Saturday, November 14, 2009

Keluarga oh Keluarga

"Meet my family, you'll understand," - Anonymous.

Kadang-kadang saya mikir, bisa gak sih kita jadi orang 'normal' kalau kita berasal dari lingkungan (baca: keluarga) yang 'tidak terlalu normal'? Barangkali banyak yang balas bilang, memang apa sih normal itu? Saya juga nggak tahu batasan normal, tapi saya tahu apa yang termasuk 'enggak banget'. Kata peribahasa, menepuk air didulang, terpercik muka sendiri (kalo nggak salah) artinya jangan pernah bicara tentang kejelekan keluarga. Saya bukan bicara kejelekan kok, cuma cari pembelaan saja kalau saya dibilang aneh ^_^. *Bukan. Keluarga saya bukan mafia. Bokap bukan anggota KPK, juga bukan sebangsa MIB atau vampir*

Sebenarnya kalau saya mulai berpikir bahwa keluarga saya kok begini, saya selalu mengingatkan diri sendiri kalau ini bisa lebih buruk. Banyak orang yang terbelit utang, putus sekolah, terpaksa jadi TKW, nikah muda, bercerai, masuk bui atau masuk RSJ karena keluarga. Dibanding ini, keluarga saya pasti kliatan oke berat seperti model iklan KB/NKKBS. Pasti banyak yang berkilah juga, kan nggak ada keluarga yang sempurna. Betul, tapi saya tidak minta sempurna. Saya cuman bilang sedikit tidak terlalu aneh kenapa sih? Soalnya keluarga saya tingkat keanehannya cuman setengah level di bawah keluarga Simpsons.

Pertama, mereka semua obsesif kompulsif soal uang. Tidak peduli apa pencapaian seseorang secara pribadi, level kesuksesan selalu diukur dengan uang. Jadi, bokap akan bangga kalau penghasilan saya menembus angka 8 digit. Mungkin ini normal-normal saja. Biar saya ceritakan rincinya. Bokap saya pengusaha sejati. Segala sesuatu ditimbang dari neraca rugi-laba. Jangan salah, dia juga sangat konsisten. Kalau bilang utang pasti dibayar beserta bunga, kalau bilang deal ya dipenuhi. Sesuai hukum dagang. Tapi jangan harap bicara dari hati ke hati tentang binatang piaraan, kebun di belakang rumah, foto-foto masa kecil atau cita-cita jadi sukarelawan. Jangan harap dapat tanggapan positif (masih untung kalau dia mendengarkan). Sialnya, dia juga ngirit (baca: ekonomis) banget. Pengeluaran sampai parkir dan ngasih recehan ke pengemis itu dicatet. Rekening telepon diperiksa. Tagihan kartu direview. Tarikan dari ATM dijumlah. Kalau pengeluaran banyak, dia akan ngomel-ngomel sambil bilang, berapa kilo emping yang harus dijual untuk menutup tagihan bulan itu. Kata-kata yang populer dari bokap:
"Rak mberasi" - tidak menghasilkan beras alias tidak mengasilkan uang.
"Ora ilang tapi susut," - tidak hilang tapi mengalami penyusutan (buat barang yang dipake, misal AC, mobil, motor atau komputer. Katanya kalo dijual lagi kan jadi lebih murah).
"Ngakeh-ngakehi berkoteng thok," - menambah beban (pengeluaran) saja.
"Ojo tuku sing rak kanggo nggawe," - jangan beli barang yang tidak berguna (bagi bokap contohnya baju baru, sepatu baru; sebelum yang lama sobek, rusak dan nggak bisa dibetulin lagi. Atau hiburan. Dalam kamus bokap, pengiritan=keuntungan=hiburan)
"Ojo nambahi pajek," - jangan menambah biaya pajak (contohnya beli motor baru, mobil, tanah atau rumah).

"Iki 5 dino kerjo lho" - ini lima hari kerja lho (biasa bervariasi. Bisa seminggu, sebulan, setahun, dst). Ini diucapkan kalau kita liburan atau makan di luar atau pengeluaran apapun yang jumlahnya lumayan besar, konon supaya kita sadar bahwa tiap rupiah dihasilkan dengan kerja keras dan cucuran keringat sampe bedak pun luntur (kaya kata Kristina).

