"Ayo cepet nulisnya sebelum tintanya habis," atau
"Digas aja motornya, keburu bensinnya habis,"
Tapi saya setuju sama omongannya Mas Pepeng, "mnrtku kehilangan blog itu ndak papa, di banding kehilangan semangat nulis di blog (ngeblog)"
Maka, saya pun ngeblog hari ini (tolong dikasih musiknya kalo pas Betmen lagi keluar sarang). Tretetetetet................
Beberapa hari yang lalu saya tulis status di facebook untuk minta pendapat teman2. Bukan. Bukan yang "
Mau pake bikini trus jalan2 ke mall....mau mendua hati....mau jadi agen rahasia CIA...belajar kungfu meringankan tubuh...mo menarikan black swan...mau tamasya ke mars...mau jadi geisha...Berikut jawaban Ferry Tjio temen SMU yang ehm... dulu kayaknya waras deh...sekarang? walahualam.
merampok world bank&the fed lalu membeli sebuah pulau&segera mendirikan negara sendiri. mau menerbangkan pesawat ulang alik tanpa pendamping, mau makan durian sekalian dengan durinya,, mau membunuh singa afrika &mengolahnya menjadi sate ato dendeng balado.Makasih banyak deh pokoknya atas ide temen2. Setidaknya saya jadi eksis di fesbuk (korban ababil). Bagi yang idenya mulia seperti Vicky Laurentina:
Aku ingin minta direktur rumah sakitku supaya menuntut pasien-pasien Jamkesmas yang pakai SKTM palsu untuk membayar jasa medis karena mereka tidak berhak pura-pura miskin!Ide saudara sudah saya sampekkan ke Pemkot Jateng #halah. Intinya sih saya ingin tahu apakah temen2 juga bangun pagi, gosok gigi, mandi pagi dan kerja seperti biasa setiap hari, tapi sebenarnya ada sesuatu yang beda yang benar-benar ingin dilakukan? Sebentar lagi saya akan ikut pra jabatan (masuk kamp konsentrasi selama 3 minggu. Kayaknya ide ngupil di depan Kim Jong Il bisa dicoba) untuk resmi jadi Pe eN eS. Saya jadi berpikir, apakah ini yang saya inginkan sebenarnya? Seperti teman-teman ketahui bahwa saya selama ini menjalani "jalur kehidupan alternatif" yang gak banyak ditempuh banyak orang (CV terlampir. Heish!). Saya menjadi dokter PTT di Ninia, lembah Baliem, Papua (yang gak ada sinyal blas dan diakses dengan pesawat baling2 saja) selama setahun, traveling penuh waktu (ya, saya termasuk pengelana dari gua hantu) selama setahun dan kerja sosial merawat anak cacat (gaji kecil, hidup sehat) selama setahun. Efek sampingnya adalah ketika temen2 seangkatan saya sudah mulai nyicil rumah, mobil dan punya anak 2, saya masih lajang dengan harta benda satu tas ransel saja. Mungkin banyak teman saya yang malah memimpikan punya kesempatan seperti saya (kayak Kristina tuh akhirnya terpengaruh dan jadi pergi ke Oz. Kamu ngefans aku kan Kris? Ngaku deh! #waham kebesaran) tapi sejujurnya, setelah melakukan itu semua, kembali ke 'kehidupan nyata' jadi tidak terlalu gampang, karena:
- Kita harus menyesuaikan diri lagi dengan lingkungan dan teman2 lama padahal sudah beberapa tahun kehilangan kontak yang intens dengan mereka
- Kita punya standar yang berbeda, tapi tetap merasa 'gagal' karena kita tidak punya apa yang umumnya orang lain punya
- Kita kekurangan lawan bicara yang mungkin punya cara pandang sama dengan kita
- Sulit untuk merasa tetap tertarik pada hal-hal yang monoton sementara kehidupan kita dulu begitu dinamis dan tidak pernah sama
- Kita merasa beda dan aneh kayak badak bercula satu ato kura-kura ninja turtles
Akhirnya (biar blognya gak panjang) saya memutuskan....jreeeeeng: mungkin sudah jalan saya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa *tolong lagu Indonesia raya dan obat kege-eran disiapkan*. Jadilah saya akan belajar tentang penyakit menularnya orang miskin bulan September nanti dan....saya tidak tahu apa yang ada di depan saya nantinya. Saya akan tetep mengajar dan selebihnya, you'll never know what's round the corner. Dan lagi, saya tetap hanya membawa satu tas saja (menghayati apa yang dipelajari).
