Foto bersama om Indra
Foto pre wed di museum
Bhan Seo yang hambar..isinya udang, taoge
Selamat datang di WC rame2
Ini disulam lho..
Flower park dari atas
Pulang dari air terjun bersama motor tahun 1980
Elephant waterfalls
Jalan menuju ke bawah air terjun
Foto pre wed di museum
Bhan Seo yang hambar..isinya udang, taoge
Selamat datang di WC rame2
Ini disulam lho..
Flower park dari atas
Pulang dari air terjun bersama motor tahun 1980
Elephant waterfalls
Jalan menuju ke bawah air terjun
Jalan menuju air terjun yang penuh perjuangan
Phuc yang mirip Ko Denny
Sarapan segambreng di hotel...cuma 20 USD berdua per malam lho
Phuc yang mirip Ko Denny
Sarapan segambreng di hotel...cuma 20 USD berdua per malam lho
Akhirnya punya waktu 30 menit buat nulis hanimun edisi tamat yang pastinya tidak ditunggu2 pemirsa karena sudah kedaluarsa. Berhubung saya butuh pencerahan kalau suatu hari nanti saya sudah tua dan rumah tangga saya sudah tidak berbunga2 lagi, saya menyempatkan diri untuk menulisnya. Kota terakhir yang saya dan suami kunjungi waktu hanimun di Vietnam adalah Da Lat, sebuah kota di atas gunung yang sangat dingin (16 derajat Celcius kira2), banyak bunga2 (seperti hati saya waktu itu) dan dijuluki Little Paris karena dia memiliki menara yang mirip menara Eiffel. Usut punya usut ternyata bangunan yang mirip menara Eiffel itu adalah jreng 2 milyar x tiang listrik PLN (tentu saja di sana namanya bukan PLN). Kami menyempatkan diri foto di depan menara Eiffel palsu itu buat kenang2an walaupun dengan susah payah karena jalanan sepi dan tidak ada orang yang dimintain tolong untuk mengambil fotonya.
Hari pertama kami sampai di Da Lat disambut oleh penipuan. Menyedihkan memang ternyata ada juga penipu dimana2. Kami booking hotel lewat website di internet. Kami sudah booking 3 hotel dan tidak ada masalah. Eh waktu sampai di Da Lat, kami langsung menuju hotel X dan disambut oleh pemilik hotelnya kalau tidak ada booking atas nama kami. Karena pemilik hotelnya berbaik hati, kami pun dibawa ke hotel milik adiknya. Untunglah Da Lat tidak sekejam ibu kota jadi kami masih selamat dan sehat walafiat.
Setelah mengalami shock gara2 tertipu, kami pun lapar dan kami menemukan restoran yang katanya direkomendasikan di internet yaitu restoran Throng Dong. Di situ kami berkenalan dengan Phuc, satu2nya pelayan restoran di situ yang mukanya mirip Ko Denny (teman kami). Sepertinya kami berjodoh dengan Phuc karena berkat makan di restoran itu kami bisa menyewa motor Honda tahun 1980 (lebih tua dari umur saya) dengan harga murah meriah, 40 ribu rupiah untuk 1,5 hari.
Hari kedua di Da Lat kami habiskan dengan travelling naik motor ke Cam Ly waterfall, Elephant waterfall, Flower Garden, desa tradisional dan katedral. Cam Ly waterfall adalah air terjun kecil yang lumayanlah daripada ga ada. Elephant waterfall itu yang luar biasa. Perjalanan menuju ke sana 2 jam naik motor melewati hutan dan jalan di tepi jurang. Untung kami ga nyasar dan motornya ga mogok. Elephant Waterfall adalah air terjun yang medannya paling sulit dilewati. Buat orang2 tua apalagi yang jalan saja susah mendingan jangan ke sana. Untuk menuju ke air terjunnya harus dengan susah payah mendaki batu2 yang curam. Nyawa pun bisa terancam kalau lengah sedikit. Tapi itu semua terbayar karena air terjunnya bagus banget, besar dan lebar seperti air terjun Niagara lah kira2 semestinya.
