Thursday, January 29, 2009

Bagaimana Membantu Dokter

He bore the stamp of the unforgivable sin in a physician - uncertainty. Rae Foley.

Tulisan ini saya buat karena banyak orang masih menganggap dunia kedokteran itu misterius dan tertutup sehingga mustahil dipahami orang awam. Padahal sejujurnya, peran pasien sangat diperlukan bagi dokter untuk membuat keputusan. Menurut primbon Mbah Jambrong riwayat penyakit atau bahasa medisnya anamnesis itu menentukan 70% diagnosis. Yang paling tahu tentang riwayat penyakit adalah pasien itu sendiri atau keluarganya. Jadi, memberikan informasi yang benar kepada dokter itu hukumnya wajib dan mengandalkan dokter untuk tahu penyakit kita waktu kita baru masuk ruang praktek adalah haram, karena dokter bukanlah peramal nasib apalagi peramal cuaca ataupun 'orang pinter' seperti Mbah Jambrong.

Karena kita jarang tahu tentang apa yang terjadi sewaktu dokter bekerja, kita cenderung pasrah bongkokan dan berharap bahwa dokter punya sinar X dari matanya dan bisa langsung melihat apa penyakit kita dan langsung tahu apa obatnya. Salahnya juga, kenapa di dunia kedokteran orang suka pakai bahasanya Harry Potter sehingga berkesan magis tanpa harus pura-pura jadi dukun santet. Padahal kalau diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari, bisa jadi artinya cukup sederhana. Gasteroenteritis Akut Dehidrasi Ringan Sedang artinya mencret dengan agak kurang cairan.
Paroxismal nocturnal dyspnoea artinya terbangun dari tidur karena sesak napas. Kronis eksaserbasi akut artinya kumat-kumatan, Pityriasis Versicolor artinya panuan, takikardi artinya deg-degan, tachypnea artinya ngos-ngosan. Jadi kalo di diagnosis tertulis: skizofrenia dengan major depression dan anxiety disorder, itu artinya cuma: gila dengan tambahan depresi dan gugupan (bukan kabar baik sih, tapi setidaknya dipahami dengan bahasa manusia bumi).

"Bahasa mantra" yang dipakai orang medis kadang membuat kita nyaris berpikir bahwa dokter tahu segalanya tentang tubuh manusia. Ini mengakibatkan harapan terhadap dokter jadi melambung tinggi, harus tahu dari penyakit cantengan sampai kanker leher rahim stadium IV. Saya percaya bahwa dokter tahu sesuatu, tapi tidak semuanya. Ini karena pekerjaan dokter adalah tebak-tebak buah manggis. Bahasa mbah jambrongnya analisis deduktif. Ini sama halnya seperti detektif yang mencari tahu siapa yang maling ayam dari baunya, jejak kakinya, ukuran sandalnya dan terakhir bulunya (bukan bulu ayamnya). Jadi, dari riwayat penyakit kita memperkecil kemungkinan, diteruskan dengan pemeriksaan klinis. Lalu diperkecil lagi dengan pemeriksaan penunjang. Sampai tercapai diagnosis, tapi diagnosis ini masih dibuktikan lagi dengan perkembangan penyakit dan kemungkinan lain. Jadi kalopun maling ayamnya ketangkep kita masih curiga pada maling-maling yang lain yang mungkin mencuri ayam, misalnya maling jemuran, maling dompet dan maling kundang. Kalau ditemukan kemudian bahwa perkembangan penyakit mengarah ke diagnosis lain, maka terapinya pun kita ganti. Seperti menebak ayam dalam karung (bosen ah kalo selalu bilang kucing dalam karung, kenapa bukan bebek? kenapa bukan kelinci? Lagian kalo dalam karung kita kan gak tahu itu apa), kita tidak pernah tahu pasti sebelum mengadakan pemeriksaan yang teliti dan mengamati jalannya penyakit. Di sini peranan pasien sangat dibutuhkan. Rasanya wajar kalau kita sedikit tahu tentang apa informasi yang diperlukan saat kita sakit.

