Monday, May 16, 2011

Berlibur ala Ninja Hattori

"Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudra. Bersama teman, bertualang!" ost. Ninja Hattori.

Seminggu yang lalu saya mendapat telepon dari temen yang doyan kelayapan.
"Ayo naik gunung Merbabu! Sabtu malam kita berangkat dari Magelang,"
Saya langsung membayangkan kegiatan kami selama ini: naik jeep, masak indomie, bakar ketela, kentang ato singkong dan minum teh manis hangat di tempat terbuka sambil nyanyi tembang kenangan diiringi gitar pinjeman. Waktu itu kami sempet bingung mo masak pake apa (secara perlengkapan outdoor kami setara ama bakul mie jowo) jadi kami sibuk bawa arang, minyak tanah, anglo dan korek gas. Ternyata jreng jreng 654325x...seratus meter dari tempat kita kemah ada yang jual gorengan anget ama kopi tubruk. Males deh. Kalo begini bagaimana saya bisa pamer kemampuan bertahan di alam liar? *halah*
"Asyik tuh. Menu barbecue kita kali ini apa?" jawab saya sambil nelen liur.
"Ria, kali ini kita naik gunung beneran. Bukan cuman bikin tenda sambil makan-makan di bukit Ungaran. Kita akan jalan, mendaki, bikin tenda cuman untuk istirahat sebentar trus lihat matahari terbit dari puncak Sarip,"
"Hah? Kita nggak rock climbing sekalian?" canda saya sambil tertawa garing. Inget punya inget, olah raga saya yang terakhir adalah lari-lari waktu dikejar ayam jago tetangga selama kurang dari satu menit (saya nggak becanda. Ayam jago tetangga saya hobinya nothol orang lewat).
"Nggak, kita cuman hiking selama 6 jam," jawab temen saya dengan polos, jelas nggak nangkep lelucon saya yang jayus, "Jadi kamu ikut?"
Saya mikir bahwa sekali-sekali saya harus naik gunung sebelum keburu osteoporosis (lagian pilihan saya yang lain adalah belajar untuk ujian bahasa Perancis tgl 8 Juni, atau nguras akuarium, ngepel kamar dan bikin proposal studi. Kayaknya bukan pilihan sulit sama sekali).
"OK. Sampai ketemu hari Sabtu," jawab saya sambil mencoba push up dan lompat kodok *lumayan untuk pemanasan*

Perjalanan ke Magelang berlangsung lama berhubung jalanan macet berat akibat long weekend. Kami naik bus ekonomi dimana tas ransel saya diletakkan bersama karung, kardus, ayam dan benda-benda lain yang tidak dapat didefinisikan apakah itu luggage, pakan ternak, barang dagangan atau binatang peliharaan. Dua teman saya berdiri selama lebih dari 2 jam, sementara saya yang sempet misuh-misuh karena nggak tidur siang, terlelap dengan mulut terbuka di tengah bau ketek, tembakau, bau jalanan, parfum dan minyak angin. Mempraktekkan jurus ninja #1: bisa tidur kapan saja dimana saja.

Merbabu konon dapat didaki melalui 3 rute: Selo/Boyolali, Tekelan/Kopeng dan Wekas. Kami diberi tahu kalau Merbabu adalah "gunung untuk pemula" jadi kami merasa pede dan memilih rute yang terakhir karena katanya bisa nyampe puncak lebih cepat. Baru satu jam mendaki gunung yang tingginya 3.142 m dpl. ini, kami menyadari ada kesalahan: seharusnya jangan naik "gunung untuk pemula" tapi yang lebih cocok adalah "gunung untuk manula". Soalnya kami berhenti tiap beberapa langkah dengan napas Selasa Jumat (temennya Senin Kamis) dan kaki yang buyutan. Pasalnya selain rute yang curam kami juga kehujanan dan kekabutan. Senter yang saya bawa memberi efek cahaya yang persis lampu di panggung penyanyi dangdut akibat asap kabut. Oya peringatan: bagi yang mau mendaki gunung jangan pake ponco yang berkibar2 kaya betmen. Lebih baik pake jas hujan yang setelan baju/celana. Soalnya ponco yang panjang bersayap ini kalo dipake naik ke tanjakan bisa keinjek dan malah bikin jatuh yang pake. Ato keinjek temen yang jalan dibelakang kita. Atao kesangkut di semak-semak. Ato dikira 13 kuntilanak kesurupan goyang pinggul. Pokoknya tidak disarankan. Kami mulai mendaki sekitar pukul 00.30 dan dengan ambisius berencana nyampe di pos III (ketinggian sekitar 2.400 m dpl.) jam 5 subuh. Ini tidak mustahil untuk para pendaki yang masih abegeh dan tenaganya masih tenaga kuda. Kami ini usianya kepala 3 jadi tenaganya tenaga kuda nil. Walhasil kami sudah cukup puas mencapai setengah jalan (bukan setengah jalan ke puncak tapi setengah jalan jalan dari base camp ke pos I. He-he), trus mendirikan tenda, trus bikin kopi 3in1 dan makan biskuit Monde (tetep dong). Karena kenyang dan kecapean, tidur pulaslah kita pas matahari terbit diiringi kicauan burung menyambut pagi (haduh).