Flower garden adalah taman bunga yang luas sekali dan penuh bunga berwarna-warni khas kota Da Lat. Taman bunganya bagus banget dengan bunga2 yang sebagian besar saya tidak tahu namanya. Di sana kita bisa berjalan2, foto bersama kuda serta membeli bibit bunga untuk ditanam di rumah. Katanya sih bibit bunganya bisa tumbuh di suhu berapapun tapi belum terbukti karena bibit bunga yang saya beli tidak saya tanam sendiri.
Sebenarnya ada juga tempat yang harus dikunjungi oleh turis2 yaitu Crazy House dan Valley of Love tapi kami tidak sempat ke sana. Crazy House merupakan hotel yang bentuknya aneh yaitu seperti rumah pohon yang mencong2 ga jelas. Valley of love kabarnya adalah lembah yang sangat romantis tapi sayangnya tutupnya jam 5 sore dan kami sampai di sana waktu sudah hampir tutup. Akhirnya kami berkunjung ke desa tradisional (Embroidery) tempat para wanita menyulam lukisan2 spektakuler yang tidak boleh difoto. Jadi para embroider itu memakai baju tradisional Vietnam dan kerjanya menyulam lukisan2 mulai dari lukisan binatang maupun lukisan orang. Saya melihatnya saja sudah pusing. Bayangkan lukisan taman bunga mawar yang disulam menggunakan benang sehelai demi sehelai. Sungguh pekerjaan yang hanya cocok buat orang yang sabar dan ususnya panjang.
Karena kami belum ke gereja, kami menyempatkan diri mengikuti misa dengan bahasa Vietnam di katedral. Kami tidak tau apa2, hanya menebak2 saja dari urut2an misa yang kami ingat. Yang paling berkesan adalah para penjaga parkir di katedral itu tidak mau dibayar!!! Beda sekali dengan tukang parkir di gereja2 di Jakarta yang selalu menagih ongkos parkir. Padahal di katedral itu udaranya sangat dingin dan mereka harus menjagai motor2 secara gratis. Benar2 pelayanan yang menyentuh hati.
Karena kami belum ke gereja, kami menyempatkan diri mengikuti misa dengan bahasa Vietnam di katedral. Kami tidak tau apa2, hanya menebak2 saja dari urut2an misa yang kami ingat. Yang paling berkesan adalah para penjaga parkir di katedral itu tidak mau dibayar!!! Beda sekali dengan tukang parkir di gereja2 di Jakarta yang selalu menagih ongkos parkir. Padahal di katedral itu udaranya sangat dingin dan mereka harus menjagai motor2 secara gratis. Benar2 pelayanan yang menyentuh hati.
Akhirnya tibalah hari2 terakhir kami di Vietnam. Pagi hari ke-3 di Da Lat pun kami naik bis kembali ke Saigon naek sleeping bus yang sayangnya kurang menyenangkan. Sopirnya menaikkan penumpang di tengah jalan, sudah mirip deh dengan bis Jakarta-Pekalongan. Ada seorang penumpang yang sepertinya mabuk. Dia bahkan hampir duduk di pangkuan Petter. Lalu bisnya sempat mogok di tengah jalan karena kehabisan uang bensin dan saya terpaksa menahan pipis. Waktu sampai di pom bensin, saya terkejut melihat toiletnya...ternyata budaya pipis rame2 tidak cuma dilakukan cowok, tapi cewek juga.
Kami sampai di Saigon sore hari dan besoknya kami harus kembali lagi ke Jakarta tidak tercinta. Sore itu kami berjalan2 di festifal makanan di alun2 Saigon. Banyak makanan yang aneh2 dan kami makan Bhan Seo atas rekomendasi bule yang menginap di hotel yang sama dengan kami. Rasanya agak hambar ya dibandingkan nasi megono khas Pekalongan
Kami sampai di Saigon sore hari dan besoknya kami harus kembali lagi ke Jakarta tidak tercinta. Sore itu kami berjalan2 di festifal makanan di alun2 Saigon. Banyak makanan yang aneh2 dan kami makan Bhan Seo atas rekomendasi bule yang menginap di hotel yang sama dengan kami. Rasanya agak hambar ya dibandingkan nasi megono khas Pekalongan
Hari terakhir di Vietnam kami habiskan dengan membeli oleh2 di Ben Than Market dan pergi ke museum perang. Sungguh tempat yang romantis. Buktinya di sana ada dua pasang pengantin sedang foto pre wedding. Saya jadi sedih teringat foto pre wedding saya yang hilang hiks hiks.
