Tuesday, December 28, 2010

Selamat Natal, Profesor

Di lingkungan kerja saya, memberi selamat sepertinya bukan lagi ucapan yang berarti, melainkan suatu norma kesopanan. Masak nggak ngirim kartu sama senior di hari raya? Seorang teman saya selalu mborong kartu ucapan baik itu lebaran maupun natal.  Banyak sekali. Sampai dia minta bantuan saya buat nulisin. Lho? Soalnya, kartu itu bukan dari keinginannya sendiri. Kartu itu keharusan, biar nggak dibilang kurang ajar. Tradisi di tempat kerjanya adalah junior mengirim kartu ucapan pada semua senior, tanpa kecuali. Akrab maupun tidak. Benar-benar kenal maupun yang namanya nggak yakin siapa. Kadang-kadang, karena saking tidak tahunya mau bilang apa, kartu itu cuman ditanda tangani. Macam kuitansi saja.

Saya tahu, ada kalanya kartu ucapan bersifat formalitas. Suatu perusahaan (termasuk bank, asuransi, toko, organisasi) mengirim kartu ucapan pada klien. Ini wajar. Karena perusahaan ingin tetap menjalin hubungan dagang yang baik dengan semua klien. Tapi kartu ucapan pribadi? Saya kira, saya akan menulis kartu ucapan pribadi secara pribadi juga. Saya akan menulisinya dengan segenap hati (atau minimal dengan tahu persis apa yang saya ingin bilang padanya di luar ucapan selamat hari raya). Dan saya suka sekali surat. Saya bisa menulisi kartu Natal saya panjang-panjang, dengan tulisan tangan saya sendiri. Bukankah ini artinya kita menganggap orang itu berarti? Bukan hanya sebagai klien atau rekan kerja, tapi orang yang saya kenal secara pribadi?  (Ah Ria, nggak semua orang kurang kerjaan atau kelewat nganggur atau desperately romatic kayak kamu lah ya)

Salah satu teman saya nulis pesan di Facebook, "Ucapan selamat natal tidak ada artinya". Memang, kadang orang latah saja. Atau kebiasaan ngirim SMS yang persis sama pada orang-orang di daftar teleponnya.  Praktis. Parahnya lagi, kalau kadang tidak kenal tapi karena status 'atasan' maka ucapan ini dikirim. Mungkin, memang begitulah aturan mainnya. Tapi mungkin saja, atasan juga lupa dari siapa ucapan yang di kirim padanya. Jadi tidak beda jauh mengucapkan selamat pada atasan atau tidak. Yang saya perhatikan, semua kartu ucapan saya pada teman yang benar2 saya kenal selalu berbalas. Sementara yang pada atasan tidak selalu. Hanya atasan yang akrab saja yang balas menjawab, "Oh kartunya sudah saya terima," Yang lain saya tidak tahu apakah surat itu nyampe atau tidak. Dugaan saya, karena saya tidak begitu kenal dengan beliau2. Mungkin, mereka menerima puluhan kartu/ucapan yang serupa dari para bawahan yang juga tidak mereka kenal. Surat saya cuma satu diantaranya. Mungkin terselip diantara beberapa faktur pajak dan Koran Suara Merdeka minggu.

Saya berusaha untuk membuat tiap ucapan saya berarti. Bukan pemanis bibir belaka. Saya jadi berpikir, tidak akan pukul rata kirim kartu ke semua bos saya. Saya tidak ingin cuma jadi salah satu bawahan latah yang ngucapin selamat cuman karena nggak enak. Saya memberi salam pada orang yang saya pedulikan. Orang yang saya pikirkan ketika hari raya tiba. Surat pribadi, pesan, email atau apapun yang bersifat personal jauh lebih berarti ketimbang ucapan basa-basi tanpa arti yang tidak spesifik. Tanda tangan saja tidak akan memberi kesan apapun (kecuali mungkin bagi orang yang mau mencuri identitas). Lagian, mengutip teman saya, apa artinya selamat pada orang yang tidak kita kenal? Pemkot kota ataupun shopping mall sudah melakukannya, begitu kata Vicky Laurentina.

Saya tidak memborong kartu. Saya ingin sayalah yang ada di sana, bukan produk massal yang diobral. Saya ingin penerima kartu saya menyadari bahwa mereka berarti bagi saya, terutama di hari raya ini.

Selamat Natal, Profesor. Semoga anda mengenali saya sebelum membaca alinea selanjutnya.

2 comments:

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

wah..berarti aku orang seng penting di hatimu yo...soale aku entuk kartu natal...:) thanks yooo...
o iyo...kalo aku perhatiin sekarang sms selamat natal yang aku dapet kebanyakan adalah forward2..or ngetik sendiri tapi langsung dikirim ke banyak orang...
tahun2 kemarin juga gitu...
tapi tahun ini aku berusaha ngirim ucapan met natal dengan ngetik satu2
semoga yang baca bisa merasakan ketulusan dari usahaku ngetik sendiri..

pilih mana hayo:
1. dear friends....merry christmas and happy new year. Wishing you happiness and blessing this christmas. Love....Kristina

2. Met Natal ya Ria....dari Kristina

yang mana yang lebih penuh perjuangan ngetiknya?

Sri Riyati said...

yang kedua itu tergantung berapa banyak temenmu yang namanya Ria. Hehe...temenku yang namanya Kristina untungnya cuman satu Kris.

Met Natal ya Kris...dari Ria (ngetiknya lumayan cepet kok) hahah

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p