4 comments:
Ambil saja dampak positifnya, Ria. Gaji PNS bisa dipake buat nyicil rumah BTN.
Anyway, aku mau cerita sedikit. Kakakku, dia sarjana Hubungan Internasional, pernah menghabiskan waktunya jadi pengangguran dengan bekerja serabutan. Dia bekerja setahun jadi asisten bartender di kapal pesiar dan kapal itu berlayar selama setahun, di kawasan Alaska sampek Karibia. Pekerjaan rendah, mungkin, tapi dia mendapatkan impiannya keliling pesisir West Coast, masuk Mexico, dan mendarat di Kuba. Dia menghasilkan foto-foto narsis lebih banyak daripada gajinya.
Dia ngambil S2 Magister Manajemen hanya untuk mengisi waktu, sambil ngajarin anak tetangga bahasa Inggris. Sampek akhirnya dia jadi PNS di DI Yogyakarta.
Sekarang, berkat kepiawaiannya membawa diri, dia sering jadi penerjemah kalo ada kunjungan kenegaraan ke Jogja dan urusan-urusan yang berbau "kerjasama Pemda dengan negara lain". Membuatku sadar bahwa menjadi PNS mungkin nggak monoton-monoton amat. Tergantung bagaimana kita menyikapinya lah.
Haha. Betul juga ya Vicky. Aku nggak boleh ngeluh sebenernya ttg PNS karena
harus diakui ini pekerjaan yang aman dan nyaman. Tapi yang aku rasakan, kita "dipaksa" untuk berpikir mengikuti sistem yang ada. mnrtku ini membuat kita kehilangan jati diri. Misalnya, bagi aku ijasah hanyalah selembar surat, jadi meskipun memang itu penting sebagai bukti, tapi tidak lebih penting daripada kemampuan kita sendiri. Misalnya, banyak orang yang kalo seminar "nitip" sertipikat karena untuk dapet SKP. Kalo pelatihan staf di kampus, pada absen doang tp buntut2nya ditinggal, yang penting dapet ijasah dan bisa dipake naik pangkat. Aku juga jadi harus ngumpulin sertipikat2 ini untuk memenuhi beban kerja. Padahal kalo disuruh duduk mendengarkan ilmu yg aku gak mudeng dan nggak tertarik ya buntutnya aku baca novel. Jadi nggak ada ilmunya. Dan kadang namaku dipake di panitia biar dananya keluar. Padahal aku ya nggak ngapa2in. Aku jadi merasa, kemana perginya aku yang dulu: yang gak peduli soal status dan pangkat tapi melakukan sesuatu yang bener2 aku minati sepenuh hati?
Resiko jadi PNS mnrtku adalah kita akan masuk ke sistem yang birokratif dan tidak mendorong untuk maju dengan cepat. Segala sesuatunya dibikin ribet. Ini pertentangan dengan "kehidupanku" dulu, yang mengutamakan kenyataan dibanding kertas2 bukti. Bukan melulu soal traveling (krn PNS justru bisa jalan2 ke luar negeri lho) tapi masalah cara berpikir. Ini yang membuat aku jadi kisruh ato istilahnya "gundah" heheheh.
Kalo kita pegawai biasa, bisa lho kita disuruh dtg tepat waktu dan pulang siang, tapi nggak bnr2 ada kerjaan sampai orangnya maen komputer mulu di kantor...kayaknya orang pinter juga bakalan jadi bego kalo begini caranya #keluh
pertama...selamat yaaaa udah diterima di sekolah penyakit menular...semoga di masa depan bisa menemukan obat penyakit malarindu itu sampai ga bisa kumat lagi.
bisa menemukan taktik baru buat mencari virus malarindu di dalam hati yang katamu kaya mencari jarum di lapangan bola.
bawa 1 tas waktu pergi..ntar di sana beli tas lagi jadi waktu pulang bisa bawa oleh2 buku2 bermutu misal buku gray's anatomy
jadi pns ada baiknya juga..siapa tau suatu hari dirimu jadi mentri kesehatan yang mau menguak merk susu berbakteri
Haha... Setidaknya kamu pernah merasakan bagaimana menjalani hidup yang penuh warna dan ngga perlu menjalani hari-hari yang setiap hari sama seperti kebanyakan pekerja kantoran. Setidaknya begitulah yang dikeluhkan salah satu teman saya. Tetap semangat ngeblog ya?
Post a Comment