Monday, April 12, 2010

Cerita Seram (atau maksud hati sih begitu, nggak tahu ya kalo buntutnya malah lucu ato wagu-bagian 5)

Omong-omong, hari ini saya pergi nonton FHM (Film Horor-Misteri/Murahan) Indonesia yang judulnya "Terekam" sama temen-temen. Saya yang pilih film ini karena berpikir barangkali saya bisa dapet ilham untuk bikin cerita serem yang gak sesuai ama tebakannya Kristina. Tapi yang saya dapat malah kepercayaan diri. Kalo film macam begini aja berani diputer di bioskop, kenapa khawatir nulis cerita serem yang agak wagu di blog? Setidaknya saya tidak minta orang bayar dulu untuk baca. Huaa. Kembalikan duit saya!(sumprit tuh film enggak banget, kecuali buat orang yang sekedar liat Julia Perez goyong-goyang toket aja udah seneng). Apalagi setelah tahu tuh film nyontek abis dan adalah versi buruk dari film Spanyol yang judulnya rec. Nggak ada yang kreatip atau orisinal apa ya di negri ini? Atau setidaknya mencoba untuk nggak kliatan nyontek2 banget, misalnya judul filmnya font-nya jangan mirip?
Cerita sebelumnya: Pagi itu, Arum menjumpai terlalu banyak keganjilan. Sepertinya dia tidak pernah terbangun dari mimpi buruknya.

==========================================================================================
Saya terhipnotis oleh kedua mata itu. Perlahan-lahan saya berjalan ke sungai, merasakan airnya yang dingin menyentuh kulit saya yang panas. Satu langkah. Dan satu langkah lagi. Tatapan itu makin dalam ke mata saya, begitu juga badan saya yang terendam dalam air. Makin masuk, makin dalam. Namun saya dikejutkan oleh sesuatu yang menarik saya dengan kasar ke belakang. Tangan yang mencengkeram, menyeret dan membuyarkan seluruh pikiran. Saya meronta, tapi berhenti ketika saya menengok siapa yang menarik saya. Arya berdiri dengan terengah; baju dan wajahnya basah karena saya memberontak tadi. Justru dalam keadaan kotor dan berantakan, ia terlihat sangat menarik. Ada perasaan aman yang aneh menyelinap dalam hati saya.

"Apa yang kamu lakukan di tengah sungai??!" hardiknya dengan kemarahan tertahan.
"Ada seseorang..." saya menunjuk ke sungai, dan saya tidak melihat apa-apa. Airnya begitu tenang, riaknya saja hampir tak kelihatan. Saya melihat mata Arya menyiratkan kelelahan namun sesuatu yang juga mengundang. Sama seperti mata gadis di sungai tadi, atau apapun yang ada di sungai tadi. Dia memalingkan muka secepatnya.
"Pulanglah!" katanya sambil menghela napas. "Aku melihatmu sejak pertama kau datang. Aku berusaha menghalangimu. Roda pedati yang patah, pohon yang tumbang, tapi kau tetap keras kepala," desisnya. Ia seperti menanggung banyak hal. Ia seperti menyembunyikan kesedihan yang berat.
"Siapa kamu?" saya mulai curiga. "Kamu bukan bagian dari semua ini bukan?" saya berteriak. Tapi sebetulnya saya ingin dia menjelaskan semuanya dan bilang bahwa semua akan baik-baik saja.
"Tinggalkan desa ini, Arum, dan jangan pernah melihat mata mereka. Jangan menatap mataku. Atau kau akan tinggal bersama kami selamanya," Saya ternganga. Siapa Arya sebenarnya? Siapa orang-orang di desa? Oh oh siapa dia??? Jreng! *nyanyi lagu kuis siapa dia* Tapi saya punya terlalu banyak pertanyaan yang tak terjawab, dan entah mengapa saya percaya bahwa Arya tidak berbohong. Jadi berbaliklah saya ke jalan setapak tempat kami dulu pertama bertemu, di balik dahan-dahan tebu. Jalan setapak itu membuka ke arah desa Kemusu, jalur pedati yang beralas pasir.Jalan ini tetap luas dan mulus, diterangi cuaca yang cerah bermandi matahari. Tapi sesuatu rasanya tak sama lagi. Ada perasaan yang hampa di dada saya, layaknya sesuatu telah hilang tapi saya tidak tahu apa. Saya menengok ke belakang, ke papan penunjuk yang sudah terkelupas dan nyaris tak terbaca. Lalu saya berlari. Berlari kembali ke balai desa. Ini baru hari kedua, tapi entah kenapa balai desa ini sudah ramai.

