Seberapa banyak sih diantara kita yang yang punya masalah dengan mantan? Meskipun sudah disebut mantan yang artinya gak ada hubungan lagi sama kita sekarang, entah kenapa yang satu ini bisa kaya kuntilanak sundel bolong wewe gombel buto ijo tuyul ngepet ato genderuwo ngesot yang selalu menghantui. Apa pasal?
Sebetulnya istilah mantan sendiri saya juga sudah tidak setuju. Di era perdagangan bebas seperti sekarang ini, kalau kita sudah putus hubungan ya artinya kita available lagi di pasaran (on the market). Kata "mantan" membuat kita kaya barang bekas atau barang yang di-return. Jadi, menurut saya istilah mantan tidak perlu dipakai lagi, mending kita panggil mantan itu pake nama yang biasa dipakai sama temen-temen lain juga sehingga kita bisa memperlakukan si mantan sama seperti orang-orang lain juga. Saya punya alasan untuk hal ini:
1. Menggunakan panggilan, predikat atau keterangan bahwa seseorang adalah mantan ("itu mantanku lho", misalnya) sama saja dengan mengumbar kehidupan pribadi (dan kehidupan si mantan). Orang-orang kan nggak perlu tahu kita pernah kencan dengan siapa saja.
2. Membuat orang lain (termasuk pacar yang sekarang, kalau ada) jadi berpikir, "Jangan-jangan masih ada rasa ya?"
3.Kata ini cuma tepat digunakan untuk pacar yang sudah dinikahi. Dengan demikian dia adalah mantan karena sudah bukan pacar lagi, melainkan suami/istri. Hal ini dikarenakan keadaan berpacaran bukanlah keadaan yang punya batas waktu atau masa tugas atau tanggal kedaluwarsa. Kan nggak ada yang pacaran trus target lima tahun putus. Maksud saya, sebutan mantan yang baik adalah mantan karena masa jabatan yang sudah habis. Misalnya mantan gubernur BI, mantan presiden AS. Itu karena mereka memang ada waktunya turun jabatan. Nah kalau pacaran, istilah mantan malah membuat kita serasa lengser keprabon.
Nah kenapa mantan itu sangat menghantui sehingga disebut culas (wuih sinetron banget nggak sih? Kayaknya pas banget kalo ditambahi ibu tiri dan cewek bermake-up tebel yang mendelik-mendelik, hehe). Berdasarkan survey terhadap satu-satunya orang yang bersedia saya survey, ciri2 mantan culas adalah sebagai berikut*:
Sebetulnya istilah mantan sendiri saya juga sudah tidak setuju. Di era perdagangan bebas seperti sekarang ini, kalau kita sudah putus hubungan ya artinya kita available lagi di pasaran (on the market). Kata "mantan" membuat kita kaya barang bekas atau barang yang di-return. Jadi, menurut saya istilah mantan tidak perlu dipakai lagi, mending kita panggil mantan itu pake nama yang biasa dipakai sama temen-temen lain juga sehingga kita bisa memperlakukan si mantan sama seperti orang-orang lain juga. Saya punya alasan untuk hal ini:
1. Menggunakan panggilan, predikat atau keterangan bahwa seseorang adalah mantan ("itu mantanku lho", misalnya) sama saja dengan mengumbar kehidupan pribadi (dan kehidupan si mantan). Orang-orang kan nggak perlu tahu kita pernah kencan dengan siapa saja.
2. Membuat orang lain (termasuk pacar yang sekarang, kalau ada) jadi berpikir, "Jangan-jangan masih ada rasa ya?"
3.Kata ini cuma tepat digunakan untuk pacar yang sudah dinikahi. Dengan demikian dia adalah mantan karena sudah bukan pacar lagi, melainkan suami/istri. Hal ini dikarenakan keadaan berpacaran bukanlah keadaan yang punya batas waktu atau masa tugas atau tanggal kedaluwarsa. Kan nggak ada yang pacaran trus target lima tahun putus. Maksud saya, sebutan mantan yang baik adalah mantan karena masa jabatan yang sudah habis. Misalnya mantan gubernur BI, mantan presiden AS. Itu karena mereka memang ada waktunya turun jabatan. Nah kalau pacaran, istilah mantan malah membuat kita serasa lengser keprabon.