Karena prinsip ekonomi bokap yang lebih dahsyat dari Adam Smith, saya jadi terbiasa hidup sederhana. Misalnya ngekost di kamar berangin tapi nebeng tidur di kamar temen yang sering jaga malem tapi kamarnya berAC, atau suka pulang kerja agak telat tiap kali di RS ada acara makan-makan, atau selalu minjem DVD bajakan dari temen kost, atau naik sepeda ke tempat kerja, dan kesanggupan saya berdiri berjam-jam di Gramedia buat baca buku yang plastiknya dibuka. Berkat latihan bertahun-tahun! Yang paling mengesankan, kemampuan keluarga kami untuk menahan lapar. Coba buka kulkas di rumah keluarga saya, tidak ada makanan sebiji pun! Dalam hukum rumah tangga bokap semua makanan harus dihabiskan saat itu juga, nggak boleh beli tapi disisakan. Dan sesuatu yang berlebihan itu tidak pernah baik. Alhasil tidak ada cemilan, kalau tamu bertandang paling banter dikasih aqua. *ada yang protes kenapa saya nggak pernah kasih oleh2. Asal tahu saja, tiap saya beli oleh2 buat keluarga, bokap malah bilang "ngeceh-ngeceh duit thok" alias buang-buang duit aja. Nah lho!*

Hal lain yang paling aneh dari keluarga saya adalah kekhawatirannya akan pencuri. Di rumah ada banyak sekali gembok dan anak kunci dan rantai-rantainya sampai kadang ruang penyimpanannya dikira ruang koleksi kunci. Rumah saya dinding pagarnyanya tinggi dan masih ada kawat berdurinya. Saya pernah baru pulang dan kekuncian di luar karena rumah dikunci berlapis-lapis dari luar sampai dalam, yang punya aja sampai susah masuk. Lalu soal listrik. Saya kebiasaan matiin lampu karena selalu diteriakin bokap kalo lampu dibiarkan nyala. Ini tentu saja kebiasaan baik. Tapi kalau lampu jalan dimatiin dengan alasan kita ada di dalam rumah semua, lha yang mau masuk dari luar jadi gelagapan. Untung ini sudah agak berubah sekarang. Yang lain, entah kenapa semua kabel di rumah saya selalu dicopot dari stop kontaknya (mungkin untuk memastikan alat benar2 mati dan nggak makan listrik). Jadi tiap kali mau menyalakan sesuatu yang kompleks, misalnya komputer, internet dan nge-charge HP secara bersamaan, kita jadi harus merekonstruksi ulang kabel-kabelnya. Hal-hal diatas kedengerannya sepele. Tapi coba bayangkan kalau kita mau cek sesuatu di internet, kabelnya dicopot semua dan pintunya dikunci, lalu lampunya padam jadi susah masukin kuncinya?

Kedua, bonyok tidak pernah tahu kalau anaknya sudah gede. Mereka selalu kasih nasehat (baca: perintah) kapan makan kapan tidur kapan mandi kapan cebok. Biarpun saya dipanggil De-eR tapi nyokap masih hobi maksa-maksa saya minum jamu dan diawasi sampe gelasnya kosong. Tiap minggu pagi, mereka bakalan tendang-tendang selimut saya supaya saya ke gereja. Gak peduli kalopun malemnya saya begadang nyelesaiin tugas (dan ini kan hari Minggu!) Tidak ada yang namanya ruang pribadi. Kamar saya selalu bisa dimasukin kapan aja, diubah, dipindah, atau dibongkar (temboknya atau atapnya! bukan sekedar barang-barangnya). Pernah pas saya pulang, barang-barang saya semua di garasi, tembok kamar tinggal separo dan atap kamar saya hilang! Usut-punya usut, bokap lagi melebarkan gudang emping. Pernah saya lagi belajar, tiba-tiba nyokap masuk buat curhat tentang bokap. Atau teriak-teriak, "Ini sandal yang satu ilang kemana?" waktu saya lagi ditelpon dosen soal kerjaan. Saya pernah bercanda, "Tahu nggak kenapa saya ngekost? Di rumah sering diganggu orang tua,"