Yang perlu kita ingat kalau sakit adalah:
1. Keluhan utama. Jadi kalau sakit belekan jangan melantur ke pinggang yang cekot-cekot. Perjelas apa yang membuat kita datang ke dokter dan kalaupun ada keluhan lain, bicarakan secara terpisah.
2. Kalau kita sakit, ingatlah tempatnya (kalau bisa ditunjuk), kejadiannya (apakah tiba-tiba atau bertahap), bagaimana rasanya (tajam menusuk, meremas, berputar, tumpul, menyebar/tidak, tambah parah/ringan kalau apa, ada tambahan rasa yang lain/tidak, misalnya pusing ditambah mual), kalau mencret lihatlah apakah cair/kental, berlendir/berdarah atau tidak, apa warnanya, apa baunya (saya tidak bercanda lho), menyemprot atau tidak. Kalu sakit panas catat jamnya, kapan mulainya, terus-terusan atau kadang panas kadang tidak, menggigil atau tidak.
3. Riwayat penyakit yang lalu. Kalau ada riwayat kencing manis, jantung, rematik, asma, stroke, epilepsi atau tuberkulosis, selalu laporkan pada dokter. Kalau pernah operasi sebelumnya, meskipun cuma operasi amandel atau usus buntu, tetap katakan. Yang lain adalah riwayat alergi dan penggunaan obat-obatan, biasanya seperti obat asma, diabetes atau obat KB. Karena di sistem kesehatan kita tidak ada data yang tersimpan dari awal sampai akhir, ada baiknya kita tetap memeriksakan diri ke dokter yang sama
(kalau memungkinkan) karena setidaknya dokter ini tahu riwayat penyakit kita secara menyeluruh dari dulu sampai sekarang. Ini cukup membantu dalam menentukan pengobatan.

Selanjutnya adalah menjawab pertanyaan dokter secara benar. Karena tanya-jawab ini tidak berhadiah uang seperti kuis "Who Wants To Be A Millionaire" maka jangan menebak-nebak kalau memang tidak tahu. Bila pertanyaan kurang jelas, mintalah dokter untuk menerangkan maksudnya, jangan memberi jawaban 'kira-kira'. Cara lain untuk membantu dokter adalah dengan mencatat obat apa saja yang sudah diminum, pada wanita tanggal menstruasi dan lamanya, apakah ada tanda lain seperti bengkak, kemerahan, pingsan, kejang, sesak napas sebelumnya, yang mungkin waktu di ruang praktek/UGD sudah tidak ada lagi sehingga terlewatkan. Jangan terlalu panik sehingga memberi informasi yang salah. Ingat, jawaban kita bisa menentukan keputusan dokter (yang tidak tahu kejadian persisnya).

Semoga informasi ini sedikit memberi gambaran bahwa mengobati penyakit tidak sama dengan bikin capcay kuah (kurang manis tambah gula, kurang asin tambah garam). Kita perlu tahu pasti akar penyebabnya bukan cuma menghilangkan keluhannya. Inilah yang menyebabkan 'penyelidikan' terhadap penyakit tidak bisa dilakukan dalam beberapa menit, tapi bertahap, kadang dalam hitungan minggu. Sayangnya dokter bukan cenayang, dan sangat sedikit yang bisa dimuat dalam otak manusia. Keputusan diambil berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang terbatas, tapi pasti yang sebaik-baiknya. Adanya spesialisasi adalah pengakuan bahwa kita tidak mampu menangani semuanya dan hanya bisa berkonsentrasi pada satu hal khusus saja.

Terakhir, jangan selalu berkonsultasi kalau kita ketemu dokter. Pekerjaan dokter terlalu monoton dan menyita waktu sehingga tidak adil kalau kita sedang tidak bekerja masih ditanyai tentang pekerjaan juga. Kecuali keadaan darurat tentunya. Tapi kalau cuma tanya kenapa kakinya suka pegel-pegel waktu di kolam renang tau di bus kota ya kayaknya kurang pantas. Give them a break. Dokter juga manusia, bukan supermi eh supermen.