Hal yang saya pelajari dari Merbabu adalah: di sana pipis kita bisa berasap.  Fakta tidak penting blas ini terjadi karena di gunung, toilet is everywhere (seperti kata Kristina). Jurus ninja #2: jagoan pipis di semak-semak tanpa takut digigit semut. Tips: jagalah jarak pantat dengan tanah supaya nggak nempel-nempel banget dengan posisi agak nungging :-). Karena udara yang sangat dingin, matahari yang muncul jarang-jarang di balik kabut terasa sangat menyenangkan. Sarapan bersama dengan roti bakar dan telur goreng di sini, dikelilingi pohon, tebing, jurang dan rerumputan adalah kemewahan yang indah. Bahkan burung hutan pun masih belum berhenti membikin suara untuk mengiringi kita minum kopi!





Sekarang saya mengerti kenapa orang mau repot2 manjat gunung dengan nggendong2 tas ransel. Kalau pada saat perjalanan naik malam hari kita dimanjakan dengan pemandangan kelap-kelip lampu di kaki gunung, pas turun kita melihat desa-desa, kebun dan gunung-gunung lain di kejauhan. Dalam perjalanan pulang kami mendapat bonus seekor elang yang terbang rendah, matahari yang menyeruak dari awan ke kabut tebal di pucuk-pucuk pinus dan mata air yang bening dan dingin. Semua itu sebanding dengan acara kepleset dan merambat dan gelantungan dan ngesot yang telah kami lakukan selama perjalanan. Kami tetap bahagia walopun kehujanan, belepotan, keringetan dan terbakar matahari (betewe, terimakasih pada tukang cuci di kost. Andalah pahlawan tanpa tanda jasa dalam kasus ini. Kaos kaki saya baunya bisa bikin tikus got mati). Akhirnya saya bisa memejamkan mata sambil mengingat birunya langit, dinginnya kabut, merahnya langit di ufuk timur, bayangan pepohonan, kicauan burung dan segarnya air. Masalahnya cuman satu: habis itu saya jadi susah jongkok. Kaki saya pegel berat dan punggung juga linu-linu. Jurus ninja #3: panggil tukang pijit buat kerokan. Cito!

6 comments:

Pradipto said...

hahaha, asik banget tuh, kapan2 ajak aku dong...

Petter Sandjaya said...

Wah, asik bgt sih... Jd pengen... keren, keren...

Anonymous said...

asiknyaaa...aku juga dari dulu pengen manjat gunung tapi takut. soale pengalaman manjat gunung pas kemah pramuka sma ..yang akhire mencret gara2 keracunan nasi bungkus....pengalaman yang tidak romantis dan terpaksa ke toilet di sawah

kristina

Sri Riyati said...

Kak Dipto: iya biar kurus ya Kak! Petter: di Oz nggak ada gundukan buat didaki? Kris, ketok'e itu juga pengalamanku. Aku juga mencret, karena kita kan kemahnya bareng. Trus kita semua sama2 pulang awal...huhahahaahah. Jadi inget, aku juga inget Ratna ama Diano pacaran di depan tenda jadi kalo mo masuk kemah harus nglewatin mereka dulu...males deh. Mana mereka nggak jadi nikah, jadi pesan moral: kalo mo nikah pacarannya jangan di depan tenda, pamali!

efahmi said...

wah serunya! aku pingin bisa keluyuran bebas gitu... sayangnya nggak mungkin ngajak pacar, ribet dg aneka lotion dan sepatu hak tingginya hehe :D

Sri Riyati said...

Ha-ha. Baru baca komennya Fahmi. Si Vicky nggak usah naik gunung, diajakin naik gondola aja di Venesia. Dijamin dia bakal lupa ama lotion dan sepatu hak tingginya, karena mengejar baju dan tas desainer Italia hehe.

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p