Ketiga, saat-saat sulit mereka nggak tahu menahu, tapi begitu saya bikin pilihan, langsung campur tangan. Misalnya pas sekolah dulu, saking sibuknya kerja, ortu saya nggak pernah tahu anak-anaknya kelas berapa aja. Tapi begitu mau masuk universitas, orang tua langsung nyuruh semua anak untuk nyoba UMPTN (padahal saya udah masuk tanpa tes di perguruan tinggi swasta di Jakarta dan saya sudah puas). Alasannya? "Perguruan tinggi negri kan murah," Pas saya patah hati atau bingung soal pacar, mereka boro-boro mau dicurhatin, tahu aja enggak. Tapi begitu saya mutusin untuk single dulu, mereka langsung ngenal-ngenalin saya sama anak tetangga ato sodara jauh. Di universitas dulu saya sering merasa tidak cocok dengan ilmu klinis. Tanpa sadar perjuangan saya untuk tahu bidang apa yang saya minati, ortu langsung nyarikan saya kenalan dokter spesialis buat rekomendasi untuk masuk penyakit dalam. Walah!

Keempat, pendapat saya tidak lebih penting dari kentut gajah. Waktu mutusin untuk traveling, saya mengumpulkan duit dengan penuh semangat. Pas udah hari H, bokap memblokir buku tabungan saya (ya itu mungkin, karena bokap saya masih mengatur keuangan saya dan petugas banknya dibawah pengaruh bokap). Alasannya? Uang itu buat modal bukan buat dihambur-hamburkan. Jadi kalau ada yang berpikir saya sangat beruntung bisa berkelana karena bokap saya dibilang berada, itu separuh benar separuh tai kucing. Separuh benar karena untuk bikin visa bokap saya harus tanda tangan sebagai pemberi ijin dan penanggung jawab. Separuhnya lagi, justru bokaplah yang membikin pergi lebih jauh dari kota Semarang adalah mustahil. Kekhawatirannya, penghematannya, dan cara pikir keluarga saya membuat mobilitas saya lebih rendah dari pohon beringin. Lebih mudah belajar hidup mandiri, belajar kerja jadi tukang cuci piring dan tukang pel, belajar jadi dokter daripada menentang prinsip keluarga saya: menghabiskan uang bukan untuk mendapat keuntungan berupa duit hukumnya haram. Pendapat saya tentang "mencari jati diri" kedengeran kaya bualan manis tukang jual obat kuat. Cuma karena kemauan keraslah saya bisa memenangkan pendapat sendiri.

Terakhir, keluarga saya tidak tahu menahu urusan pribadi saya. Jadi, kalau ada lelucon tentang biji yang ditanam, disiram dan plop! Tumbuh jadi orang, mungkin itu gambaran anak-anak di keluarga saya. Semuanya tumbuh sendiri-sendiri. Adalah mustahil untuk minta tolong dikirimi barang-barang saya dari rumah via telepon, karena tidak ada yang tahu dimana barang2 itu berada dan bentuknya kaya apa. Pernah waktu kerja di Papua saya minta tolong dikirimi majalah, karena merasa terisolir dari dunia luar. Kiriman yang saya tunggu-tunggu itu akhirnya datang juga, tapi yang mereka kirim adalah majalah dari kamar saya (alias majalah lama yang saya sudah baca). Kartu-kartu pos yang pernah saya kirim terkubur dalam surat-surat tagihan. Kalau saya minta kirim ijasah atau semacamnya dari rumah, mereka akan bilang, "Belajarlah menyelesaikan urusanmu sendiri, orang tua kan banyak pikiran," Sementara kalau saya lama tidak kasih kabar mereka bakal protes, "Kenapa nggak pernah telpon ke rumah? Lagi ngapain? Sama siapa? Dimana?" Memang aneh logika mereka!

Jadi, saya selalu super kuatir kalau harus memperkenalkan keluarga. Ada rasa gamang setiap kali harus ikut kegiatan bertitel 'acara keluarga'. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan rasa cinta. Tentu saja saya sayang keluarga saya. Cuma, kayaknya saya perlu belajar banyak tentang menangani orang-orang aneh (sekaligus belajar untuk mengurangi keanehan saya sendiri!)

9 comments:

sibaho way said...

hahaha... bokap-nya, gue banget!!
istri juga suka komplen mengikuti pola saya yang katanya 'gaya pabrik' : beli barang yg dibutuhkan sesuai dengan jumlah dan waktu kebutuhan saja :D

btw, saya gak normal dong ya :))

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Walah kalo ada yang ngembarin gini justru jadi terasa wajar. Padahal saya bener2 ngerasa kluarga saya aneh bin tukul rahwana. Masak sih mas? Kasian lho anaknya...

Kabasaran Soultan said...

