Wednesday, December 29, 2010

Salah Makan jadi Salah Obat ?????


Ternyata sudah melakukan pekerjaan yang sama selama bertahun-tahun tidak menjamin seseorang menjadi semakin ahli dalam pekerjaannya. Tentu saja ada beberapa sebab entah dia kurang mengikuti perkembangan jaman atau dia yang malas mempelajari hal-hal baru. Contohnya ada seorang karyawan yang sudah bertahun2 berada di suatu posisi dan tidak mau dipindah ke posisi lain karena dia sudah nyaman dengan pekerjaan yang sekarang. Kalau dipikir secara logika, seharusnya dia semakin lama akan semakin cepat dalam mengerjakan pekerjaannya. Tapi yang terjadi sebaliknya, di saat rekan kerjanya sudah  menggunakan cara baru yang terkomputerisasi, dia masih menggunakan cara2 dia yang sudah kuno. Mungkin dahulu kala cara dia itu yang terbaik, sekarang belum tentu.
Mami saya mengalami hal yang sama beberapa hari yang lalu. Mami 3 hari sebelum Natal merasa tidak enak badan. Dia mual2 dan muntah kalau ada makanan masuk ke perut sepertinya karena malamnya makan sayur asam yang rada basi di warung nasi penyet. Selain itu dia juga demam dan lemas. Mami punya riwayat penyakit tekanan darah tinggi (tapi sekarang sudah normal) dan terakhir medical check up ketahuan bahwa kadar kolesterol dan trigliserida mami lumayan tinggi. Saya sudah menyuruh mami ke dokter tapi dia tidak mau. Alhasil pada hari Natal penyakitnya tambah parah, mami hampir tidak bisa makan karena habis makan selalu muntah. Karena hari libur jadi dokter spesialis tidak ada yang praktek.
Maka pergilah Mami bersama adik saya ke salah satu rumah sakit di kota Y (disamarkan karena saya takut dituduh mencemarkan nama baik rumah sakit dan masuk penjara seperti seseorang yang inisialnya P) ke bagian UGD. Di sana mami diperiksa oleh dokter umum yang sudah tua (tidak mendiskriminasi orang tua lho). Mami menyebutkan gejala2nya dan dokter itu pun memberikan resep obat ( yang saya cek di Wikipedia itu adalah obat mual, obat demam, antibiotik dan obat kolesterol yang harganya mahal). Mami juga disuruh cek darah takutnya demam berdarah atau tipes dan hasilnya normal. Periksa ke UGD aja sudah menghabiskan hampir 700rb rupiah. Sampai hari senin keadaan mami belum membaik juga alias masih mual2 dan ga bisa makan. Trus kaki mami juga bengkak.
Terpaksa mami periksa lagi ke dokter spesialis penyakit dalam (yang masih muda dan katanya sih ganteng mirip pemeran di suami2 takut istri yang pakai kaca mata). Kata dokter itu antibiotiknya seharusnya tidak perlu karena bikin tambah mual. Yang lebih bikin tercengang adalah obat kolesterolnya kata dokter jangan diminum lagi karena bikin saraf bengkak. Untungnya dokter yang ini baik jadi obat kolesterol yang mahal dan bikin saraf bengkak itu boleh dikembalikan ke rumah sakit. Herannya…kenapa dokter umum yang di UGD itu kasih obat sembarangan Cuma berdasarkan permintaan mami yang mengaku kolesterol tinggi langsung dikasih obat kolesterol. Mbok ya dicek dulu kolesterolnya emang benar2 tinggi atau nggak. Memang waktu medical check up kolesterol mami tinggi tetapi sudah sempat minum obat kolesterol dari dokter lain sebulan lebih.
Setelah dari dokter penyakit dalam, penyakit pencernaan mami sembuh…muncullah penyakit baru yaitu kaki mami bengkak dan panas. Berarti terbukti kata2 dokter penyakit dalam kalau obat kolesterol itu menyebabkan saraf bengkak. Hari ini mami periksa ke dokter spesialis saraf untuk mengetahui ada apa dengan kakinya yang bengkak.Kesimpulannya…tadinya mami Cuma sakit pencernaan aja keliatannya karena salah makan namun malah terkena penyakit yang lain gara2 salah obat. Siapa yang akan bertanggung jawab…T-T
Saya sempat search di mbak google dan menemukan artikel tentang obat kolesterol itu di Wikipedia(http://en.wikipedia.org/wiki/Gemfibrozil) yang menyebutkan kalau efek sampingnya adalah:

