Wednesday, August 6, 2008

Ini Bukan Review


Karena kalau dianggap review kasian Paolo Coelho dijadikan objek tulisan tidak bermutu. Buku ini udah lama banget ada di kamarku, menyempil diantara buku Kamus Kedokteran Dorland yang beratnya 7 kg seperempat (pernah aku timbang pake timbangan dacin beneran) dan buku Cara Beternak Ayam Petelor yang mau aku praktekkan di Papua waktu itu (ceritanya ingin memajukan perekonomian rakyat sekaligus jadi pengusaha ayam kecil2an). Buku ini ternyata ujungnya udah dikrikiti tikus dan ada tahi cicaknya 2 biji. Jadi aku sangat terharu karena bukuku layu sebelum berkembang alias digigit tikus sebelum sempat dibaca. Jadi dengan hati-hati aku menggunting bagian yang digigit dan aku baca sebelum buku itu aku buang karena aku nggak mau rugi. Tapi ternyata aku urung membuang buku itu karena ceritanya yang bagus. Aku memang suka cerita tentang petualangan anak-anak yang lebih bijaksana dari orang dewasa seperti contohnya The Little Prince karangan Antoine de Saint Exupery. Buku ini juga tentang anak laki-laki. Dia seorang gembala kebanyakan bernama Santiago. Suatu hari dia bermimpi tentang harta karun di piramida-piramida Mesir. Dia bertanya pada gipsi apa arti mimpinya ini. Trus si gipsi bilang artinya hartanya ada di piramida Mesir (wah gampang ya ternyata ngartiin mimpi itu). Si gipsi ini memang kurang meyakinkan tapi kemudian secara kebetulan Santiago ketemu dengan orang tua yang bernama Melkisedek, Raja Salem. Dengan dibekali dua buah batu Urim dan Tumim Santiago pergi ke Afrika dengan menjual seluruh dombanya. Dia bertemu banyak orang selama dalam perjalanannya. Ada pencuri, tukang kristal, orang Inggris yang belajar Alkemia, suku-suku yang berperang, sang Alkemis sendiri dan cinta sejatinya, Fatima. Jangan kuatir, ceritanya hepi ending. Nggak ada yang mati dalam cerita ini (meskipun tokoh utamanya kecopetan 3 kali, ini yang aku nggak suka juga).

Aku nggak tahu pasti apa moral dari cerita ini (mungkin: bacalah bukumu segera setelah dibeli. Karena jika menunggu sampai buku digigit tikus kita bisa terancam tertular penyakit pes saat membacanya). Tapi pas baca buku ini aku jadi merasa dibela meskipun selama ini keputusanku dianggap aneh bin ajaib. Banyak orang menasehatiku panjang lebar tentang betapa tidak masuk akalnya aku: menggunakan waktu dan jerih payahku untuk ngelayap, mencari pekerjaan yang tidak menghasilkan uang dan mengisi blog yang gak penting untuk menghabiskan waktu luang. Sekarang aku bisa bilang bahwa menurut Oom Coelho menjual semua domba untuk mengejar mimpi ke Afrika adalah benar. Orang yang tidak pernah keluyuran tidak mengerti apa tujuanku mikul-mikul tas dan keluar-masuk perkampungan. Aku sendiri juga nggak ngerti, haha...selain bikin kakiku methekol dan bisepku kaya kuli pelabuhan, tentunya. Tapi intinya, aku juga sedang mencari harta karunku.

Banyak orang yang suka pada sesuatu yang cepat, banyak dan berhasil. Istilah kerennya efisien. Istilahku: instan. Waktu aku masih SMP aku pernah ikut lomba makan krupuk di kecamatan. Meskipun mulutku tergolong besar dan lidahku panjang (apa hubungannya) tapi aku kalah pada akhirnya. Trus dalam kesedihan yang mendalam papaku bilang, "yang penting kan prosesnya bukan hasil akhirnya," tapi aku nggak terhibur karena aku tahu papaku cuma ngutip dari buku renungan harian halaman paling depan. Tapi sekarang aku menyadari kebenarannya:bahwa keberhasilan instan itu sebetulnya tidak ada. Tidak ada yang menggantikan ketekunan. Ketekunan yang menghasilkan tahan uji. Moralnya, kalau aku tidak menyerah, mungkin agustusan kali ini aku bisa menang lomba makan kerupuk paling cepat dan nggak keselek sama sekali. Waspadalah. Jadi kembali pada The Alchemist, menurutku, harta Santiago bukanlah harta karun yang dia temukan di bawah reruntuhan gereja tua, melainkan apa yang dia dapat sepanjang perjalanannya. Penyihir itu bisa saja memberi tahu Santiago bahwa di bawah tempat tidurnya ada harta karun, tapi kalau begitu Santiago tidak akan belajar apa-apa dan tidak akan bertemu dengan Sang Alkemis ataupun cinta sejatinya. Juga tidak akan ada cerita menarik ataupun buku the Alchemist yang jadi best seller. Paolo Coelho mungkin juga hanya menghabiskan waktunya ngisi blog atau kasih comment. Pastinya menyedihkan bukan?

Sudah aku bilang aku nggak bikin review.

1 comment:

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

btw aku rak ngerti opo kuwi alchemist or alkemis...kuwi sejenis karo al rabu, al sabtu, al jumat? iki jenenge gabungan antara review karo autobiografi hahaha jadi disingkat autoreview...rak nyambung meneh..kayane aku kudu gawe autoreview wes...tentang greys anatomy boleh juga,..mengko takgawe tapi ngenteni jam istirahat...isih dikejar2 closing ke

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p