Wakakakakakakaa ....
Curhat nih ceritanya.
Any way ...
Mudah2an dengan kondisi seperti itu kata syukur tidak pernah hilang dari perbendaharaan kata-katanya.

nice sharing

wongmuntilan said...

Salah satu topik yang paling saya suka dari blog ini adalah: keluarga. Baik keluarganya Ria, maupun keluarga Kristina. Kisahnya selalu lucu dan orisinil...!!!
Pertama baca profil keluarga (kalo gak salah, itu postingan Ria n Kris yang paling awal), langsung deh poling in lop sama blog ini ^^
Btw, penghematan itu penting lho. Saya sendiri sangat kagum pada orang-orang yang hemat, dan selalu berusaha meniru, karena saya sendiri tergolong agak boros... oh no... ^^

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

waduh san...keluarga kita orisinil alias aneh ya hahahahaha....thanks udah bikin kita bangga punya keluarga yang aneh tapi orisinil :p.

ria...papahmu kuwi petter banget wes..mugakno aku sering stress nek misal dikon ngirit2..misal ke kfc bawa nasi (iki terus topikE) dan kemana2 bawa minum sendiri. jadi aku ada harapan banyak ni..petter pelitE kaya papahmu..semoga wae duite akeh koyo papahmu juga hahaha...Amen.
tapi pas aku jalan2 bareng keluargamu orak aneh juga sih..malah seng aneh ki kowe karo anik seng ektokE kurang perhatian karo mamahmu...dan aku seneng jalan2 karo keluargamu karena mereka hapal ayat2 Alkitab. btw tapi yo aku belum tau nek misale kemaren jalan2 sama papahmu suasanane piye..ojo2 aku rak sido ditraktir mangan kepiting hihihihi...

Sri Riyati said...

Halo Pak Kabasaran. Apa kabar? Iya, masih bersyukur sih karena Bokapku bukan Batman ataupun dukun santet. Saya lumayan yakin itu =).
San, ngirit yo ngirit tapi ojo methithil. Nek bawa aqua ato nasi sendiri atau nyuruh anak ngutang sopir/tetangga ya agak gimana gitchu. Tapi makasih dibilang orisinil (maksude aneh=unik, ya?)
Amen lah semoga Piter sugih dadi kowe bisa makan ayam tulang lunak dan janjang Mieong (bnr rak sih) setiap kali pingin. Nek sama papahku, pasti dia bilang, "hari ini kita makan nasi kucing," sampe tidak ada yang nebeng baru dia makan kepiting. Itupun kepiting satu buat sekeluarga, airnya bawa sendiri. Ihik2. Hapal ayat2 alkitab? Kecuali aku sih,na kok nggak jadi pake ayat gadis bodoh itu sih Kris?

Fanda said...

hehehe...Tiap keluarga pasti punya keunikannya sendiri2. Seaneh apapun ortu kita, kalo udah denger curhat anak2 yg lain, sering kita akan bersyukur punya ortu seperti ortu kita. Kalo ada yg mau minta tukar tambah..ga mau ah! [emang ada yg nawari??]

jc said...

Itulah sebabnya daku tak mau kembali ke pekalongan.. karena begitu menginjak bangku kuliah *kadang empuk, kadang atos* di luar kota yang kurasakan adalah: FREEDOMMMM.. FREEDOOOMMMMM..!!!!
But I still love them anyway.. especially when my dad passed away. Always wish i have more time with him ;(

Sri Riyati said...

Pengalaman saya ya Fanda, temen2 saya jarang curhat tentang bokap mereka kecuali untuk menghibur saya pada saat saya berantem ma bokap. Misal, waktu saya diembargo uang saku, waktu bokap maksa saya balik ke rumah detik itu juga, atau waktu bokap nelpon sampai temen di sebelah tempat duduk saya denger. Jadi saya susah untuk merasa beruntung, haha. Tapi bener kok Jess. Gimana2 ortu gak hidup selamanya. Kata tmn deketu sih yang sabar aja, karena waktu kita berbakti sama mereka nggak banyak, jangan sampe nyesel2 kemudian karena nggak sempet berbaikan. Saya yakin sih, kenangan yag diinget Jessi ama papahnya adalah indah, bahkan yang berantem pun jadi indah. Karena itulah sifat kenangan, ketika seseorang sudah tidak ada lagi. Semoga papahmu tetap hidup dalam ingatan, sementara jiwanya ada sisiNya. Amin, Jess?

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p