Tuesday, November 10, 2009

Majalah Wanita Mengkilap

Baru-baru ini saya memberesi majalah lama untuk diloakkan. Berhubung sekarang saya tinggal di kost, banyak anak kost lain juga ikut menitipkan majalah lama mereka. Saya mau tak mau melirik majalah-majalah bersampul mengkilap itu. September 2008. Lebih dari setahun yang lalu tapi masih kinclong. Saya pun iseng membuka-buka halamannya. Beritanya tentu saja basi, kaya peluncuran film Incredible Hulk, review Bangkok Dangerous, CD musik Kelly Rowland dan foto Dewi Sandra yang masih bareng Glenn Fredly. Saya melihat bagian baju dan fashion. Entah karena saya yang terjebak dalam kapsul waktu atau sekedar tidak tahu menahu tentang fashion, menurut saya halaman fashion selalu terlihat sama atau serupa, tidak ada yang berubah selama lebih dari setahun. Tapi yang jelas tidak berubah dan saya cukup yakin adalah foto-foto keren wanita-wanita cantik berkaki jenjang, berlekuk tubuh sempurna dengan senyum pepsodent. Tips merawat wajah, membubuhkan make up dan bercinta di ranjang. Astrologi dan tarot. Feng shui. Halaman yang isinya tentang pria. Harus saya akui, ini memang standar topik yang bakalan dianggap menarik bagi wanita. Masalah pria dan belanja. Masalah tampil cantik. Masalah kesehatan wanita, diet, gym, dan kariernya. Tapi mau tidak mau pikiran saya jadi dibangkitkan ke pembicaraan saya beberapa bulan lalu dengan seorang teman dekat asal Palestina *bukan, sayangnya kami tidak bicara tentang perang dengan Israel atau jalur Gaza*.

Dia bilang, wanita belakangan ini dituntut banyak karena image yang diciptakan media massa. Harus cantik sesuai standar yang mereka bikin (misalnya: wajah mulus, alis segaris, bibir penuh, rambut mengkilat, kurus, tinggi, semampai, berkaki mirip belalang tempur). Belum lagi tentang kualitas penampilan berbusana, gaya hidup sampai aksesorisnya. Karena inilah sebagian perempuan di barat memberontak dengan mengadakan gerakan semacam aksi feminisme. Contohnya dengan menciptakan image yang sama sekali bertolak belakang dengan apa yang dianggap menarik oleh media massa. Atau berpenampilan sesuai dengan image mereka sendiri, apa yang mereka anggap nyaman. Mereka ingin bilang bahwa mereka tidak akan membentuk diri mereka seperti tuntutan yang ada. Mereka menolak ide bahwa cantik hanya didefinisikan dalam satu konsep saja.

Teman saya tanya apa pendapat saya. Saya bilang itu agak ekstrim. Saya tidak menganggap mencukur bulu kaki atau menjepit bulu mata itu menyakitkan. *Kecuali kalo nggak sengaja kelopak mata juga ikut terjepit. Saya pernah sih sampe nangis-nangis, tapi kan itu dulu waktu latihan.* Dan apa sih masalahnya memakai deodorant ketiak atau parfum keluaran Paris Hilton?(meskipun saya masih berpikir dia itu dumb blonde, tapi bau parfumnya lumayan kok). Saya sih tidak keberatan kalau sekedar diminta tampil rapi dan bau wangi, asal tidak setiap saat aja. Kadang-kadang perlu lho berbau alami itu! Tapi kalau tuntutannya harus pake rok paling ketat dan sepatu stileto hak tinggi ya jelas tidak bisa, orang saya kalau ngantor naik sepeda. Lift cuman buat pasien, jadi saya naik-turun tangga bersama tukang angkat galon aqua. Jadi bagi saya sih cuma alasan kepraktisan saja. Teman saya bilang, memang pada batas tertentu kita tidak perlu tampil bak model Victoria Secret setiap saat (lagian dalam seratus tahun juga saya nggak bakalan nyerempet dikit miripnya dengan model pakain dalam!). Tapi image ini terlanjur menempel di kepala setiap orang sehingga perempuan mau mati-matian diet biar kurus dan setengah mati olah tubuh demi punya bodi yang sedikit saja mirip Kim Kadasihan. Ini menyedihkan, katanya. Memang sih, obesitas alias kegembrotan itu pangkal penyakit tapi kurus semampai juga bukan kewajiban. Bagaimana kalau kita memang berbadan bongsor dan rata pada tempat yang seharusnya melengkung dan melengkung pada yang seharusnya rata? Saya bilang lagi bahwa ada terlalu banyak hal yang masih perlu dipusingkan ketimbang mengikuti secara harafiah apa yang disajikan majalah wanita mengkilap itu. Teman saya bilang itu jawaban klise. Apa saya tidak pernah dengar? "Omong kosong tentang kepribadian dan inner beauty itu cuma kata-kata penghibur. Kenyataannya tidak ada yang bakal ngelirik karena kamu peduli pada korban gempa. Kamu masih butuh pantat dan dada,"