Rupanya mereka sudah kembali! Saya melihat Kabul, Aris dan Darman tampaknya sudah menyelesaikan survey mereka dan sudah siap dengan data dukuh masing-masing untuk tujuan KKN. Saya langsung menghampiri mereka. Kabul memegang peta kami dulu, peta yang sama. Ia tampak bersemangat membicarakan sesuatu dengan Darman.

"Dukuh ini kelihatan terpencil dan menantang. Aku rasa aku akan pergi ke sana Man. Kita masih punya satu hari. Kita pulang awal," ujarnya. "Kau mau gabung? Kita berangkat besok subuh,"
Darman mengangguk setuju, ia memang trekker sejati. Mirip tarzan. Sehari saja tidak masuk hutan, ia bagai monyet dipisahkan dari induknya. Tinggal tunggu waktu saja sampai ia bergelantungan di bawah pohon beringin. Apalagi Darman banyak bulunya, mirip bintang pilem Bollywood. Atau Rhoma Irama.
"Aku ikut," Aris menimpali dengan penuh semangat. Jiwa pengembaranya mencium petualangan baru. Saya melihat lebih dekat, dan saya tahu apa yang mereka bicarakan. Dukuh saya, dukuh Kerompeng! Kenapa mereka mau pergi ke sana? Atau lebih tepatnya, kenapa mereka tidak bertanya saja pada saya? Atau lagi kenapa mereka tidak menyambut saya dan menanyakan hasil survey saya? Mereka juga mengacuhkan saya, meskipun mereka sudah melihat saya dari kejauhan. Saya merasa aneh, tapi saya sudah mengalami terlalu banyak kejadian aneh hari ini sehingga sulit untuk mengejutkan saya.
Saya ingin berteriak, bilang, "Teman-teman jangan pergi ke sana! Mari kita pulang!" tapi tak sepatah kata muncul dari kerongkongan saya. Saya memandang mereka dan mereka balik memandang saya, dengan pandangan yang asing. Barulah saya sadar: mereka tidak mengenali saya! Apa yang terjadi? Saya panik. Saya masuk ke balai desa, mencari kertas dan pena. Saya ingin menuliskan sesuatu yang memberitahu mereka. Saya mengambil kertas sisa pemilihan lurah tahun lalu (yang sudah dikencingi tikus) itu. Ada pinsil tumpul tergeletak di bawah meja. Saya memungutnya dan menulis cepat-cepat. Tulisan saya tampak miring dan gemetar di atas kertas, tapi setidaknya terbaca: "Jangan pergi ke Kerompeng. Sesuatu yang mengerikan terjadi di sana. Saya Arum. Saya teman kalian dan kita pergi bersama-sama,"

Saya mencari mereka di depan balai desa. Mereka sedang membikin api unggun lagi. Baru tangan saya terulur, tiba-tiba kertas itu berubah menjadi abu. Debu hitam terbang dari telapak tangan saya, bersama dengan pesan penting yang saya bawa. Saya nyaris menangis karena frustasi. Sekelebat, saya merasa ada orang mengawasi saya. Saya lari mengejar bayangan itu.

Pak Carik! Saya mencengkeram lengannya kuat-kuat, hingga tak mungkin ia melarikan diri. Lagipula ia tampak tak bermaksud untuk benar-benar pergi, sebagian dirinya ingin menyampaikan sesuatu pada saya. Saya sesenggukan. Air mata mengalir deras dan saya tak mampu bicara sepatahpun. Tapi Pak Carik tampak mengerti. Saya melihat matanya yang menghipnotis. Ia juga salah satu dari mereka! Teringat pesan Arya, saya berpaling. Ia mulai bicara.