Nontherapeutic effects and toxicities

  • gastrointestinal distress (sudah tahu mami sakit pencernaan malah dikasih obat ini)
  • Musculoskeletal pain (terbukti kakinya bengkak dan sakit)
Semoga mami bisa cepat sembuh aja deh harapan saya….dan pesan kepada dokter tua yang di UGD RS di kota Y…tolong lain kali pikir2 dulu sebelum kasih obat ke pasien.

NB: Foto makanan di atas diambil oleh saya sendiri jadi tidak perlu hak cipta ya...itu untuk melambangkan makanan pedas yang bikin sakit perut.

Tuesday, December 28, 2010

Selamat Natal, Profesor

Di lingkungan kerja saya, memberi selamat sepertinya bukan lagi ucapan yang berarti, melainkan suatu norma kesopanan. Masak nggak ngirim kartu sama senior di hari raya? Seorang teman saya selalu mborong kartu ucapan baik itu lebaran maupun natal.  Banyak sekali. Sampai dia minta bantuan saya buat nulisin. Lho? Soalnya, kartu itu bukan dari keinginannya sendiri. Kartu itu keharusan, biar nggak dibilang kurang ajar. Tradisi di tempat kerjanya adalah junior mengirim kartu ucapan pada semua senior, tanpa kecuali. Akrab maupun tidak. Benar-benar kenal maupun yang namanya nggak yakin siapa. Kadang-kadang, karena saking tidak tahunya mau bilang apa, kartu itu cuman ditanda tangani. Macam kuitansi saja.

Saya tahu, ada kalanya kartu ucapan bersifat formalitas. Suatu perusahaan (termasuk bank, asuransi, toko, organisasi) mengirim kartu ucapan pada klien. Ini wajar. Karena perusahaan ingin tetap menjalin hubungan dagang yang baik dengan semua klien. Tapi kartu ucapan pribadi? Saya kira, saya akan menulis kartu ucapan pribadi secara pribadi juga. Saya akan menulisinya dengan segenap hati (atau minimal dengan tahu persis apa yang saya ingin bilang padanya di luar ucapan selamat hari raya). Dan saya suka sekali surat. Saya bisa menulisi kartu Natal saya panjang-panjang, dengan tulisan tangan saya sendiri. Bukankah ini artinya kita menganggap orang itu berarti? Bukan hanya sebagai klien atau rekan kerja, tapi orang yang saya kenal secara pribadi?  (Ah Ria, nggak semua orang kurang kerjaan atau kelewat nganggur atau desperately romatic kayak kamu lah ya)

Salah satu teman saya nulis pesan di Facebook, "Ucapan selamat natal tidak ada artinya". Memang, kadang orang latah saja. Atau kebiasaan ngirim SMS yang persis sama pada orang-orang di daftar teleponnya.  Praktis. Parahnya lagi, kalau kadang tidak kenal tapi karena status 'atasan' maka ucapan ini dikirim. Mungkin, memang begitulah aturan mainnya. Tapi mungkin saja, atasan juga lupa dari siapa ucapan yang di kirim padanya. Jadi tidak beda jauh mengucapkan selamat pada atasan atau tidak. Yang saya perhatikan, semua kartu ucapan saya pada teman yang benar2 saya kenal selalu berbalas. Sementara yang pada atasan tidak selalu. Hanya atasan yang akrab saja yang balas menjawab, "Oh kartunya sudah saya terima," Yang lain saya tidak tahu apakah surat itu nyampe atau tidak. Dugaan saya, karena saya tidak begitu kenal dengan beliau2. Mungkin, mereka menerima puluhan kartu/ucapan yang serupa dari para bawahan yang juga tidak mereka kenal. Surat saya cuma satu diantaranya. Mungkin terselip diantara beberapa faktur pajak dan Koran Suara Merdeka minggu.