Nah kenapa mantan itu sangat menghantui sehingga disebut culas (wuih sinetron banget nggak sih? Kayaknya pas banget kalo ditambahi ibu tiri dan cewek bermake-up tebel yang mendelik-mendelik, hehe). Berdasarkan survey terhadap satu-satunya orang yang bersedia saya survey, ciri2 mantan culas adalah sebagai berikut*:
1. Masih sering menghubungi padahal kita sudah punya pacar. Sehingga membuat pacar kita yang baru uring-uringan.
2. Mencoba merusak hubungan kita dengan pacar dengan segala cara.
3. Menelpon kita dan mengajak kita bernostalgia tentang masa lalu bersama dia padahal kita sendiri sudah ingin melupakannya.
4. Waktu kita ganti nomer HP, dia malah telp ke rumah nanyain nomer hp kita ke ortu.
5. Mengajak kenalan pacar kita, ga tau dia punya maksud terselubung apa. Mungkin ingin menyelidiki atau ingin membandingkan pacar kita dengan dia.
6.Menulis comment di Friendster pacar baru kita dengan pura-pura ramah padahal kata-katanya 'mengandung umpan'. Terus minta kita masak mie pas dia sedang ulang tahun (emang muka kita mirip tukang mie tek-tek keliling??!!?)
*) Based on true story.
Demikian pengakuan narasumber saya. Mungkin itu hanya sebagian contoh yang sama sekali tidak mewakili kebanyakan orang. Tapi jujur deh, bermasalah dengan mantan memang menyebalkan bukan?
Menurut saya, cara terbaik menghindari masalah dengan mantan adalah dengan menyadari bahwa hubungan kita yang dulu sudah berakhir. Wajar sih dan manusiawi sekali kalau kita masih kadang-kadang teringat pada mantan atau berusaha memperbaiki kesalahan kita di masa lalu kepada si mantan. Tapi juga sangat wajar dan manusiawi banget bahwa dulu kita pernah memacari orang-orang idiot karena kita juga mengalami fase-fase pendewasaan. Kesalahan terjadi saat kita tidak bisa membedakan masa lalu dan masa sekarang. Ketika kita masih menganggap bahwa mungkin masih ada kesempatan. Mungkin masih bisa memperbaiki kesalahan. Mungkin sekarang keadaan sudah berubah. Mungkin dia adalah jodoh saya. Atau kenapa saya membiarkan dia pergi. Mungkin masih ada jalan kembali. (Ceilah puitis banged dah). Pikiran-pikiran ini jelas membuat kita terjebak di masa lalu. Bahasa kita juga sih, tidak mengenal perbedaan waktu. I loved you jelas bueda banget sama I love you. Yang pertama itu sama saja dengan mengatakan sekarang saya tidak lagi sayang sama kamu alias ilfil. C'est déjà passé. Romantisme di layar lebar juga berpengaruh pada hal ini. Film-film seringnya menampilkan 'lika-liku cinta' dimana dua orang tokoh utama yang meant to be together berpisah karena satu dan lain hal tapi cinta menyatukan mereka kembali. Kita jadi berharap kisah cinta kita seindah ini (kok Ponds banget sih). Padahal, dalam kasus mereka, kedua bintang utamanya memang sudah teken kontrak untuk main dari awal sampai akhir film. Dalam kasus nyata, tidak selalu seperti ini. Keputusan kita berpacaran dipengaruhi banyak hal. Yang jelas salah satunya bukan karena kita yang paling ganteng/cantik, sesuai skrip dan sudah dikontrak sampai akhir hayat.
Kenapa hal ini sangat mengganggu? Tentu saja karena orang yang hidup di masa lalu akan kehilangan masa sekarang. Banyak orang masih menyimpan sakit hati karena putus cinta dan segala perbuatannya ditujukan untuk membuat si mantan terkesan atau menyesal dengan keputusannya. Saya kira pemikiran semacam ini tidak ada akhirnya dan malah menimbulkan sakit hati yang tambah parah. Kalau kita memang sudah putus, urus saja diri kita sendiri, jangan sekali-sekali mengganggu mantan atau bahkan memikirkan kemungkinannya. Kita tidak sedikitpun perlu membuktikan apa-apa kepada mantan. Hanya dengan begini kita bakal merasa lebih baik.
