Thanks to Ria yang sudah memberikan sepatah dua patah kata untuk menceritakan pernikahanku dari sudut pandangnya dia. Sekarang aku mau menulis dari sudut pandangku sendiri. Pengalaman menikah ini merupakan pengalaman yang penuh dengan naik turun dan lika liku kehidupan (halah). Benar2 membuat kapok tapi untungnya happy ending dan aku menulis di blog ini untuk mengingatkan aku dan suamiku (halah...sekarang suamiku) jika suatu saat sudah peyot, keriput, gendut dan ga ceria lagi. Jangan sampai pengorbanan waktu menikah menjadi sia2.
Petter dan aku menyiapkan pernikahan sendiri, bukan berarti tidak ada peran dari keluarga atau teman2. Tapi sebagian besar kami pikirkan sendiri. Kami sudah pacaran sejak 19 Juni 2002 dan belum ada rencana untuk menikah (waduh panjang dan lama nih ceritanya). Nah baru pada Januari 2009 kami ada sedikit uang untuk membeli cincin kawin. Belum ada rencana untuk menikah tapi ga tau dapat pikiran dari mana, kami memutuskan untuk pergi ke Cikini membeli cincin kawin yang murah meriah hepi. Dengan harga kurang dari 3 juta dapat sepasang cincin kawin seberat 10 gram total (harga asli rahasia ya).
Sejak membeli cincin itu kami juga mendoakan rencana masa depan kami (tumben religius). Akhirnya kami bisa lamaran tgl 30 Mei 2009. Itupun dengan tetesan air mata (gara2 spasmofili ni) karena tiba2 mama Petter ga bisa ikut ke Pekalongan (kota kelahiranku) sehingga yang berangkat dengan alasan yang menurut kami kurang masuk akal. Acara lamaranku pun sederhana hanya dihadiri Petter, papanya, papi mamiku, adek2ku minus si Budi (katanya ga bisa cuti) dan tanteku. Itupun kurang begitu lancar karena salah satu dari kue yang dibeli buat seserahan ternyata jamuran padahal katanya tahan sampai 2 minggu.
Setelah lamaran itu kami berdua berusaha mengumpulkan uang dengan cara yang halal dan pengiritan yang amat sangat sampai kami bawa nasi sendiri kalau makan di KFC. Kami mulai ikut kursus perkawinan di bulan Juli. Tadinya kami mau menikah di Jakarta tapi karena apa2 mahal apalagi sembako naik, kami memutuskan untuk menikah di Tangerang. Nah untuk menikah ini kami harus mengalami banyak hal seperti di artikel sebelumnya (http://sugiartobudiman.blogspot.com/2009/11/kenapa-saya-hanya-mau-menikah-sekali.html). Kami mengira kesulitan kami sudah berakhir dan seharusnya hari H berjalan dengan lancar.
H-2: (Kamis 26 November 2009)
Keluarga saya datang dari Pekalongan. Seharusnya mereka menginap di apartemen temannya teman saya dan sepulang kerja Petter harus mengambil kunci di kantor pemilik apartemen. Namun apa daya hari itu saya dan Petter malah masih sibuk lembur di kantor supaya bisa cuti untuk hanimun. Akibatnya kunci tidak jadi diambil dan keluarga saya menunggu sampai malam baru akhirnya bisa ke apartemen tempat mereka menginap.
H-1: (Jumat 27 November 2009)
Ria datang naik pesawat pagi jam 6. Sehari sebelumnya saya bertanya kepada Ria kenapa dia datang pagi2 padahal saya paling males bangun pagi nanti siapa yang menjemput dia, dll. Walaupun dia waktu di negara kambing gunung ga pernah nyasar, tapi saya kawatir dia di Jakarta akan nyasar karena di Jakarta banyak orang jahat. Singkat cerita (kalau panjang2 nanti yang baca bosen), akhirnya ketemu penyelesaiannya dan Ria nebeng teman (heran kenapa Ria sering ketemu orang untuk ditebengi) sampai ke kost saya. Kemudian saya dan Petter beserta Ria dan adik saya (Andy) naik motor ke Tangerang. Rencana hari itu adalah fitting baju saya dan keluarga saya setelah itu Petter dan saya pulang ke Jakarta mengambil barang2 yang belum diangkut (sepatu Petter, baju, dll). Ria tetap di Tangerang bersama keluarga saya. Setelah seharian sibuk tiba2 Petter bilang kalau dia harus pulang ke rumah karena ada Thaiku Singapore yang datang ke rumah dan kalau dia tidak tidur di rumah kesannya tidak menghargai. Padahal kami sudah punya rencana sendiri untuk pulang ke Jakarta dan datang ke Tangerang keesokan harinya sambil membawa barang2 yang tertinggal.
