Sunday, April 4, 2010

Cerita Seram (yang nggak serem kecuali dibaca di bawah pohon beringin di tengah kuburan pas malem 1 Suro- Bagian 2)

Ringkasan cerita sebelumnya: Arum memutuskan untuk mensurvey dukuh Kerompeng. *Ringkasan yang nggak jelas. Silakan baca dulu bagian-1. Bukan postingan yang sebelumnya, karena itu lanjutan cerita versi Kristina yang sangat Joko sembung. Jelas2 KKN tidak untuk melatih warga desa supaya cara maculnya jadi membentuk perut six packs. KKN hanyalah mengajari warga desa bagaimana menggunakan facebook dan twitter dengan blackberry, kalo bisa semuanya mencangkul pake sandal Crocs. Oya, jangan lupa juga tiap malam minggu warga diajari nonton layar tancep dengan menayangkan youtube.*
=========================================================================================
Saya bangun pagi dengan penuh semangat; burung bernyanyi, ayam berkokok, warga buang air di pinggir kali, matahari bersinar, udara sangat jernih selepas hujan deras semalam. Rumput, pepohonan dan sisa perapian masih basah dan lembab di bawah kaki saya yang telanjang, tapi cuaca hari itu menawarkan kecerahan. Ransel saya sudah terkemas rapi berikut peta dukuh dan bekal. Saya siap berangkat. Tidak ada listrik dan tidak ada sinyal membuat kami harus memastikan lokasi masing-masing dan kapan waktu berkumpul. Tiga hari dari sekarang, saya akan bertemu Kabul, Aris dan Darman di balai desa ini. Kami berangkat setelah makan nasi bungkus dan ketela rebus pemberian Pak Carik. Hari ini dia kembali ceria, menawarkan rokok lintingannya yang disambut antusias oleh Darman. Mungkin perasaan saya saja semalam, pikir saya. Lagipula, kalau benar ada hantu atau apa, semalam pasti saya mimpi sesuatu. Menurut film-film horor di TPI, setan muncul malam hari di mimpi atau pas orang pada tertidur. Tapi tadi malam, saya bahkan tidak sempat mendengar dengkuran Aris yang biasanya mirip traktor pengeruk aspal lagi beroperasi di jalan pelabuhan. Setelah berpelukan seperti Upin dan Ipin (teletubies is so last year) kami pun berpencar. Saya menuju ke utara, ke desa kebun tebu. Seperti petujuk peta, jalan ke sana mulus dan lebar. Ada pedati pula hendak membawa batang-batang tebu yang diikat jerami. Saya menumpang dengan semangat yang meluap-luap.
"Orang baru, Nona?"tanya si Bapak tani empunya pedati.
"Iya, Pak. Numpang sampai dekat sungai," jawab saya.
"Mau kemana?"
"Dukuh Kerompeng"
Hanya sepersekian detik, saya menangkap kekagetan pada wajahnya. Tapi dia diam saja dan masyuk menjalankan pedatinya yang berderak-derak di atas jalan berpasir.

Di hilir sungai, kanan kiri kami dikelilingi pohon tebu setinggi hampir dua meter. Tiba-tiba pedati oleng ke kanan. Dia berhenti, turun untuk memeriksa. Tampaknya ada masalah.
"Maaf, Nona. Roda pedati saya rusak. Saya harus kembali ke desa Kemusu,"ujarnya sambil mengikat roda dengan kain kuat-kuat. Saya penasaran dan turut melihat. Roda itu retak! Bagaimana bisa? Tidak ada sebutir batupun di sini, tidak ada satu lobang pun dilewati. Saya kira, mungkin roda itu sudah retak sejak tadi, lalu saya naik, dan mengingat diet saya yang tidak pernah berhasil maka roda itu langsung rusak...
"Tidak apa-apa pak!" sahut saya tetap ceria. "Sudah tidak jauh lagi kan? Saya jalan kaki saja" Saya melihat ke peta itu, memang sudah sangat dekat. Paling cuma beberapa ratus meter lagi. Bapak itu tersenyum lalu memutar pedatinya ke arah berlawanan. Saya meneruskan perjalanan. Di papan penunjuk yang kecil dan rusak (mungkin bikinan mahasiswa KKN bertahun-tahun lalu) tertulis dengan cat terkelupas yang nyaris tidak bisa dibaca, "Kerompeng, 135 m" Kaki saya berjalan semakin cepat. Begitu mudah menemukan tempat ini!