5 comments:

Baek Sung Jo Oppa said...

ria..ketokE dirimu dendam nemen karo tonggo2mu seng sering konsultasi masalah penyakit hehe. btw lha kowe jengkel rak nek aku sering konsultasi?kiat2mu ki mengko takpraktekke o. tapi tergantung doktere juga. soal riwayat penyakit misale..pas wingi2 spasmofiliku kumat dan aku periksa neng rumah sakit seng mending elit (mumpung gratis, sayange tuku kopi ora gratis juga). nah aku wes cerita riwayat penyakitku kuwi sesek napas goro2 spasmofili. tapi dokterE rak percoyo (coE wes sombong) trus aku malah dibilangi nek aku ki loro maag dan dikei obat maag. yo terang rak mari. aku salah juga si..soale dokter kuwi dokter umum, dudu spesialis. jadi sesuk2E maneh aku perikso neng spesialis saraf dan nembe diagnosisE tepat dan jos gandos. lha kowe rak pak jupuk spesialis down syndrome dan pileren? kan kowe wes ono pengalamanE hehe..tinggal didalami.

Sri Riyati said...

aku sebel banget karo dokter sing koyok ngono. Yo kuwilah, selain pasien sing rak ngerti ttg informasi sing penting nggo ngobati penyakit, dokterE juga nganggep remeh pasien. Padahal sing paling ngerti tentang riwayat penyakit kan pasien. Emange pas loro dokterE mbedogrok ning kono kan yo ora. Mnrtku dokter kuwi ilmuwan, dudu peramal tarot. Dadi kudu ngrungoke pasien. Mnrtku dokter sering dianggep dewo dadine sombong dan kemethak, padahal semakin nngerasa ngerti, semangkin sempit kuwi pikiran. Dadine salah diagnosis karena ngerasa paling tahu. Semoga dokter2 kuwi duwe pengalaman sing nyadarke nek kita ilmuwan, dudu wong pinter. Kita perlu ngumpulin data sebanyak2nya buat nangkep penjahatnya. Mana ada polisi yang liat orang kemalingan trus bilang, "halah, ini pasti dicuri ama mertuamu, " tanpa tanya2 dulu? Jangan2 mertuanya udah mati ato dia nggak pernah nikah....

Sri Riyati said...

Ora, nek kowe sing konsultasi krn kowe rak ngokol. Lha nek wong rak kenal ngerti2 takon2 kan koyo wong presentasi MLM...

Anonymous said...

wah, i angkat jari tangan en kaki dah... udah bisa nulis artikel bagus nih yg berkaitan dg dunia kedokteran... tp yg jelas i ga bisa kasih komen dalam bhs jawi yg mantebb kayak yg udah2. hehehe... tp i setuju banget kalo dokter tuh harus lebih teliti (makanya i males jadi dokter) en sebaiknya jgn anggap enteng pengetahuan pasien yg walo sederhana gimanapun harus dikasih informasi yg benar.. trus i juga setuju kalo lagi ga di ruang praktek, sebaiknya jgn konsul2 apalagi pake maksa, ngotot, en ga brenti2 alias setelah dirinya, suaminya, anak2nya, cucunya, tetangga, bu lurah, pak camat, dst... aduh bo, cape deh!! well, thanks utk tulisan2mu yg menginspirasi... i masih harus berguru neh...

Sri Riyati said...

Ini Elvira ya? (hehe) Siapapun, makasih ya. Kalo liat esmosinya (dendam pada orang nanya2, kayak kata Kristina), kayaknya yang nulis nih kolega deh hahaha. Emang kok cuman kita yang tahu betapa nyebelinnya kalo ditanya2 tidak pada tempatnya. Tapi sayannya ini pertama dan terakhir aku nulis ttg kedokteran. Lebih nggak bosenin nulis tentang boker sebenernya. Lagian kalo pun aku sangat kurang kerjaan, jangan kebangetan ampe baca textbook buat nulis hahaha...skali lagi makasih, aku juga masih jauh dan masih harus banyak belajar, makanya komentar, kritik dan saran selalu ditunggu...

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p