Saturday, March 16, 2013

Apakah kita berbahasa Indonesia? (ini kalimat yang baik dan benar lho)

 Alkisah, untuk menambah uang saku selama saya menyelesaikan tugas belajar, saya kerja paruh waktu sebagai...ta-tara-tara: guru bahasa Indonesah! Ini kerjaan yang bagus karena lebih ahoy daripada jadi tukang cuci piring di Mac Donald, tukang iklan supermaket yang pake kostum pisang jumbo ato tukang ngepel di panti jompo. Sebenernya saya juga nggak keberatan jadi kasir loket kebun binatang seperti cita-cita Kristina, tapi sayang pas saya daftar lagi nggak ada lowongan, yang ada cuma lowongan nyebokin gajah karena pawang yang sebelumnya cuti akibat patah tulang karena nggak sengaja kesenggol si gajah pas lagi menunaikan tugasnya. Pingin juga jadi tukang jual es krim karena mobil tukang es krim selalu rame dengan musik-musik riang gembira ala anak2 TK yang darma wisata ke pantai nyiur melambai. Plus kemungkinan dapet sisa es krim gratis. Tapi sayangnya kerjaan ini mungkin bakal ditunda sampai terjadinya pemanasan global karena awal musim semi di sini tiba-tiba hujan salju. Mana laku jualan es kalo kita bisa sesukanya ngambil es gosrok dari cucuran genteng? Sebelum seluruh postingan ini penuh dengan kemungkinan-kemungkinan kerjaan lain yang jelas enggak se-cihuy jadi guru bahasa Indonesia, saya langsung saja ke pokok permasalahan: apakah kita benar-benar bisa berbahasa Indonesia? Sejujurnya, saya bilang, kita bicara bahasa Indonesia sejauh kita paham. Tapi jauh dari benar.

Dilema jadi guru bahasa Indonesia adalah: kalau kita mengajarkan bahasa yang sebenarnya, murid2 kita bakal kedengaran aneh. Mana ada yang bilang ke orang di Indonesia, "Apakah anak anda adalah seorang penerbang?" atau "Semenjak pukul berapakah kalian telah menunggu di depan pintu?" atau "Apakah kucing adik tetangga anda sudah melahirkan tadi pagi?"

Intinya sih, bukan salah kita kalau kita tidak bicara dengan tata bahasa yang baik dan benar, karena yang paling penting adalah pesan yang disampaikan. Susahnya, untuk orang yang baru belajar, kita harus memberikan aturan dan cara baku supaya orang lain bisa memahami bahasa kita. Ada banyak pertanyaan yang tidak bisa saya jawab segera karena saya enggak tahu logikanya. Pas saya ditanya kenapa kita bicara seperti itu, rasanya pingin nelpon langsung guru bahasa Indonesia saya dulu buat minta maap karena lebih milih mainan bulat silang dan ayam-ayaman ketimbang ndengerin beliau baik-baik. Ngomong2, dimana gerangan ya guru bahasa Indonesia saya dulu? Pasti sudah tua banget karena pas saya SD dulu beliau sudah sering sakit encok dan rematik. Saya nggak yakin bisa kirim email ke beliau untuk minta nasehat (susah buat ngetik kalo jari2 kita rematik, apalagi kalo pake android, karena tombol2nya kekecilan). Atau ada yang tahu emailnya JS Badudu? Tapi saya yakin beliau terlalu sibuk buat membalas email orang yang nggak dikenal (takut malah dikira email spam buat iklan Viagra).

Jadi, teman2 penutur asli bahasa Indonesia, beberapa pertanyaan yang ditanyakan murid2 saya adalah:
1. Kenapa lawan kata dari tinggi bisa rendah atau pendek, dan lawan dari pendek bisa panjang atau tinggi. (mudeng rak? aku yo bingung)
2. Kalimat tanya dengan jawaban terbuka atau jawaban ya/tidak.
"Apakah kamu sedang membaca?" ya/tidak
"Apa yang sedang kamu baca?" jawaban terbuka.
"Apakah kamu sedang menulis?" ya/tidak
"Apa yang sedang kamu tulis?" jawaban terbuka.
Pertanyaannya: Kenapa kita bilang "membaca" dan lain waktu "baca", atau "menulis" tapi lain waktu "tulis"? Saya bilang kalau tidak mungkin kita bilang, "Apa yang sedang kamu membaca" karena sudah ada kamu sebelum kata kerja baca. Tapi mereka bilang, bukannya kalimat affirmatifnya: "kamu membaca buku"?
3. Perbedaan antara apa dan apakah.
Apa adalah kata tanya untuk kalimat terbuka. Contoh: kamu garuk-garuk apa?
Apakah adalah kata tanya untuk jawaban ya/tidak. Contoh: Apakah kamu lagi garuk-garuk?
Nah masalahnya, dalam bahasa lisan kita selalu nyampur aduk antara apa dan apakah, alhasil saya secara nggak sengaja pake kata tanya "apa" bukannya "apakah". Murid2 saya bingung dan kemungkinan besar mereka bakal memilih pindah kelas ke bahasa Kligon*.