Kalau saya bertanya pada rekan cowok, jawaban standar mereka selalu, "Harus diakui kalo yang bikin tertarik pertama kali ya penampilan. Baru setelah itu kita juga lihat sifatnya. Tapi kita nggak akan repot-repot cari tahu kalo sejak pertama lihat sudah tidak tertarik,". Korban majalah wanita! "Tapi kan penampilan itu subyektif," bantah mereka lagi. Tapi semua pasti setuju kalau Titi Kamal itu seksi, ya kan? Orang saya juga setuju kok *betewe, saya bukan lesbian*. Gimana kalau kaum wanita sendiri? Saya sependapat bahwa perempuan juga menilai penampilan laki-laki sesuai standar yang ada di otak kita masing-masing. Saya juga suka cowok ganteng. Tapi kalau ada cowok ganteng yang saya tidak kenal lewat, trus mau diapain? Lagian ganteng menurut versi saya adalah yang nggak pake touch-up. Yang agak-agak kucel (ehm) dan tidak tahu bedanya antara gel rambut dengan jelly yang dimakan, kecuali dicoba dulu dua-duanya. Tapi ini pun tidak akan membuat kesan kalau saya tidak kenal atau tidak ada hubungan apapun selain selayang pandang dari jendela rumah makan. Jadi apa sih gunanya make up, fashion dan sepatu hak tinggi? Asal kita tidak gembel-gembel amat dan toh orang yang kita suka juga tidak berpatokan pada penampilan atau kesan pertama yang bikin melirik sampai nabrak tiang jemuran, sah-sah saja rasanya untuk menjadi tidak seperti yang ada di majalah wanita. Kata teman saya sih ini jawaban putus asa perempuan yang tidak menarik dalam usaha mencari jati diri dan mencintai diri sendiri. Ha-ha.

Masalahnya, menurut saya, kita tidak punya terlalu banyak waktu sehingga kita bisa tampil sempurna sekaligus mengasah karakter kita menjadi pribadi yang baik, utuh dan stabil. Lebih lagi, tuntutan penampilan itu tidak ada habisnya, sangat menekan dan kadang tidak realistis. Apa sebab? Karena mereka itu beriklan. Mereka berpromosi supaya kita membeli produk mereka. Ide yang disampaikan adalah, "Kalau anda tidak memakai pemulas bibir merk ini, anda tidak pernah kelihatan sensual, " atau "Gaya hidup macam begini tidak akan anda miliki kecuali anda punya gadget baru kami," atau "Lihatlah para selebriti. Anda cuma bisa kelihatan semenarik mereka kalau anda berbusana seperti ini," "Daya tarik macam ini hanya bisa terwujud dengan jam tangan merek anu atau parfum keluaran anu," Kalau saya punya perusahaan fashion, make up atau aksesoris apapun, saya juga akan menciptakan image yang bagus supaya orang membeli produk saya. Tapi janganlah ini mempengaruhi saya sebagai perempuan. Jangan sampai kita merasa kurang sebagai pribadi, hanya karena urusan taktik penjualan barang dagangan.

Jadi kalau pilihan kita antara memenuhi syarat cantik yang mengkilap atau memupuk kepribadian, saya masih bertahan pada pendapat saya yang klise. Meskipun saya tahu kecantikan itu kekuatan. Coba bayangkan, dua cewek sama-sama numpahin kopi ke surat berharga, yang satu cantik yang satu biasa aja. Saya nggak bakalan kaget kalau yang cantik masih agak dimaklumi. Intinya kita kan tidak cuman butuh dilirik. Kita ingin patner yang mengenal kita dan bisa diajak bekerja sama. Begitu juga sebaliknya. Kalau kita masih segitu nurutnya sama tuntutan majalah wanita, apalah lebihnya wanita dibanding sekedar 'perhiasan sangkar madu'?

12 comments:

sibaho way said...

Artikel ini mestinya masuk tabloid Aura :)

Oke. komentar saya: Ini era industri. Suatu hari nanti semua wanita sudah cantik semua (versi kulit putih dan halus), maka kulit hitam legam akan dibuat jadi icon wanita cantik. Mungkin akan dibuatkan paket hemat berupa body lotion plus berjemur di Pattaya.

Dan saya (cowok nih) masih percaya inner beauty. Wanita yang penuh percaya diri, senyum lepas, mata berbinar, buat saya sangat cantik. walau seperti whoopi goldberg sekalipun :)

panjang banget ya komennya. maaf :D

sibaho way said...

hehehe ralat: maksudnya era industri dan informasi

Vicky said...

Ke mana aja, Ria? Lama nggak liat..

