!) is no longer listed as single,"
"Ms. Siti something added you a a friend on Facebook,"
"Miss Tuti Astuti Teliti Melati Mewangi Sepanjang Hari wrote on your wall,"

Saat itu tiap komentar, perubahan status dan bahkan superwall *ya ampun tuh aplikasi sudah nggak pernah saya tengok lagi, isinya melulu sampah* masih saya lihat, baca dan tanggapi. Karena teman saya masih sedikit dan kebanyakan orang-orang yang benar-benar saya kenal, tapi susah dijangkau karena alasan jarak, waktu atau perbedaan hemisfer. Tapi sekarang? Saking banyaknya yang komentar dan memperbarui status, saya memindahkan semua email dari facebook ke spam. Harus saya akui, surat beneran saya kan nggak sebanyak sampahnya jadi sekarang saya agak kesepian karena inbox saya kosong (ngecek inbox juga tiap lima menit. Siapa juga yang mau email saya segitu sering? Tukang kredit, tukang jualan asuransi, atau tukang tagih rekening bulanan mungkin?). Tapi intinya, saya jadi tidak seantusias dulu membaca perubahan di facebook. Bagaimana tidak, isinya kebanyakan yang beginian melulu:
"malam minggu ini sendiri, kangen dirimu deh..."
"Cepat pulang, ya sayang..."
"Lagi di...." *sangat spesifik sehingga bisa diupdate cepat, misalnya WC, pintu masuk, lift atau ruang tunggu. Jadi bukan di Jawa, di Indonesia, atau di planet bumi/dunia, gitu kan nggak bakalan diupdate karena nggak pindah-pindah*
"ahhhhh...capek..." dengan variasi "Hufff capeknyaaaaa", "ih cape deh", "lelah...capek...habis xxx"*ini maksudnya urusan pribadi si empunya facebook, entah itu nimba, nyangkul ato nyuci*, "Feel tired" "Pijat capek tenaga pria" *eh salah, kalo ini iklan tukang pijet*.
"Sebentar lagi..." "Nggak sabar untuk..." "H-sekian" "Aduh kapan ya...?"
"Wish me luck" "Semangaaaat!!!!" "Terima kasih" "Akhirnya..."
De el el, De es be. Bukannya saya bilang ini semua nggak penting, yah terserah kan mau nulis status apa. Tapi yang baca kan jadi nggak semangat mencet page roll down. Memang ada sih status yang lucu, menarik, atau memberi info penting (kadang malah jadi iklan baris: dibutuhkan cpt. S1/D3skrtrs. hubHPxxx. gaji nego). Tapi pada umumnya saya bilang sih itu kebanjiran informasi.

Sisi lain dari fenomena Facebook adalah, saya jadi jarang bicara langsung dengan orangnya. Tinggal lihat status facebook, begitu katanya. Saya sebenarnya cukup bersemangat waktu mau ketemu teman lama jaman SD dulu. Tapi begitu udah saling add friend di facebook, malah jadi mati gaya karena nggak ada bahan pembicaraan. Kan saya udah tahu kalo dia sekarang anaknya tiga, kerja di perusaaan swasta dan istrinya orang Sunda. Jadi apa pertanyaan untuk memecah kekakuan (ice-breaker)? Masak langsung nanya, "jadi hubunganmu dengan kakak mertua bagaimana?" hanya karena info ini tidak tersedia di facebook. Saya masih menikmati surat pribadi yang personal, yang bisa bicara dari hati ke hati. Memang sih resikonya saya nggak bisa berbagi dengan empat ratus sekian orang (kaya jumlah teman saya di facebook). Tapi itu lebih manusiawi. Yang paling saya hargai adalah surat betulan dari kantor pos (hayo, pasti ada yang ke kantor pos terakhir kali cuman buat ambil gaji PTT doang), lalu email dan sisanya messages di tempat-tempat lain yang tidak dibaca oleh semua orang. Bukannya saya tidak suka kalau ada yang menulisi wall saya, saya cuma bilang ini prioritasnya. Kadang, saya merasa facebook itu kurang personal dan kaya pasar rumpi ibu-ibu RT saja. Belum lagi kalau diantara teman-teman itu ada yang mantan pacar, pacarnya mantan, mantan gebetan, mantan penggemar, mantan pemain sepakbola *ini intruder*. Kadang saya merasa tidak nyaman karena info kita dibeber habis. Bukan karena saya bermasalah atau apa, hanya saja ada hal-hal tertentu yang saya tidak ingin diintip orang. Tapi ini agak susah sekarang karena kita terbuka untuk ratusan orang teman kita di manapun berada lewat facebook. Cobalah google nama kita. Daftar teratasnya biasanya akun facebook (100% kecocokan). Makanya ada banyak orang tidak mendaftar dengan nama aslinya, ini saya juga mengerti. Sejujurnya, profil facebook saya bukanlah CV terbaik saya. Tapi tentu saja kita nggak ingin berlaku jaim di depan teman-teman terdekat kita. Paling menjelaskan masalah ini adalah foto.

