Tuesday, September 15, 2009

Teriakan Hati Rakyat


Apa yang paling diharapkan saat-saat menjelang lebaran begini? Lontong ketupat? Liburan? Mudik? Silaturahmi? Atau tiga huruf ini: THR?

Sebagai orang yang berwiraswasta, lebaran juga merupakan momen dimana kami menghargai para rekan kerja dengan memberi uang lebih saat hari raya. Istilah umumnya TeHaeR. Beberapa tahun lalu, karena keluarga saya punya usaha di desa, 'hadiah' ini berupa satu kaleng besar biskuit Khong Guan, untuk tamu dan anak-anak di hari raya. Hadiah ini disambut lebih antusias daripada uang, karena untuk beli cemilan sendiri ke kota ongkosnya jauh lebih mahal. Sekarang setelah desa saya menjadi kota kecamatan, uang jadi pilihan hadiah terbaik saat hari raya (selain sarung, kain batik dan gula+teh). Saya merasa saat ini termasuk saat yang ditunggu-tunggu, bukan cuma oleh penerimanya tapi juga oleh keluarga kami. Wajah yang bersinar-sinar, jabat tangan yang erat dan pemberian ucapan, "Sugeng Riyadi. Selamat libur. Mohon maaf lahir batin, sampai ketemu habis syawalan," ini benar-benar menyenangkan. Pasti dibalas dengan lontong opor, ketupat, buah-buahan, dan jajanan pasar yang melimpah ruah. Nggak bakal kelaparan meskipun seminggu tidak masak dan tidak belanja deh pokoknya.

Yang saya sesalkan, banyak orang minta THR yang bukan haknya. Salah satunya adalah aparat kepolisian (dalam kasus saya, koramil). Mereka minta sumbangan tiap Agustusan, tiap ulang tahun kepolisian dan juga hari lebaran! Logika saya sih, kalau kita iklas ingin menyumbang ya boleh-boleh saja. Tapi kalau wajib menyumbang itu namanya pungli. Orang kita punya NPWP dan jujur bayar pajak, kita juga masih harus memberi "uang lelah" (sejak rokok dianggap membahayakan kesehatan katanya) kalau kita memperpanjang STNK, BPKB, SIM dan lain sebagainya. THR menurut saya adalah uang tambahan yang diberikan untuk orang yang kerja bersama kita sepanjang tahun. Jadi bonus ada kalau kita sudah sama-sama berjuang di perusahaan yang sama, sehingga nanti hasilnya dinikmati sama-sama di waktu istimewa seperti hari raya. Kalau polisi yang katanya menjaga keamanan? Saya bukannya bilang mereka tidak kerja, tapi mereka tidak ada hubungannya dengan pemberian THR. Jatuh atau bangunnya perusahaan kan tidak berpengaruh pada aparat. Kita menerima jasa aparat dengan biaya membayar pajak. Jadi apa artinya minta THR seperti para karyawan perusahaan yang memang bekerja pada kita? Kalau mau minta-minta sumbangan tidak perlu dibungkus momen idul fitri segala. Pakai proposal saja, nanti kita bisa menilai apakah kita mau menyumbang atau tidak.

Susahnya, kita semua saling kenal. Kalau saya bilang sih, seharusnya ini justru membuat orang yang tidak berhak merasa lebih malu. Tapi malah tidak tahu malu tuh. Saya selalu bertanya mengapa "merasa tidak mampu" malah jadi alasan untuk meminta, bukannya merasa rendah dan berusaha untuk mampu. Bukannya kemandirian itu membuat bebas, ketergantungan itu membuat kita berhutang dan terikat? Lagipula aparat itu orang kuat, kok malah menodong sama rakyat sih? Ini bukannya jadi jeruk minum jeruk eh maksud saya pagar makan tanaman?