Aku langganan majalah lifestyle wanita. Aku harus akuin aku percaya apa yang diomongin majalah itu. Tapi aku nggak nelan infonya mentah-mentah. Lebih tepatnya, majalah itu cuman referensi. Sisanya, aku modifikasi dengan kondisiku sendiri dong..

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Mas Sibaho, jangan minta maaf kalo kepanjangan. Sebenernya sudah sejak lama saya pingin minta komen yang minimal 300 kata. Tapi berhubung guru bahasa indonesia saya terlalu sibuk buat ikutan ngecek blog saya, ide ini ditangguhkan =). Singkatnya sih, makasih berat buat komen yang *agak*panjang dan kliatan banget kalo Mas udah baca, hahaha.

"Dan saya (cowok nih) masih percaya inner beauty." Syukur...syukur. Masih ada harapan buat saya yang lebih mirip Claudia Sciffer ini ^_^ Idenya ttg berjemur itu OK. Mungkin suatu saat kita bisa olaborasi produk lotion kecantikan, ini bisnis masa depan! Bener juga, kalo semuanya udah sesuai (putih, mulus) apa yang mau dijual lagi? Pastinya konsep kecantikan harus diubah lagi biar produk2 tertentu laku lagi.

Vicky, aku jalan2 tiga minggu yang lalu, trus pindah kost nggak dapet jaringan internet! Iya memang, pengaruh boleh saja yang penting kita tahu siapa kita. Parahnya, aku ngerasa sendiri waktu masih ABG dulu suka mikir kenapa ya aku nggak secakep mbak2nya ini (waktu beralih dari Bobo ke majalah ABG) tanpa tahu kalo foto itu sudah lewat photoshop ahaha

jensen99 said...

Saya inget waktu masih punya pacar dulu suka gangguin dia gini: "cobalah, kalo lemakmu bertambah tu usahakan di dada, jangan di perut!" Hihihi =))

BTW, soal pantat dan dada.. eh, penampilan ini, IMO yang paling penting adalah proporsinya sih. Juga perbandingan ideal tinggi dan berat, serta tentu saja, wajah & rambutnya.
Makanya temen cewek yg blogger pernah bilang kalo kopdaran blogger itu seperti membeli karung dalam kucing, inner beauty-nya dah ketahuan duluan, baru liat penampilannya belakangan. Haha~
Etapi Ria ada fotonya di blog ya? Dan jelas sekali, cantik abis! Fufufu.. :D

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

menurutku inner beauty itu penting..tapi tetep aja kalo mo menarik perhatian cowok yo mesti seng pertama kali diliat itu fisiknya. kalo kita lesbian laen lagi..buktinya ellen de generes (salah rak ki nulisE) yang ga cakep dan tua aja bisa dapet portia de rossi. makanya aku sering ga percaya kalo ada cowok yang bilang kalo inner beauty lebih penting. termasuk cowokku sendiri...dia bilang dia suka sama aku karena kepribadianku...nah..tapi trus aku tanya..misal sifat dan kepribadianku tetep sama tapi fisikku 100 kilo, tinggi 150 cm, rambut kribo tapi modis tentunya..apakah dia tetap tertarik mendekati? dia sendiri ga berani menjawab..jadi...kayanya buat cowok mungkin lebih tepatnya inner beauty itu penting tapi juga diiringi fisik yang sesuai tipe dia juga....bukan mo menyinggung cowok2 pada umumnya lho terutama sibaho yang ngefans sama whoopi hehehe..

wah berarti kalo kita ngeblog bisa keliatan inner beautynya ya..baru tau nih mas jensen hehe

wongmuntilan said...

aku banyak baca tips kecantikan di majalah-majalah, tapi yang bener-bener dipraktekkan cuma satu, pokoknya tubuh musti bersih, dan wangi (sebisa mungkin jangan bau). Meskipun tubuh kita tidak langsing, penampilan tidak modis, baju keluaran 5 tahun yang lalu, etc, asalkan kita bersih dan berbau harum (asal jangan satu botol parfum disiram semua), takkan ada yang merasa 'terganggu' berdekatan dengan kita ^^

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Buat Jensen. Waaaaah beneran ya??? (mau ngasih pendapat tapi lupa karena keburu kege-eran duluan haha). Poinku sih sebenernya adalah seberapa banyak kita mengusahakan penampilan yang secara umum dianggap menarik (misalnya berapa botol krim pemutih yang dipake dalam sebulan?) dibanding mikirin harga sembako. Ahaha, tapi saya tahu kok kalo teman-teman saya sih kebanyakan sudah nggak ABG lagi dan sudah bisa menerima dirinya tanpa terlalu banyak dikendalikan pendapat media massa.
Santi: benar! Yang penting wangi meskipun tak seputih Sinta...peace^_^!

jc said...