Foto yang diupload teman-teman kita jadi seperti portofolio kita. Padahal foto ini tidak selamanya adalah gambar yang paling ingin kita perlihatkan ke orang lain. Dulu saya mengupload foto sebagai alat untuk berbagi pada teman dan keluarga saya di rumah waktu saya sering bepergian. Tapi sejak facebook sangat marak, saya sering mendapati diri saya di-tag dalam pose yang enggak banget (e.g. ngupil, garuk-garuk, melongo, ngesot). Kalo saya remove tag kadang keliatan nggak asyik banget, I look so vain. Dianggap jaim lagi. Tapi ya itulah, jadi banyak foto haha-hihi yang menghiasi halaman facebook. Kadang itu menghibur, kadang kasian aja sama yang buka halaman saya. Orang saya aja bosen liat muka saya sendiri kok. Saya ingin foto saya itu ada ceritanya, foto yang eventful. Bukannya sok national geographic; hal-hal sepele di sekitar saya juga bisa jadi menarik kalau ada cerita dibaliknya. Misalnya waktu saya melihat kepompong yang baru keluar kupu-kupunya di tangkai pohon mawar. Saya belum pernah melihat ini secara nyata dan langsung, jadi saya senang sekali. Langsung ambil kamera. Tapi kalo foto sampai sepuluh kali pas makan-makan atau kondangan dengan orang-orang yang sama cuma ganti gaya? Maaf ya temen-temen *saya tahu kalian juga jarang baca blog kecuali saya paksa haha* tapi saya agak malu waktu foto ini diupload semua di facebook. Dan saya di tag sepuluh kali. Gigi saya sampai kering. Saya mungkin punya aura selebritis sehingga pada seneng foto-foto sama saya (asli model Trubus).

Jadi, kembali ke masalah kecanduan, apakah baik kita stay tune di facebook atau twitter? Biar langsung ketahuan kalo kita tiba-tiba diculik teroris/alien? Saya nggak mau menghakimi dondong opo salak, bener atau salah. Lha orang saya juga kecanduan blog. Saya bisa menghabiskan berjam-jam baca-baca blog atau surfing di depan layar 12" laptop saya! *saya bener-bener butuh pekerjaan sungguhan nih, segera!* Yang saya pingin bilang itu jangan lupa pada kehidupan nyata. Jangan lupa pentingnya ketemu muka, bicara dan tatap mata. Dan tetap sisihkan untuk menikmati waktu buat diri sendiri. Bagi saya ini penting. Soalnya saya gampang terbawa suasana. Terakhir, kalau ngenet jangan cuma update status di facebook saja. Masih banyak hal lain yang menarik atau mungkin malah berguna. Seperti misalnya cari tiket murah atau ngumpulin resep masakan nusantara *mental ibu RT* Facebook memang membantu juga, tapi kehidupan sosial kita tidak terbatas cuma di dunia maya.

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p