Perusahaan keluarga seperti milik kami ini bukanlah bisnis yang beromset besar. Kami menyerap tenaga kerja, membuat orang-orang jadi tidak kurang kerjaan (dan jadi sibuk ngeblog doang seperti saya, hehe) dan menghidupkan usaha lokal. Saya pikir, pemerintah seharusnya mendukung dan mendorong orang di desa saya untuk berwiraswasta. Tidak perlu memberi uang bantuan. Tapi, (aduh nyomot bahasanya koran nih) dengan menciptakan lingkungan yang kondusif (huakakaka, obsesi: jurnalis). Tidak dibebani pungli, tidak dipersulit. Yang mau mandiri kok malah digantungi. Yang gantung itu seharusnya sadar mereka juga punya kaki sendiri. Kalau nggak dipakai nanti bisa atropi (mengecil).

Jadi, sebelum lebaran ini selain bagi-bagi tunjangan hari raya, saya juga pingin bagi-bagi teriakan hati rakyat. Saya sedih orang masih main pungli. Orang disini mengepak barang sampai pagi. Bukannya duduk-duduk ngerokok minum kopi. Cobalah usaha sendiri, buka toko sendiri atau apalah yang bisa bikin orang lain dan diri sendiri tambah makmur. Orang dagang itu berisiko rugi kalau PNS masih tidak terlalu takut pailit. Asal waktu tetap berganti gaji tetap menanti (makanya saya lagi mempertimbangkan jadi PNS nih=p). Kata orang jawa sih sikap satria itu adi luhung dan tidak meminta-minta. Bagaimana dengan sikap para satria kita? Tidak perlu angkat senjata karena musuhnya bukan lagi Belanda. Tapi moral dan mental saja. Itupun masih kalah sebelum bergerilya. Apa kata dunia?

4 comments:

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

iyo..aku juga paling sebel ama orang yang minta2. namanya ngasih kan ga wajib ya, harusnya suka rela..kenapa masih banyak orang yang minta2 dikasih THR. emangnya apa yang sudah mereka lakukan buat kita. kaya OB di kantor lama dulu. dia mengeluh kok karyawan pada pelit2, ga ngasih tips dan thr. lah namanya tips itu kan dikasih kalo kita puas ama servicenya dia..ini pelayanan aja belum maksimal kok mo minta tips.

yang masih gress itu pembantu kostku yang menyebalkan. dia sempet ngelunturin kemeja kerjaku dan cuma bilang sorry doang. waktu itu kan adekku nebeng di kost untuk sementara sampe dia dapet gaji pertama. nah adekku kan nyuci baju sendiri. dia ngadu ke tante kost kalo baju adekku itu minta dicuciin..sebel banget ga sih. bilang aja minta dikasih duit. akhirnya aku pagi2 ngomelin dia...kenapa dia nuduh2 baju adekku dicuciin emangnya dia pernah liat baju adekku. katanya ada...baju yang merah garis2. lah...padahal itu baju aku juga punya...kembaran ama adekku. dan habis aku marah2...dia malah minta THR...gubrakkk.....katanya " ci...ntar kalo mo lebaran kasih biskuit monde aja ya". bener2 ga tau malu deh..udah salah..masih minta THR. ya akhirnya aku beliin sih..daripada bajuku dilunturin lagi. harga baju kan berkali2 lipat biskuit monde....

intinya " kenapa banyak orang yang lebih suka meminta daripada memberi" huh..

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Huahahaha. Adem. Adem. Ia, memang gitu kok. Terakhir itu yang minta: pegawai2 telkom, pegawai2 pajak, de el el. Kata papaku, mental pengemis, makanya susah kaya. Padahal kalo jujur yang ngasih ikut senang. Nggak minta juga dikasih, ngasihnya juga nggak sambil misuh-misuh. Tuh biskuit kalo ngasihnya nggak ikhlas bikin sakit perut ndak ya? hehe

Anonymous said...

hahaha, fenomena te-ha-er emang cm ada di Indonesia pertiwi ini sich, ya dmn bumi di pijak langit jg dijunjung. Gpp bagi mereka yg suka ngemis, yg penting kita nya kagak...

btw, buat ria & kristina kayanya kalo mo komentar harus kasi nama deh, ga bisa bedain...
masa bedain nya dari bhsa tulisan nya? ga ada bukti autentik...

-Petter-

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Hoi Piter. Hayooo tebak deh ini Ria apa Kristina??? Pasti taulah karena kalo yang lain manggilnya Kepig bukan Pitik!

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p