"Mbak Arum, semua orang yang tinggal di Kerompeng adalah orang yang terlupakan. Desa itu habis sampai ke akar-akarnya. Tak ada yang tersisa selain abu. Tak ada yang ingat akan orang-orangnya. Tak ada yang ingat pada dukuh itu. Mbak Arum tinggal sehari di Kerompeng. Semua yang tinggal di sana telah dilupakan. Tak ada yang mengenali, seolah-olah tak pernah ada. Tapi Mbak Arum tetap bebas pergi, karena Mbak Arum tidak memutuskan untuk tinggal," Lalu ia berlalu begitu saja, seperti ditelan angin.

Saya tak menyerah. Saya kembali ke kantor kelurahan, membongkar-bongkar kotak arsipnya. Di sana saya menemukan potongan koran lokal yang tak begitu lama, berisi berita tentang Kerompeng. Saya membacanya.
"Buruh pengangkut tebu hilang setelah panen,"
"Tenaga kesehatan yang bertugas di pedesaan tidak kembali setelah bertugas di desa Kerompeng"
"Peternak kerbau dikabarkan raib ketika mencari pakan ternak di kebun tebu,"
"Dosen antropologi menghilang setelah melakukan penelitian lapangan di dukuh Kerompeng, desa Kemusu"
Saya masih ingin memperingatkan teman-teman saya, tapi begitu kertas itu keluar dari ruangan, serpih-serpihnya bertebaran di udara menjadi abu...

Menurut saya, dilupakan adalah hal yang terburuk dari segalanya. Apa artinya berjalan, makan, minum dan tidur tapi tak ada lagi orang yang mengenali? Orang-orang yang peduli pada saya? Dilupakan akan membuat saya jadi orang yang paling kesepian di dunia! Tapi tunggu dulu, bukankah catatan Arya berkata, "pintu akan terbuka kecuali ada orang yang menutupnya?" Berarti ada cara untuk menutupnya! Kalaupun saya dilupakan, setidaknya saya tidak akan membiarkan orang lain masuk ke pintu yang sama.

Tekad saya bulat. Saya harus bertanya pada Arya bagaimana mencegah Kabul, Aris dan Darman memasuki Kerompeng. Saya akan kembali ke desa itu, sekarang!
BERSAMBUNG...

3 comments:

alice in wonderland said...

hehe semakin seru nih... keliatanya ada juga hasil nonton Julia Perez^^ tukeran link ya, tapi yang mana nih yang ria&kristina apa yang i spy?
ditunggu lanjutannya...

Sri Riyati said...

Haha. Kalo hasil dari Julia Perez mah saya akan nulis tentang toket2 di dinding...Halah. Tukeran link maksudnya gimana? Terserah yang mana, yang ini lebih terkenal sih (maksudnya dibanding i spy, bukan berarti blognya populer). Yang i spy itu blog baru, saya bikin cuma gara2 kalo pingin nulis inggris diprotes2. hik! Makasih ya Alice, mau ngikutin dan komen. Terharu =')

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

alice..terima kasih sudah berkunjung di blog kami..
menurutku si arya itu sebenernya bukan penduduk desa kerompeng..tapi kakek moyangnya adalah orang desa kerompeng. jadi yang di foto itu adalah kakek arya...bukan si arya. arya datang karena ingin melihat kampung halaman kakek tapi malah terperangkap di desa kerompeng. jadi arya pun mulai mencari cara bagaimana keluar dari situ. buku catatan arya adalah hasil surveynya dia setelah puasa mutih 40 hari jadi dia mendapat wangsit dari si kakek. setelah ini arya dan arum bekerja sama untuk keluar dari desa kerompeng dan mencari pintu untuk ditutup. konon pintu yang dicari ada di dalam kantong doraemon. jadi tugas arya dan arum adalah mencari tv untuk menonton doraemon di RCTI...bersambung.....(btw ria tolong dibikin romantis ya hubungan arum dan arya..biar mirip2 ama novel harlequin)

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p