Monday, May 9, 2011

Menjadi 30

Menjadi 30 itu rasanya menyenangkan.

Kecuali fakta bahwa kalau dulu itu saya bisa naik gunung berlari, sekarang jalan pelan-pelan pun harus berhenti minimal dua puluh kali (kalah deh jalan salib. Perhentiannya cuman ada 14). Usia belasan dan tigapuluhan bukan cuman beda generasi, nyaris beda spesies deh kayaknya. Kalau dulu ikut senam aerobic high impact, sekarang saya diam-diam menyusup ke kelas yoga meditasi, demi keselamatan tulang belakang. Oya, ingetkan saya untuk join senam jantung sehat di kelurahan Gergaji tiap hari Rabu pagi. Biasanya saya ngomel2 begitu bangun kepagian gara2 poco2nya si oma2, tapi kali ini saya kayaknya harus telan gengsi bulat2 demi selembar kertas membership. Aku mau hidup seribu tahun lagi, Oma!

Perbedaan yang nyata dari usia 17 dan 30 bukanlah cara pandang, melainkan arah pandang. Kalo pas sweet seventeen kita biasanya memandang ke depan: apa yang akan kita pelajari sehabis lulus SMU, mau kemana, ngapain, mau belajar nyetir mobil, mau pake high heels, mau kencan sama Ari Wibowo, mau nyoba eye liner warna ungu, nyoba ikut kelas drama, nyoba panjat tebing dan nyoba kirim surat cinta anonim ke guru musik yang ganteng. Saat usia 30 kita justru melihat ke belakang: apakah masih kuat hiking di pegunungan jayawijaya, apakah ada temen sekelas yang belom punya anak, apakah rok jeans mini masih pantas dipakainya, apa mantan pacar udah menikah dan apakah masih muat pake celana ukuran S bukannya XL. Saat usia belasan pertambahan usia adalah teman, karena itu berarti kita bisa tanda tangan rekening bank sendiri, nggak perlu bohong2 umur buat bikin/perpanjang SIM, punya hak pilih saat pemilu dan bisa masuk bar/pub dengan tenang tanpa diberhentiin satpam. Saat usia 30an pertambahan usia jadi menakutkan karena saya mulai ditawari krim anti kerut dan selulit, serum anti oksidan dan krim anti flek, pil vitamin E, susu anti osteoporosis dan push-up bra. Hanya menghitung hari sampai saya ditawari cat rambut warna hitam dan tongkat jalan! Catatan pribadi: kayaknya saya harus mulai bayar premi asuransi kesehatan mulai bulan ini. Statistik bilang sebaiknya general check up dimulai dari umur 30, tahu kan, ini hanya untuk antisipasi kalo nanti mulai butuh kacamata baca dan terapi hormon pengganti saat pre-menopause. Dan astaga, dimana terakhir saya taroh gigi palsu tadi pagi?

Tapi eniwei, tidak semuanya segitu menakutkan kok. Bertambah umur bikin kita jadi senior dan itu berarti kita punya privilege! Adek-adek yunior saya biasanya ngambilin kursi, ngambilin teh anget dan membiarkan saya parkir motor melintang di depan pintu masuk. Yes. Sebentar lagi saya bisa dapat tempat duduk prioritas untuk orang tua, cacat, hamil dan anak-anak. Nggak terlalu buruk kan?

Kecuali bahwa temen saya kemping mulai memanggil saya tante. Bukan cuman balita anak temen2 seangkatan, tapi anak2 ABeGeh yang mulai sadar kalo saya sudah kuliah ilmu pediatri waktu mereka baru belajar nyanyi Garuda Pancasila dan bikin kapal-kapalan dari kertas lipat. Itu sebenernya wajar tapi kenyataan yang susah diterima. Tante bagi saya adalah seseorang yang menasehati keponakan ceweknya yang baru akil balik tentang cara pake pembalut yang benar, trus yang melaporkan apa saja tentang cowok SMU sebelah rumah yang ganteng dan suka telanjang dada. Tapi saya nggak kayak gitu kan? Yah, diluar fakta bahwa saya mulai ikut arisan sama ibu-ibu RT, jualan tas, parfum dan tupperware, ngerumpi sambil ngegosip. Oya, tidak ketinggalan percakapan seperti, "Bulan depan jangan lupa giliran tempatnya di rumah saya lho Jeung, saya bakal masak risoles bikinan sendiri. Pembantu lagi pulkam soalnya," Omigod.

