Friday, May 14, 2010

Susahnya Nulis Rekomendasi untuk Diri Sendiri


Mungkin semua juga sudah tahu kalau kita butuh rekomendasi dari atasan/dosen/mantan bos kita yang biasanya profesor atau dokter spesialis konsultan yang sibuk banget itu artinya kita harus nulis sendiri dan mereka tinggal tanda tangan. Apalagi kalo harus ditulis bukan dalam bahasa Indonesia. Cuman segelintir yang mau repot-repot memberikan referensi menurut pendapat mereka sendiri, itu pun harus menunggu lama karna tidak enak mau nyepet-nyepet. Saya lebih suka rekomendasi saya tergantung pada diri saya sendiri, dengan begitu saya tinggal berburu tanda tangan kalo pingin cepet-cepet rampung. Masalahnya, apa yang saya tulis di situ?

Saya suka menulis. OK, saya jarang mengupdate blog tapi saya tetep sukak nulis (maksa). Karena kesukaan saya itu, saya tidak mau bikin rekomendasi yang sama persis (alias copas) meskipun mungkin rekomendasi yang saya bikin itu sebenernya buat orang lain dan apa salahnya hemat tenaga ganti nama saya sendiri? Toh doski (mengacu pada Ibu-ibu dan Bapak-bapak Pi Ej Di dan eS Pe Ka) -PhD dan Spesialis Konsultan- juga nggak akan terlalu rewel mengedit. Bukan masalah bahasanya. Tapi isinya. Misal : kok dia dibilang very brilliant, intelligent and hardworking? Wong nilainya biasa-biasa aja, tidak cumlaude bedinde onde-onde. Rekomendasi memang harus nulis yang positip, tapi bukan ngecap. Kalo terlalu jujur juga nanti dikira rapot, bukan rekomendasi. Masa iya saya nulis: "anak ini suka nulis/baca blog di tengah kesibukannya, pertanda bahwa dia jago multitasking"?

Nah inilah susahnya: kalau yang nulis saya sendiri, seberapa bagus saya ingin kedengarannya tanpa kelihatan jualan obat kuat? Biasanya saya cukup lancar waktu memulai dengan, "Saya memberikan rekomendasi kepada..." atau "Saya mendukung..." tapi setelah itu otak saya kosong melompong. Susah rasanya untuk bicara yang positip tentang diri saya sendiri menurut pendapat orang lain. Kalaupun saya tahu bos saya puas pada pekerjaan saya, saya nggak sampai hati menuliskan kalimat-kalimat yang persis sama seperti yang saya pikirkan tentang bos saya. Rasanya tabu. Kesannya dangdut gitu (iya, kerjaan juga bisa dangdut, bukan cuma surat cinta). Tapi saya juga sadar ini karna mental saya yang njawani. Dari kecil saya dididik untuk tidak memuji diri sendiri. Rasa bangga pada diri sendiri harus ditutupi. Seperti lagu Dhandang Gulo "Dedalane, guno lawan sekti, kudu andhap asor,"

Andhap asor artinya merendahkan diri. Bukan untuk dipandang rendah, tapi untuk lawan sekti, yaitu melawan orang yang pongah. Intinya sih orang yang rendah hati itu lebih dihargai. Jadi kalau saya mulai memuji diri sendiri, ibu saya selalu bilang, "Bebeke nyilem, deweke dialem," (bebeknya menyelam, diri sendiri kok dipuji). Ini kalo nggak salah sejenis pantun, jadi jangan tanya kenapa bebek, bukan onta. Ibu saya tidak pernah memuji saya, terutama kalau dihadapan orang lain. Jadi kalo ada anak tetangga yang dapat nilai bagus, pasti ibu saya bilang, "Pinter sekali anaknya!" dan tidak pernah bilang, "Itu anak saya juga nilainya bagus lho," . Malahan kalau ditanya selalu njawabnya, "Kalo anak saya biasa saja kok," dan saya yang waktu itu masih polos kaya cah kangkung tidak mengerti kenapa ibu saya susah dibikin senang. Tapi sekarang saya tahu kalo ibu saya cuman berusaha andhap asor. Setelah saya dewasa, baru saya mengerti kalo omongan ibu saya itu bukan patokan, lebih baik liat cuping hidungnya. Kalau bangga, cuping hidung ibu tetap kembang-kempis walopun dia berkata hakul yakin, "Ah, dia biasa saja..." =)