Ketika keputusan untuk mengakhiri hubungan sudah diambil, kita telah terikat komitmen. Komitmen yang berkebalikan dengan yang kita ambil waktu memutuskan untuk pacaran. Hormatilah komitmen ini dengan sikap yang ksatria. Entah mutusin atau diputusin, sadarlah, ini sudah selesai. Teruskanlah perjalanan dan jangan menoleh ke belakang, nanti jadi tiang garam lho.
*) Based on true story.
Demikian pengakuan narasumber saya. Mungkin itu hanya sebagian contoh yang sama sekali tidak mewakili kebanyakan orang. Tapi jujur deh, bermasalah dengan mantan memang menyebalkan bukan?
Menurut saya, cara terbaik menghindari masalah dengan mantan adalah dengan menyadari bahwa hubungan kita yang dulu sudah berakhir. Wajar sih dan manusiawi sekali kalau kita masih kadang-kadang teringat pada mantan atau berusaha memperbaiki kesalahan kita di masa lalu kepada si mantan. Tapi juga sangat wajar dan manusiawi banget bahwa dulu kita pernah memacari orang-orang idiot karena kita juga mengalami fase-fase pendewasaan. Kesalahan terjadi saat kita tidak bisa membedakan masa lalu dan masa sekarang. Ketika kita masih menganggap bahwa mungkin masih ada kesempatan. Mungkin masih bisa memperbaiki kesalahan. Mungkin sekarang keadaan sudah berubah. Mungkin dia adalah jodoh saya. Atau kenapa saya membiarkan dia pergi. Mungkin masih ada jalan kembali. (Ceilah puitis banged dah). Pikiran-pikiran ini jelas membuat kita terjebak di masa lalu. Bahasa kita juga sih, tidak mengenal perbedaan waktu. I loved you jelas bueda banget sama I love you. Yang pertama itu sama saja dengan mengatakan sekarang saya tidak lagi sayang sama kamu alias ilfil. C'est déjà passé. Romantisme di layar lebar juga berpengaruh pada hal ini. Film-film seringnya menampilkan 'lika-liku cinta' dimana dua orang tokoh utama yang meant to be together berpisah karena satu dan lain hal tapi cinta menyatukan mereka kembali. Kita jadi berharap kisah cinta kita seindah ini (kok Ponds banget sih). Padahal, dalam kasus mereka, kedua bintang utamanya memang sudah teken kontrak untuk main dari awal sampai akhir film. Dalam kasus nyata, tidak selalu seperti ini. Keputusan kita berpacaran dipengaruhi banyak hal. Yang jelas salah satunya bukan karena kita yang paling ganteng/cantik, sesuai skrip dan sudah dikontrak sampai akhir hayat.
Kenapa hal ini sangat mengganggu? Tentu saja karena orang yang hidup di masa lalu akan kehilangan masa sekarang. Banyak orang masih menyimpan sakit hati karena putus cinta dan segala perbuatannya ditujukan untuk membuat si mantan terkesan atau menyesal dengan keputusannya. Saya kira pemikiran semacam ini tidak ada akhirnya dan malah menimbulkan sakit hati yang tambah parah. Kalau kita memang sudah putus, urus saja diri kita sendiri, jangan sekali-sekali mengganggu mantan atau bahkan memikirkan kemungkinannya. Kita tidak sedikitpun perlu membuktikan apa-apa kepada mantan. Hanya dengan begini kita bakal merasa lebih baik.
Ketika keputusan untuk mengakhiri hubungan sudah diambil, kita telah terikat komitmen. Komitmen yang berkebalikan dengan yang kita ambil waktu memutuskan untuk pacaran. Hormatilah komitmen ini dengan sikap yang ksatria. Entah mutusin atau diputusin, sadarlah, ini sudah selesai. Teruskanlah perjalanan dan jangan menoleh ke belakang, nanti jadi tiang garam lho.
1 comment:
aku sependapat sama kowe walaupun aku belum pernah punya mantan baek mantan pacar maupun pacar yang udah jadi suami hehehe. tulisan ini termasuk tulisan favoritku setelah my dram book 2.koyo koncoku juga sebelE pok karo mantane cowokE yang sekarang soale masih seneng telp2...nanya kabar...trus nanya kapan merit, dll padahal cewek itu selingkuh jadi haruse yo tau diri ga usah kontak2 lagi. pas cowokE temenku ini ganti nomer hp...si mmc itu telp2 ke rumah cowokE...kan bener2 deh maksudnya apa ku harus bagaimana ...:p. well done..well done..
Post a Comment