Saya punya beberapa tips supaya umur 30 tidak terlalu berpengaruh.
  1. Selalu bohong tentang umur. Lagipula umur itu cuman angka. Di pedalaman dan orang2 jaman dulu, ultah dan tahun lahir cuman Tuhan yang tahu. Patokan hari lahir "Pas gunung Krakatau meletus" atau "Pas Belanda masih menjalankan tanam paksa" cuma manjur buat mahasiswa jurusan geologi dan sejarah. Kecuali pada petugas sensus dan imigrasi, katakan bahwa umur adalah cerminan jiwa seseorang. Orang yang berjiwa muda akan selalu muda walopun umurnya antara 30 sampai 100 tahun.
  2. Selalu apdet tentang lagu dan band. Lupakan Farid Harja dan Ace of Base. Sekarang jamannya Justin Beiber dan 7 (Seven) Icons. Pilih lagu mereka saat karaoke niscaya kita bakal langsung klik sama konco2 ababil. Jangan sekali-kali milih "I started a Joke"nya Bee Gees meskipun kita hapal tiap kata liriknya, karena ketauan lagu itu populer awal tahun 60an.
  3. Sembunyikan poster David Hasselhoff, Richard Dean Anderson, Patrick Swayze atau Shahrukh Khan. Ganti dengan Kim Hyun Joong atau Jang Geun Suk. Peringatan: itu bukan nama menu sushi.
  4. Belajar bahasa gaul kalo perlu bahasa alay. Jangan malah belajar bahasa Perancis. Rasanya bahasa itu sudah punah sejak perang dunia kedua. Le français est donc vingtième siècle!
  5. Setiap berangkat kerja, pakailah parfum dan jangan malah oles-oles minyak angin. (catatan untuk diri sendiri: cari parfum diskon dan jauhkan minyak kayu putih dari meja rias malem ini juga)
Di luar itu semua, saya tetap menyelamati diri sendiri karena survive menembus angka 30. Menjadi tua itu prestasi lho, setidaknya lolos seleksi alam (mulae lebay). Tapi jujur nih, saya lebih pemberani sekarang dibanding, katakanlah, 13 tahun yang lalu. Pasalnya, banyak yang sudah dilewati. Kalau dulu sering takut gagal, sekarang saya tahu bahwa kegagalan itu tidak membunuh lebih banyak orang ketimbang malaria falciparum. Saya tidak takut patah hati, karena bahkan putus cinta yang berat nggak bikin saya mati (bahkan jutru resisten kayak bakteri yang diberi antibiotik setengah dosis lazim). Kalau pernah takut menjelajah tempat baru, sekarang sudah pernah mengalami nyaris dideportasi, ketinggalan pesawat, salah naik kereta atau kehabisan uang di jalan. Tersesat, IP satu koma, nggak lulus ujian coass, telat ujian, ditolak lamarannya, berhenti kerja di hari pertama karena nggak dapet jatah makan siang. Ditinggalin, diselingkuhin, dikejar-kejar tukang kuntit (bukan tukang kredit) dan dijodo2in ama bujang lapuk botak. Jadi, apa untungnya menjadi 30? Menurut saya, jadi tidak banyak lagi yang ditakuti, seperti saya bilang tadi, what the hell happens, I've been there before!

Saya tidak bohong. Menjadi 30 itu rasanya menyenangkan. Hanya perlu sedikit sentuhan krim age miracle. Selanjutnya, bring it on, tante!

6 comments:

efahmi said...

"parkir motor melintang di depan pintu masuk?"
wooo... awas nanti kalo situasi lagi sepi tau2 bannya kempes :p

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Fahmi: haha. Pernah kerja sambilan tukang parkir? Mengakulah. Aiyah, sebenernya ini menjelaskan fenomena misterius yang aku alami baru2 ini, "misteri ban rata tiba2" :-)

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

walah..aku 2 bulan lagi juga 30 T-T. sedih juga ngeliat mulai ada depresiasi double declining pada fisikku. misal kulit tidak seelastis dulu, sering pegel2 dan mudah menyimpan lemak.
jadi tua itu terus terang bikin takut..soale di sini banyak kakek nenek yang udah peot dan kayane kok tidak bisa menikmati hidup soale jalan pelan2 or naek kursi roda.....
harus olah raga dari muda ya biar waktu tua tetep fit

Grace Receiver said...

Hehe... Happy 30.

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

Kristinaaa! Apa itu depresiasi double declining? Kok kedengerannya menyeramkan, spt sejenis pemanasan global atu kepunahan badak bercula satu :-) Kris kayaknya kita belum segitu parah kok, Angelina Jolie dan Jennifer aniston itu juga 30an, demikian juga Aishwarya Ray, Eva Longoria, Kate Beckinsale, Rachel Weiz, Jennifer Gardner, Rachel McAdams dan Naomi Watts. Ini golden age, semacam masa diantara musim duren ama musim layangan. Hehe. Maksudku masa diantara jeans belel dan rok wol rajutan. Masa Coco Channel dan Burberry. Enjoy. Selvia Lusman: Makasih. Growing old ain't for sissies. Jadi termasuk pencapaian bisa selamat ampe 30. Hahah

Petter Sandjaya said...

Hahaha... sebenernya memang seneng menjadi 30 atau berusaha menyenangkan diri karena udah 30?

oya ia, gara2 artikelmu ini, aku baru tau kl ternyata temen di tempet kerjaku itu adik kelasmu.

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p