Saya berusaha untuk membuat tiap ucapan saya berarti. Bukan pemanis bibir belaka. Saya jadi berpikir, tidak akan pukul rata kirim kartu ke semua bos saya. Saya tidak ingin cuma jadi salah satu bawahan latah yang ngucapin selamat cuman karena nggak enak. Saya memberi salam pada orang yang saya pedulikan. Orang yang saya pikirkan ketika hari raya tiba. Surat pribadi, pesan, email atau apapun yang bersifat personal jauh lebih berarti ketimbang ucapan basa-basi tanpa arti yang tidak spesifik. Tanda tangan saja tidak akan memberi kesan apapun (kecuali mungkin bagi orang yang mau mencuri identitas). Lagian, mengutip teman saya, apa artinya selamat pada orang yang tidak kita kenal? Pemkot kota ataupun shopping mall sudah melakukannya, begitu kata Vicky Laurentina.

Saya tidak memborong kartu. Saya ingin sayalah yang ada di sana, bukan produk massal yang diobral. Saya ingin penerima kartu saya menyadari bahwa mereka berarti bagi saya, terutama di hari raya ini.

Selamat Natal, Profesor. Semoga anda mengenali saya sebelum membaca alinea selanjutnya.

Sunday, December 26, 2010

Kenapa kita butuh Blackberry, iPad, iPhone, iPod dan iPah?

Sudah hampir 2 tahun saya hidup tanpa teknologi yang berarti. Ngg..., kecuali lampu kamar, motor kymco tahun 2002, HP nokia monotonik monokrom tahun yang sama, laptop untuk kerja, kamera saku dan hairdryer. Dan alat pembuat gelembung di aquarium. Saya pinjem pemutar CD dari nyokap, itupun sudah dibalikin sehingga saya cukup puas dengan ndengerin lagu dangdut dari rumah tetangga (kalo nggak pas lagi nonton youtube). Oya, saya juga nggak punya TV di kamar.

Intinya sih bukannya mau membanggakan betapa jadulnya saya, tapi cuman buat pamer bahwa saya bisa bertahan hidup tanpa blackberry messenger atau nintendo wii (ya, boleh tepuk tangan sampai di sini). Jadi tolong kalo ada audisi untuk Lost atau Cast away versi Indonesia saya dikasih tahu ya...

Akhir-akhir ini saya mulai berubah. Saya mulai mbuka-mbuka situsnya Apel (buat pesen sekilo, hehe). Saya mulai melirik-lirik iPhone 4, iPod touch, bahkan juga sempet nanya sama temen gimana memakai blekberiberi. Apa pasal? Begini, sebagai emak-emak yang 'retro' dan suka barang 'vintage' dan hobi nulis surat yang dikirim lewat kantor pos plus cinta mati sama barang-barang buatan sendiri, saya jelas tidak butuh barang dagangannya Steve Jobs. Tapi sodara-sodara, boleh dibilang saya ini korban 'tergilas' teknologi. Sekarang saya mengerti kenapa mau tidak mau kita butuh BB, iPad, iPhone, iPod dan iPah.

Saya tahu teknologi memang membantu, misalnya saja dengan adanya laptop saya bisa nulis blog sehingga bisa curcol setiap saat dan nggak dipendem jadi hipertensi. Berkat alat pembuat gelembung di akuarium, saya nggak perlu niup-niup ikan saya pake sedotan supaya mereka nggak mati. Berkat ada lampu listrik, saya bisa lulus sekolah dan membaca saja tidak sulit (mulai lebay). Tapi saya juga punya pengalaman pahit. Misalnya pas saya janjian sama orang. Dulu, pada jaman kegelapan sebelum ditemukannya HP, orang bilang jam sekian di tempat anu, ya sudah, ketemulah pada jam dan tempat yang disepakati. Sekarang? Percakapan nggak jelas inilah yang berlangsung via SMS:

Saya: "Saya mau ngasihin uang sisa tugas kemarin, kapan ya kita bisa ketemu?"
Mahasiswa:  "Terserah ibu saja" (jawaban yang kedengeran sopan tapi nggak bertanggung jawab)
Saya: "Hari ini saya ada acara sampai sore. Besok saja ya?"
Mahasiswa: "Iya, besok saja. Jam berapa bu? Saya pagi ada kuliah"
Saya: "Jam 10. Di kost saya saja ya, soalnya sedang ada tugas yang diketik"
Mahasiswa: "Iya bu. Besok jam 10"
Tiba-tiba Mahasiswa meng-SMS lagi.
Mahasiswa: "Besok kalau jam 11 gapapa ya Bu, soalnya kadang kuliahnya molor,"
Saya: "Waduh Dek, kalau jam 11 itu mepet soalnya jam 11.20 saya ada diskusi,"
Mahasiswa:"Oh ya kalo gitu kita ketemuan di kampus saja"
Saya: .....(mikir: ini mahasiswa nggak doyan duit ya? Lagian saya yang mo ngasihin duit, saya juga mau ngajar masak harus cari2 mahasiswa dulu sih?) *Seperti biasa saya sudah mulai males mbales karena saya nggak jago ngetik di HP. Jempol saya kegedean!*
Besoknya si Mahasiswa SMS lagi, "Bu maaf kemarin di kampus saya lupa SMS karena sedang persiapan Porseni. Kalau hari ini saja ketemu bagaimana? Alamat kost ibu dimana?"
Saya pun pura-pura nggak punya HP. Saya pikir akan lebih baik bikin pengumuman di lobby : Mahasiswa X harap ketemu saya di Ruang Y jam sekian. Lengkap dengan foto. Pasti keren, lagian nggak bisa diganggu gugat.

Masalah lain dari teknologi saya rasakan waktu makan bareng ama temen. Kadang sang teman justru lebih sibuk dengan HPnya ketimbang membikin percakapan dengan saya. Jadilah saya yang kerepotan cari bahan pembicaraan, daripada jadi kambing congek di antara makhluk yang tidak kelihatan. Trus kalo disuruh nunggu. Udah nggak diajak bicara, jarang sekali saya dikasih majalah buat baca-baca (emangnya di salon?). Biasanya saya bengong sampai dihinggapi lalat. Sebetulnya, dengan tidak punya akses ke hape/internet/messenger terus-terusan, saya bisa punya hubungan 'nyata' dengan orang betulan. Artinya, saya benar-benar berada di sana. Saya lebih suka ngobrol sambil minum teh dan bicara dengan orang yang ada di hadapan saya, ketimbang chatting atau messengeran atau telponan atau skype-an berjam-jam. Saya ngerti, apa daya kalau orang yang diajak bicara memang jauh di sebrang lautan; tapi kalau ada orang di depan mata, aneh rasanya kita malah bicara pada kentongan eh HP.


Saya pernah ngobrol sama temen saya di Amrik, kata dia orang jarang sekali bicara langsung karena semua sudah disampaikan lewat email. Saya bilang, "Wah budaya Amrik gampang dipelajari. Tinggal menghindari percakapan, bicara lewat email, kita sudah Amrik banget," Keluarga saya juga mengalami hal yang sama. Ketika kita kumpul, kita jarang ngobrol, melainkan nonton tivi. Kita justru ngobrol lewat telepon, ketika kita berjauhan. Pokoknya saya ngerasa banget bahwa jaman sekarang ini orang lebih banyak 'asyik sendiri'. Itulah sebabnya pada akhirnya saya paham mengapa kita perlu BB, iPad, iPhone, iPod dan iPah. Supaya kita bisa tetap (pura-pura) sibuk dan tidak bosan. iBuy because iBored. iHave no choice. BBM bisa bikin kita jadi seolah-olah ketemu banyak teman. iPad, iPhone dan iPod bisa bikin kita punya dunia sendiri. iPah? Dia bisa mbantuin nyuci piring dan ngepel. Lagian, dia masih bisa jadi temen ngopi kalo yang lainnya lowbatt.

Sunday, December 19, 2010

Cilacap, je t'aime

Tiba-tiba saya ada di Cilacap. Memang blog ini apdetnya setahun sekali, kayak festival tahunan ondel-ondel dan cilok goreng.

Saya sudah berada di kota pantai di ujung barat Jawa Tengah ini sejak 4 hari yang lalu. Ceritanya saya lagi mengunjungi rumah sakit dan puskesmas di kabupaten Cilacap. Bukan sih, bukan kunjungan kenegaraan. Cuma numpang liat RS yang paling aman di Jateng, berkat penjagaan bapak-bapak polisi 24/7 di bangsal yang isinya residivis Nusa Kambangan. Keren bukan?