Ahhh.. itulah sebabnya aku ga pernah sukak nonton Miss Universe, Miss World, Putri Indonesia, Miss Indonesia, saya lebih sukak nonton Miss..ion Impossible.. at least biar kuntet, wajahnya Tom Cruise masih enak dilihat hohhohoho...*tambah joko sembung ki*
Gak sukak itu semua karenaaaa... seandainya mereka pintar tapi ga cantik? Ga semlohai? Kumaha? Ya ga keterima lah! Gile lu.. Tapi, Ya.. *aku yakin ini yg nulis Ria!*, sekarang para perempuan udh ga jamannya lagi utk menarik perhatian cowok dengan tampil sempurna ala produk iklan dan majalah wanita. Sekarang jamannya persaingan antar wanita! Nah lhooo.. Buat aku sih *yang pernah tak percaya diri, pendiam dan pemalu* yang penting itu kepercayaan diri. Badan wangi juga boleh walaupun level kewangian orang bisa beda-beda.. bisa jadi kan bagi beberapa orang tertentu harus ngabisin seperempat botol minyak wangi sampe idungnya setuju bahwa itu wangi? sementara yang menghirup udh mau pingsan. Lebih penting lagi menurutku odorless (enggak berbau) jadi netral... hehehehe *alasan aja, aku males pake perfume!*
Buatku sendiri yang enggak langganan majalah wanita *mungkin karena itu aku ga diterima yah dulu apply di salah satu majalah cewek di jakarta* fashion itu adalah salah satu bentuk seni. Tiap manusia menghargai dengan cara yang berbeda-beda. Aku suka seni drama teater tapi ga suka seni lukis *dan termasuk yang kalo disuruh lukis selalu bentuknya dua gunung dengan matahari di tengah, di bawah gunung ada sawah2*. Yang penting bisa bawa diri aja, pede dan merasa unik. Kayak lagunya Christina Aguilera: I am beautiful no matter what you say!

Satu lagi ah.. aku setuju sama si jenssen, emang Ria cantek kok! Hahahaha..

Sri Riyati said...

Yay! Dibilang cakep ama jessi (mata berkaca2, mulut beriler2). Setuju banget sih Jess, sekarang ini memang wanita2 pada bersaing, entah buat dapet apa. Bukan sekedar fisik, tapi juga kekuasaan, perhatian, pengaruh dan penghargaan, bahkan decak kagum dan keiirian perempuan lain! Intinya sih yang aku pingin sampaikan dari majalah wanita ini adalah kekuatan media massa dalam menggambarkan apa itu cantik dan menarik. Dan bagaimana konsep ini telah mempengaruhi banyak orang. Dan apakah kita masih menganggap itu sebagai standar baku? Dan akhirnya, berapa banyak sih kita berinvestasi, atau memperhatikan penampilan kita sehingga kita merasa cukup menarik?

Saya percaya ada orang yang nganggep kita cukup menarik apapun yang terjadi, kalo saya contohnya ya ortu saya (karena mereka nggak mau disalahin, hihihi)

Fanda said...

Menurut aku cantik itu adalah kalo kita bangga pada diri kita sendiri (tubuh kita, pakaian kita, selera kita, pemikiran kita). Tapi memang benar bahwa manusia itu menilai orang pertama kali lewat pandangan, terutama para cowok. Sekarang tolong deh dijawab jujur, gimana perasaan kamu kalo dibilang: jelek, jerawatan, gembrot, kusem. Apa kamu tetap merasa bahagia? So, karena manusia selalu mendambakan keindahan, maka kita semua tetap harus memperhatikan penampilan kalo kita mau ada cowok yg ngelirik kita.

Aku percaya bahwa wanita itu identik dengan keindahan. Dan mempertahankan keindahan kurasa adalah kodrat dari wanita dalam rangka menarik perhatian pria. Bener ga?

Inner beauty memang yg terpenting, tp penampilan luar juga ga kalah penting. Apa yg ada di majalah hanya tips utk tampil sesempurna mungkin. Ikuti aja kalo memungkinkan, kalo tidak, ya jangan mengeluh kalo liat cewek yg bodinya sempurna. Coz masih banyak cewek yg selalu mengeluh ttg bodinya. Aku kegemukan, perutku gendut, dst. Tapi klo dikasih tau ttg diet yg baik dan olahraga, selalu banyak banget alasannya.

Fiuh...women are confusing, don't you think??

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Halo Fanda. Aku suka sudut pandangmu. Bukan sekedar cantik luar atau dalam, tapi juga tentang merawat tubuh dan bekerja keras (bukan sekedar penampilan, tapi penghargaan terhadap diri sendiri). Kalo ini aku setubuh eh setuju banget. Apalagi kalo sampe dibela2in fitness meskipun ada orang nyebelin kaya Koh Gopek ya? Hehe. Semangat!

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p