Terinspirasi oleh
Mbak Fanda, mulai tahun baru kemarin saya mendaftarkan diri sebagai anggota Gym di hotel Horison karena biayanya lagi didiskon dan saya pikir ada bagusnya juga bisa menumpang mandi di kamar mandi bershower meskipun tidak ada sumur di ladang *yeah, hidup joko tingkir!*. Ini keanggotaan saya yang pertama. Dari dulu saya punya pikiran yang salah bahwa Gym itu cuman buat orang yang ingin membentuk tubuh jadi berotot (methekol2 kaya Arnold Swazeneger). Sementara dalam otak saya yang dulu ndeso dan polos kaya cah kangkung (sekarang sepertinya sih agak buthek dan berlumut kaya bak kamar mandi kos-kosan), buat apa mbayar untuk kerja? Kalau olah raga mendingan narik becak ato mikul atau macul karena mereka semua ototnya keker-keker. Malah dapet uang lagi. Tapi sekarang paradigma saya berubah. Nge-gym untuk sehat. Kita bayar untuk mendapat sarana olah raga yang nyaman, bukannya lari-lari di jalan kampung trus terperosok ke selokan yang ditumbuhin rumput tapi tidak ditutup karena kalo musim kemarau masih dipakai untuk cari kecebong.
Sebenernya untuk rajin berlatih ke gym bukan hal yang susah (iya kan Mbak Fanda?). Tapi entah kenapa tekad kuat setangguh baja saja sepertinya tidak cukup. Kelihatannya saya juga harus punya kemampuan sebagai pawang hujan. Soalnya, sebagai penunggang Kymco matic saya selalu saja pulang ke rumah dalam keadaan kaya baru kesiram air seember dari orang yang lagi berusaha ngusir kucing yang ngeong-ngeong di atap. Basah kuyup. Kalaupun pakai ponco, itu bukan berarti saya kering, paling cuma mengurangi sampai taraf kaos cuma lepek doang, nggak bisa diperas. Pernah waktu nyalon di Johny Andrean training senter (yang murah meriah dong ya, sekalian bantu anak-anak yang belajar jadi tukang salon) saya ditanyain,
"Mau diblow kering atau setengah kering?" Konon blow setengah kering ini berkesan sexy.
"Kering aja Mbak. Saya naik motor. Nanti sampe rumah juga bakal setengah kering,"
Apa hubungannya nge-gym dengan hujan? Anu, kalo ujan-ujanan ke tempat fitness dipercaya pulangnya bakal masuk angin. Apalagi kalo nge-gymnya masih pemula, bukannya keringetan malah kedinginan karena ruangannya berAC dan mabok karena bau keringet para gymers yang lain yang tubuhnya berkilat-kilat setelah sit up dan angkat beban(mungkin) sudah gopek kali.
OK, mungkin saya berlebihan. Kalo niat datang ke tempat fitness, panas terik hujan badai kita kan slalu berangkat, ya kan? Saya toh sudah berkomitmen sampe bayar keanggotaan langsung tiga bulan (dan berharap punya perut kaya Shakira, bisep kaya Madonna, betis kaya Hillary Swank di bulan Maret nanti). Menurut majalah wanita yang saya baca, punya temen yang sama-sama bertekad nge-gym baik efeknya untuk menjaga komitmen kita. Saya punya! Hari itu saya janjian untuk berangkat bareng, apapun yang dibilang oleh Mas prakiraan cuaca ataupun Badan Meteorologi dan Geofisika. Satu yang saya lupa, sialnya, adalah untuk isi bensin. Jarum penunjuknya udah merah dan tidak kehijau-hijauan lagi. Jadi, dalam kondisi mendung habis hujan rintik-rintik, saya pun tetap melaju buat fitness. Pertama saya jemput temen saya dulu karena kost-kostannya deket. Diketok, tidak ada jawaban. Ditelpon, tidak ada yang angkat. Usut punya usut, semalam dia jaga malam dan sekarang dia pasti sudah dalam kondisi koma pasca anestesi dalam. Karena komitmen saya jelas, saya harus tetap berlatih, dengan atau tanpa teman, saya pun melaju ke tempat latihan. Penanda bensin saya berkedip-kedip genit. Jadi kedua, saya ke pompa bensin terdekat. Alamak. Pom bensin itu disegel alias ditutup! Saya langsung curiga bahwa semua berkonspirasi untuk membuat saya batal nge-gym. Saya putar ke arah lain, mengingat-ingat dimana ada pompa bensin lain di Semarang. Karena hidup saya jarang bergulir diluar daerah Kariadi-kost2an, saya selalu bergantung penuh pada pom bensin yang satu ini dan jarang mikir untuk isi bensin di tempat lain. Akhirnya saya jadi muter-muter nggak jelas di Semarang, dengan sinyal bensin saya mulai merona merah manja. Saya akhirnya ingat satu tempat yang sebenernya tidak jauh juga, tapi nggak kepikiran aja. Saya tancap gas ke sana. Mohon diingat sodara-sodara, saat ini gerimis sudah jadi hujan dan ponco saya sudah kuyup karenanya.