Tapi apa lacur, sebuah pohon tumbang menghalangi jalan. Pasti gara-gara hujan lebat semalam. Pohon itu tidak terlalu besar, tapi ranting-rantingnya padat dan sulit untuk melewatinya tanpa membuat kulit tergores-gores. Dahannya juga licin dan tidak mudah diinjak. Saya berjuang untuk menyingkirkan ranting demi ranting, ketika saya melihat seseorang. Ia mengawasi dari kejauhan. Saya jelas butuh dibantu dan saya pikir bagus sekali kalo di sekitar situ ada orang. Saya berjalan ke arahnya dan baru akan memanggil, ketika orang itu sudah tidak ada di tempatnya. Saya celingukan. Saya yakin tadi saya melihat orang dengan begitu jelas: tinggi, kira-kira lebih dari 170 senti. Berkulit agak gelap dan berambut hitam berombak. Meskipun mengenakan kaos oblong dan celana pendek, ia tampak rapi sehingga saya pikir ia pasti pendatang juga dan mau menolong. Dalam hati kecil saya kesan yang tertangkap hanya satu: ia tampan. Bahkan meskipun cuma sekilas dia kelihatan menarik. Saya melihat kanan kiri barangkali ada rumah atau jalan. Begini, saya tidak percaya kalo dia itu mahluk halus ato hantu. Menurut saya setan haruslah perempuan yang rambutnya panjang, jalannya harus meloncat-loncat, ngesot, merayap kayak Spiderman ato kluar dari sumur kayak The Ring. Hantu ganteng di tengah kebun tebu? Gak mungkin lah! Dimana-mana si jahat itu wanita cantik. Karena diperlukan untuk mengoda iman manusia pria. Hantu pria ganteng? Get real!

Saya melihat jalan setapak kecil dengan arah yang sama dengan desa Kerompeng. Ha! Betul kan dugaan saya. Saya semangat untuk melihat cowok ganteng itu lagi. Saya mengikuti jalan setapak. Ada orang di pinggir sungai sedang memandikan kebo. Kali ini saya cukup hati-hati. Hanya keledai yang jatuh pada lubang eh tai kebo yang sama.
"Dukuh Kerompeng di mana Pak?"
"Terus saja Mbak, itu belokan di kiri sudah sampai,"
Saya senang. Iseng-iseng saya bertanya, "Kalo ada laki-laki tinggi, pake celana pendek dan kaus, tadi saya lihat di jalan, itu tinggal di Kerompeng juga Pak?"
"Oh, maksudnya Mas Arya? Dia datang dari Bandung Mbak. Katanya penelitian apa begitu dari kampusnya. Iya, dia tinggal di rumah bidan Danuri."
"Kebetulan," sambut saya girang, "Saya juga mahasiswa. Dari Semarang, mau ke dukuh yang sama,"
Pak tukang mandikan kebo (TMK) menawarkan untuk mengantar. Dia salah satu warga Kerompeng. Saya langsung mengiyakan.

Waktu saya dan pak TMK berjalan, lagi-lagi saya merasa diawasi. Saya merasa bulu tengkuk saya bergidik, kerbau kami mengikuti berjalan di belakang. Saya cukup yakin yang memandangi kami dan membuat saya meremang bukan tatapan mata si kebo.

BERSAMBUNG...

3 comments:

wongmuntilan said...

Siapa tahu si kebo itu ternyata hantu... hiii... ^^ ditunggu lanjutan ceritanya nih... ^^

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

iki cerita kok rak serem sama sekali o..luwih serem nonton mr bean (joko sembung nggowo mejo). tapi aku menanti kelanjutannya...btw taktebak...yang tinggine 170 centi itu anake pak carik..yang ternyata ganteng koyo ari wibowo..trus arum jatuh cinta..dan mereka menikah..trus mencalonkan diri jadi bupati dan terpilih..trus menciptakan desa paling tidak korupsi sedunia....

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Ojo mbok tebak-tebak buah dada eh manggis terus to....mengko aku kesulitan mengubah-ubah akhirnya ben rak sesuai mbek tebakanmu. *Padahal maune pancen arep digawe ngono, bahwa si Arya arep kawin dan dadi Bupati, dadi desa paling tidak korupsi dan masyarakatnya urip adil makmur toto tentrem kerto raharjo, tapi berhubung wes ditebak mungkin tak ganti. Si Arya bakal jadi walikota or gubernur Jateng tapi korupsi trus terjadi pemberontakan trus si Arum yang mimpin meskipun cinta arya dan perdamaian tapi lebih cinta kemerdekaan. Koyo Cut Nyak Dhien kae. Trus mati. Terus jadi pocong. TRus meden2i wong lewat dengan loncat-loncat di atas tai kebo...*

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p