Jadi, kalo temen2 nganggur dan lagi garuk-garuk ketek sambil nonton orang kepleset-pleset di youtube, temen2 boleh bantu saya cari jawaban buat pertanyaan2 di atas. Sayangnya tidak ada hadiah buat jawaban yang benar, karena tukang wesel pos di sini lagi cuti buat nggantiin pawang gajah. Selamat hari Minggu, salam super ala JS Badudu!

*Kligon: bahasa dari film Star Trek: the next generation. Salah satu penutur aslinya adalah Spock, yang telinganya panjang tapi bukan kelinci.

Thursday, March 7, 2013

Paspor Deo

Hari ini saya mau cerita tentang proses pembuatan paspor Deo. Karena Deo lahir di Oz dan saya permanent resident di sini, Deo bisa menjadi warga negara Oz secara otomatis. Saya baca di web kedubes Indonesia di oz kalau sebelum umur 18 tahun Deo bisa punya dua kewarganegaraan. Saya tadinya mikir mau bikin paspor Indo aja buat Deo tapi membayangkan prosesnya yang panjang dan lama, saya jadi mikir2. Dulu saya bikin paspor di Indo tidak terlalu repot karena dibikinin oleh kantor saya lewat agen. Jadi saya cukup kasih dokumen ke agen dan pada hari H saya tinggal datang langsung foto. Agen sudah ngantri dari pagi, pas saya datang cuma nunggu sebentar langsung dipanggil foto. Trus sudah deh tinggal menunggu paspornya jadi dan diantar oleh agen ke kantor saya.

Namun buat yang bikin paspor sendiri ga lewat agen termasuknya rada ribet dan buang waktu. Ini pengalaman papa mertua saya yang pertama datang ambil formulir. Lalu balik lagi buat kumpulin formulir. Lalu balik lagi buat foto lalu balik lagi buat ambil paspornya. Lalu lalang deh pokoknya. Belum lagi pas mo foto juga antri.

Singkat cerita setelah baca2 kalo Oz citizen bisa dapet visa on arrival kalo ke indo, saya memutuskan buat bikin paspor oz aja buat Deo. Saya baca sendiri caranya di web paspor. Formulir bisa diprint dari web atau ambil di kantor pos. ada dua macam paspor yaitu paspor anak dan paspor dewasa. Buat Deo tentu aja paspor anak dunk.

Yang boleh mengisi form paspor anak adalah ortu atau wali si anak. Dokumen2 yang harus disiapkan buat paspor Deo adalah akte kelahiran, paspor dan visa permanent resident salah satu orang tuanya yaitu saya sendiri. O iya butuh foto dua buah yang salah satunya harus ditulis
"This is a true photo of Deo" dan ditanda tangani oleh penjamin. Penjamin harus orang lain yang ga ada hubungannya dengan si anak dan harus Oz citizen dan kenal sama Deo. Boleh teman, dokter keluarga or tetangga. Untung teman kerja saya yang baik (ci Yani) mau jadi penjaminnya. Dokumen dan formulirnya diserahkan ke kantor pos terdekat Setelah dokumen dan formulir sudah lengkap, saya telpon ke kantor pos untuk bikin janji.

Rabu kemarin saya dan Deo ke kantor pos terdekat yaitu di St. Albans post office. Bodohnya saya, saya pilih jam 15.30 padahal ramalan cuaca bilang kalo suhu hari itu bisa mencapai 33 derajat celcius. Saya jalan kaki ke bus stop 15 menit, perjalanan bis 5 menit. Dari bis berhenti jalan lagi 5 menit. Semua sambil gendong Deo yang beratnya 9,8 kg. kenapa ga naik kreta bayi? Karena Deo nangis heboh kalo ditaruh di kreta bayi. Padahal enak ya didorong2 di kreta bayi, saya aja mau kalo kretanya cukup.

Sampai di kantor pos aplikasinya ditolak karena nama di balik foto deo ga boleh disingkat. Kemarin ci Yani nulis disingkat karena nama deo kepanjangan. Ternyata ga boleh. Hiks. Terpaksa balik lagi hari jumat. Pulang2 rasanya mau pingsan. Super panas dan super berat.

Hari ini jumat saya bikin janjinya sepagi mungkin daripada panas. Dokumen dicek sudah beres semua, bayar AUD 119 lalu selesai deh. Paspor dikirim ke rumah dalam dua minggu. Gampang banget ya. Ga pake ribet. Cuma pake cape gendong dan cape jalan.

O iya ada cerita di balik foto paspor Deo. Syarat fotonya adalah Deo tidak boleh senyum dan mulutnya harus mingkem. Saya dan suami mencoba foto Deo sampai berpuluh2 kali ga sukses juga. Tetep aja mulutnya menganga. Disuruh mingkem ga ngerti dia. Ternyata saya baca lagi di web paspor, untuk anak usia 2 tahun ke bawah ga papa kalo ga mingkem asal kepalanya kefoto semua oooo bunder.










Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p