Di saat kami pulang dari museum perang, kami bertemu dengan jreng 1000x Om Indra. Jadi kami sudah berkali2 bertemu dengan Om Indra:
- Satu pesawat Jakarta-Saigon
- Satu taksi dari bandara ke hotel
- Waktu di Nha Trang kami bertemu lagi waktu kami sedang mengcopy foto dari kamera ke CD, Om Indra lewat. Dia bilang mau pulang hari Minggu, sementara kami hari Senin. Jadi tidak mungkin ketemu lagi.
- Hari Senin kami ketemu lagi dengan Om Indra di jalan pulang dari museum. Kenapa dia masih di Vietnam padahal seharusnya dia sudah pulang ke Indonesia? Ternyata dia hari minggu ketiduran sampai ketinggalan pesawat. Tidur paling mahal katanya karena tidur 2 jam, uang tiket 1 juta amblas.
Akhirnya tibalah saatnya berpisah dengan masa2 hanimunku yang menyenangkan dan kembali ke dunia nyata.
5 comments:
Bwahahahahaha. Lucu banget. Aku suka banget dengan deskripsimu tentang suatu tempat yang "Lumayanlah daripada nggak ada". Itu bakal jadi kata2 favoritku untuk menggambarkan tempat2 wisata di Semarang, hahaha.
Makasih ya Kris udah nulisin meskipun edisi kedaluwarsa. Aku tetep nunggu kok. Buktinya aku inget kalo postingan yang kemarin itu sampe...eng...ehm...pokoknya belom tamat.Makasih foto2nya. Jadi kepikiran apa tiket ke Hanoi itu kita booking aja ya Kris? Kan ada 2 tempat tuh yang blom kamu liat??? ;-)
Iyo Kris.. aku juga menunggu lho.. akhirnya diposting juga..hahahaha.. ampunnn terus pas pipis bareng2 ga pake studi banding tho, Kris???
Nggak kadaluarsa kok, apapun yang ditulis oleh kedua penulis blog ini nggak ada yang kadaluarsa ^^
Pada mau ke Hanoi lagi ya? Ikuuuttt...!!! ^^
Santi...terimakasih2...(berkaca2). Menurutku jalan2 ama Kristina pasti seru, karena dia orang yang unik (kata lain dari aneh) yang bisa melihat segala sesuatu dari sudut yang lain. Jadi nggak bosenin. Plus kita bisa nulis blog bareng (tetep).
Jessi: opone sing di studi banding? Kalo cowok itu saling mbandingin ukuran, tapi kita kan enggak (kliatan). Bukannya cewek cuman studi bandng kalo mandi di kali, karena buka yang atas duluan?
Kok komen ini tambah vulgar yo?? Tobat2. Prapaskah ki...-kristina yang nulis-hehehe
ria: btw aku bukan ke hanoi tapi ke ho chi minh...kapan2 pengen ke sana lagi asale koyo di negeri dongeng..ga ada yang nanya2 pajak..trus ga ada yang nyuruh nyari2 dokumen yang ada debu2 kecoaE yang bikin sinusitis. kapan yo iso jalan2 lagi...koyone dewe ki ngomong thok..jare pak jalan2 bareng tapi rak kelakon2...piye nek dewe pesen tiket neng pekalongan bareng? paling orak bakalan kelakon...jalan2 neng pekalongan bareng sambil nonton sinetron
jc: aku rak pipis bareng2 si hahaha...soale di samping wc rame2 ono wc seng tutupan juga cuma ben hiperbola seng takfoto cuma seng wc rame2
santi: thanks ya sudah memuji kita. kayanya tulisan kita seperti berita2 di mata hati ya yang timeless dan ga bakalan kedaluarsa cihui...hehe
ria maneh: iyo ki masa pra paskah..ayo bertobat
Post a Comment