Satu kilometer dari tempat yang saya tuju, motor saya membisu meskipun gasnya sudah saya putar kuat-kuat. Blaik! (Celaka!). Saya berhenti grak di tengah jalan, dengan mobil yang mengklakson-klakson bak paduan suara di belakang. Saya nyengir dan mendorong motor saya minggir. Sadar bahwa tuh motor mogok dan saya harus menggerakkannya dengan sumber tenaga manusia bukan fosil, klakson2 berhenti dan mobil memberi saya jalan. Ha! Saya jadi punya ide. Saya dorong motor saya sampe pom bensin yang cuma beberapa meter saja dari lampu lalu lintas. Jalan hujan, mobil dan motor pada mengantri di lampu merah, tapi mereka membiarkan cewek yang mendorong motor di tengah mereka lewat! Saya punya keistimewaan melebihi ambulans! Bahkan ketika saya menganggap lampu merah sebagai hiasan perempatan semata, polisi pun tidak menghentikan saya melenggang bebas sambil menenteng eh menggandeng Kymco saya. Saya merasa bisep dan betis saya cukup dilatih saat itu juga.
Seusai mengisi bensin, motor langsung saya gas kuat-kuat: Ngreeeng....klesek! Mati. Saya coba berulang-ulang. Tidak ada hasil. Kata orang motor saya "masuk angin". Walah. Motor juga bisa masuk angin ya? Lalu apa yang bisa saya lakukan? Dorong lagi sampe rumah? Kerokin? Bikin teh anget? Saya pun mengongkelnya. Iya, pake kaki kanan dan kaki kiri secara bergantian, biar nggak gede sebelah. Tangan tetap pada gas, memutar kuat-kuat. Ongkel secara ritmis: satu dua tiga yak! Ulang satu dua tiga...begitu seterusnya. Saya juga heran kenapa nggak ada yang memberitahu saya pada waktu itu kalau motor masuk angin itu cuman perlu ditunggu sebentar sampai bensinnya masuk ke mesin, baru distarter. Kenapa juga orang membiarkan saya ngongkel dengan penuh semangat setelah ndorong motor berhujan-hujan?
Sampai ke tempat fitness, parkirannya penuh. Untuk menjejalkan motor saya, saya harus mengangkat pantat motor sebelah saya yang miring. Memang ada satpam yang batuin sih, tapi saya pikir, kenapa menyia-nyiakan kesempatan untuk membesarkan otot sekaligus?
Jadi, setelah sebulan jadi member gym senter, latihan saya sih mulus-mulus saja. Memang, saya masih tetap basah kuyup atau minimal, seperti istilahnya Johnny Andrean training senter, "setengah kering". Tapi latihan yang sesungguhnya sebetulnya sudah terjadi ketika saya memutuskan untuk tetap datang berlatih. Apapun keadaannya.