Cilacap termasuk kota yang tenang, jalannya tidak naik-turun kaya rute Semarang-Gombel-Banyumanik tapi rata dan lengang sehingga bersepeda sangat menyenangkan. Bahkan ada pasangan kakek-nenek yang sepedaan di hari minggu yang cerah, pas naik jembatan si nenek turun dan pas turun jembatan si nenek langsung naik tanpa sepedanya berhenti. Wuah. Kalah sigap deh kernet metromini ama wanita antik nyaris jadi fosil ini. Di tempat ini juga becak masih bertebaran laksana bintang2. Kalau di Gombel, becak sudah punah karena seleksi alam.

Tempat paling populer di Cilacap? Bukan Super Megamall Cilacap yang memang gak ada, tapi...tempat pelelangan ikan! Tempat ini menjual ikan segar dari cumi, udang, kakap sampai gurita dan pari. Ikan asin dari jambal sampai pari goreng yang dibentuk kayak kipas (nggak bohong. Beneran ada lho. Bahkan bisa dipakai buat kipasan sungguhan kalo kipas angin lagi mati). Yang paling OK di Cilacap adalah pabrik minyak perusahaan pertamina. Gedung2 seperti stadion dengan atap terbuka (mungkin) untuk tempat penyulingan/pengolahan minyak. Pabrik pertamina ini terlihat menjulang di sepanjang jalan ke pantai. Pertamina menurut saya banyak berkontribusi pada perekonomian kota Cilacap.

Pantai yang paling dekat dari kota adalah pantai teluk penyu. Pantai ini biasa saja, kotor dan penuh tukang ondong-odong. Tapi es kelapa mudanya enak sekali dan murah. Satu kelapa ditarik harga Rp. 5,000, sudah termasuk sedotan. Dari pantai ini kita bisa dengan gampang naik perahu ke Nusa Kambangan. Biaya PP seorang 15,000. Sebetulnya jarak antara Cilacap dan Nusa Kambangan deket banget. Kalau kita berdiri di pinggir pantai, pulau yang hijau ini kelihatan berjarak cuman sejengkal, sampai kepikiran kita bisa saja pergi ke sana dengan berenang. Tapi karena arus di Pantai Selatan Jawa selalu keras sekali, berenang sangat tidak aman (kalau enggak pasti udah saya coba tuh *pelit banget*). Lagipula, tidak lucu kalau ketabrak kapal besar untuk pengeboran minyak lepas pantai. Pantai Cilacap dikenal sebagai pelabuhan alami (natural harbour) terbesar di Jawa (apapun artinya). Di pantai teluk penyu ini bertebaran kapal-kapal pengebor yang besar, berderet berdampingan di anatara kapal-kapal nelayan. Pantai Teluk penyu dihiasi sampah dan barang2 tak teridentifikasi lainnya (seperti biasa) tapi melihat ke arah horison yang biru muda, dengan kapal kapal besar dan corong-corong asapnya, membikin saya jatuh cinta pada Cilacap.

Salah satu perahu nelayan yang sering dipakai untuk mengangkut 'turis' ke Nusa Kambangan adalah jukung. Salah satu jukung yang lewat di depan kami dengan hebohnya menulis, "Kapal cepat. Antar pulau antar propinsi" Saya ketawa. Antar propinsi? Seberapa jauh jukung bisa pergi? Tapi teman saya memprotes, "Betul itu Bu, sedikit ke Barat kan sudah propinsi Jawa Barat." Oke, berarti tukang perahu itu tidak berlebihan. Mungkin saja dia tiunggal di perbatasan antara Jateng dan Jabar. Yang masalah cuman STNKnya diperpanjang di mana? (kan daerah operasinya di dua propinsi). Biasanya jukung diberi nama seperti 'Cahaya Mina', 'Sumber Rejeki', 'Sidoluhur baru'. Kami harus menghapal nama jukung kami karena nanti sesudah selesai dari pulau Nusa Kambangan kami harus menbelpon tukang jukung yang benar untuk minta dijemput. Tapi jukung yang saya naiki namanya sangat down to earth, 'Jaguar'. Jadi saya bisa bilang ke penjaga loket di pulau Nusa Kambangan, "Tolong panggilkan Jaguar untuk menjeput Pak. Saya mau pulang,"

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p