Tapi tetap tak bisa dipungkiri bahwa saya masih punya sedikit rasa jengah untuk menulis yang bagus-bagus tentang diri saya sendiri. Pernah waktu disuruh menulis sisi positif diri saya, saya menulis "Tidak sombong," lalu dibaris berikutnya, "Karena tidak sombong saya tidak menulis yang lain,". Tapi betulkah menulis yang baik-baik tentang diri sendiri itu sombong? Kayaknya sih tidak. Justru perlu bagi kita untuk "suka" pada diri sendiri. Kalau kita jarang merasa bagus tentang diri sendiri, kita jadi butuh pujian orang lain setiap saat untuk mengkatrol ego kita. Karena pada dasarnya semua orang punya harga diri. Jadi, bicara bagus tentang diri sendiri itu penting, bukan untuk klihatan keren tapi untuk merasa nyaman dengan diri sendiri. Artinya, kita merasa diri kita ini berharga, indah, baik dan berarti. Kalau kita sendiri merasa "penuh", kita tidak butuh setiap saat dipuji orang, kita tidak mudah tersinggung kalau dikritik, kita tidak butuh penggemar, kita tidak butuh digodain supaya terkesan menarik, kita tidak butuh disanjung supaya bisa kerja dengan baik. Kita merasa memang sudah selayaknya kita ini baik dan bernilai, sehingga kita juga menghargai orang lain sama derajatnya.

Akhirnya, apa yang saya tulis tentang saya? Saya tulis, "Punya semangat belajar yang tinggi," dalam arti saya sadar kalo masih bego. "Menerima kesalahan dan berani memperbaikinya," dalam arti saya juga bikin kesalahan. "Punya selera humor," dalam arti saya nggak segan menertawakan diri saya sendiri. Buat ibu saya, saya rasa andhap asor adalah sikap yang sangat baik (asal ibu jangan lupa kembang-kempiskan hidung kalau sedang bicara yang seolah-olah menjelek-jelekkan anak sendiri), tapi gambaran yang baik harus tetap ada tentang diri sendiri (baik tidak sama dengan keren).

8 comments:

alice in wonderland said...

baguslah kalo masih nyadar keadaan diri sendiri, berarti tilikan dirinya masih bagus^^ hehe pissss
Tapi memang susah menilai diri apalagi merekomendasikan diri sendiri, takutnya ntar orang yang baca merasa tulisan kita gak sesuai dengan keadaan kita sebenarnya

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Iya, singkat kata sih: takut dibilang Ge-eR. Hahaha. Tilikanku slalu baek kok. Kan udah disetel pas lagi rayon (lu kira motor?). Hehe. Thanks Alice!

Grace Receiver said...

Hehe... kalau memuji diri sendiri kesannya jadi over confidence ya? Mungkin memujinya harus dengan detil. Misalnya tidak sombong, harus dijelaskan alasannya karena bisa bergaul di segala kalangan. Minimal panjangin rekomendasinya. Btw akhirnya sukses juga isi komen di blog ini.

Sri Riyati said...

Hai Grace! Iya waktu itu tmnku Santi juga bilang, buka blognya Vicky aja nggak bisa. Entah knp. Baru aja ntn The Lovely Bones, sampe ditengah tiba2 DVDnya macet. !$£@%$$*()*&&^%^$£@!!

Masalahnya ini bukan nulis atas namaku sendiri. Ini rekomendasi dari orang lain, tapi karna mereka ngga mau repot bikin, aku sendiri yang nulis. Jadi syusah. Mo terlalu jujur rekomendasi kita jadi nggak bagus kan ya hahaha

wongmuntilan said...

Sama, dulu simbokku juga selalu merendah, bilang anaknya ndak pinter, ndak rajin, dsb. Tapi entah kenapa kok malah berasa aman ya dibilang kayak gitu. Mungkin pengaruh budaya Jawa yang menganut filosofi padi, makin berisi makin merunduk. Coba kalo dulu simbokku sombong, bilang anaknya pinter, rajin dsb, pasti aku malah ngerasa malu, hehe... ^^
Tapi pas ngelamar kerja, apa boleh buat, kita musti tulis yang bagus-bagus... padahal belum tentu bener... hmmm bingung deh ^^

Sri Riyati said...

Bener San. Apalagi kalo yang nulis kita trus minta ttd orang lain. Gmn kalo bos kita mikir, "Idiiih ge-er bangets" malu malu malu...

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

menulis rekomendasi buat diri sendiri memang susah..tapi paling nggak...yang paling mengerti kelebihan diri kita adalah kita sendiri..jadi daripada orang laen salah kasih rekomendasi..mending tulis sendiri sejujur2nya gitu,,
kaya penilaian atasanku...dia bilang kelemahanku adalah kurang kreatifitas dan inisiatif..dan ini aku sangat2 ga setuju...menurutku kelemahanku adalah moody dan rada ceroboh....kalo kreatif..aku merasa diriku cukup kreatif menciptakan cara2 buat mengirit dan dapet gratisan dan merancang rencana liburan...inisiatif aku kira cukup juga...dibuktikan dengan inisiatifku mendekati murid asistensi buat dijadiin pacar...jadi..mendingan aku menilai diriku sendiri deh..

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Bener2 Kris...btw, ada pesawat murah ke Vietnam sekitar akhir Juli nggak? (Kreatip perasaan kayaknya gak sama dengan nyambi travel ejen ya?)

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p