Pertama2 saya pikir saya bisa menangani semuanya dan Petter pulang ke rumah untuk menemani keluarganya termasuk Thaiku Singapore itu. Namun malam hari saya mulai panik karena sudah jam 10 malam ketika semua urusan baru beres dan saya harus kembali ke Jakarta. Bayangkan.....waktunya sudah mepet dan besok adalah hari pernikahan saya tapi malam hari jam 10 saya masih harus mengurus barang2 yang masih ketinggalan di Jakarta. Dan waktu saya minta adik saya mengantarkan saya ke Jakarta naik motor jreng 123456789x helmnya kurang satu karena Petter membawa helm saya pulang ke rumahnya. Saya mencoba mengetuk pintu kamar teman saya yang tinggal di situ namun tidak ada jawaban. Satpam apartemen juga hanya bisa meminjamkan helm sampai jam 8 pagi. Akhirnya saya mulai stres dan menangis tersedu2....sampai si Ria heran kenapa saya menangis cuma gara2 helm. Jadi inilah kisah sebenarnya.
Karena tidak tahu apa yang harus saya lakukan, saya menelepon Petter. Saya bilang kalau saya sudah stress mengatur semuanya sendiri. Dan kenapa keluarganya dia harus ikut campur rencana kami padahal dari awal mereka tidak membantu apa2 (sombong banget saya..tapi itulah pikiran saya saat itu). Akhirnya Petter memutuskan untuk menjemput saya dan kami pun pulang ke Jakarta seperti rencana semula. Kami sampai ke Jakarta jam 12 malam dan masih harus menyiapkan barang2 untuk dibawa ke Tangerang.
Hari H (Sabtu, 28 November 2009)
07.00: Berangkat ke Tangerang naik bus sementara Petter menjemput sepupu saya yang akan menjadi penerima tamu.
09.00: Berangkat ke salon bersama Ria, mami dan adik saya (Lita yang menjadi pengapit saya) untuk mulai dimake up. Ria menjadi tukang foto amatiran...dan benar2 thanks to Ria yang sudah membantu menceRIAkan hari H saya. Sementara saya di make up, Petter bersama Fiyan (pacar adik saya) pulang ke rumahnya untuk menjemput mamanya dan Thaiku Singapore untuk dibawa ke salon. FYI, Fiyan satu2nya orang yang bisa diandalkan untuk mengantar jemput karena adik saya yang lain tidak bisa (or tidak lancar) menyetir mobil. Petter juga harus memfoto kopi buku untuk pemberkatan karena baru seminggu yang lalu disetujui oleh Romo.
10.30: Mulai cemas karena Petter belum juga sampai. Waktu saya telp, dia bilang sedang menyeteples buku misa...bayangkan..pemberkatan jam 1 namun jam 10.30 mamanya belum dimake up dan buku misa belum jadi.
11.00: Pengantin pria belum juga datang dan saya sempat menangis sampai make up saya luntur sedikit. Untung ada Ria yang bisa menjaga kewarasan otak saya.
11.30: Petter baru datang beserta mamanya dan karena Petter satu2nya orang yang tahu jalan dari salon ke apartemen, Petter harus menjemput papi saya dan adik2 saya untuk ganti jas di salon.
12.30: Pengantin pria baru datang...modar rak ke (sori pake bahasa Jawa) dan belum diapa2in. Akhirnya saya pasrah saja deh. Semua dilakukan buru2 dan kami terlambat sampai di greja sampai Romonya bilang jangan2 ga jadi merit.
01.05: Pemberkatan nikah dimulai namun orang tua kami belum sampai, baru dijemput dari salon. Saya dan Petter hanya bisa pasrah di depan altar sambil sekali2 celingukan mencari orang tua kami yang belum datang.
Setelah orang tua kami datang, barulah kami merasa lega dan bisa menikmati acara pemberkatan. Walaupun ada yang sedikit menyebalkan karena Romo melewati lagu yang seharusnya saya nyanyikan berdua dengan Petter, kan saya jadi tidak bisa nampang. Petter bahkan menangis tersedu2 pada waktu sujud kepada orang tua sampai ingusnya dilap oleh Thaiku Singapore. Saya menangis juga tapi tidak sampai tersedu2 karena takut make up saya luntur.
Alkisah, akhirnya kami resmi menjadi suami istri. Tamu2 yang datang di pemberkatan hanya keluarga kami dan beberapa teman kami. Malah ada yang baru datang setelah selesai misa karena nyasar.
15.00-17.00: Pergi ke salon untuk retouch make up. Yang ke salon hanya saya, Petter, Lita (pengapit) dan Tika (adik saya). Sebelumnya kami berpesan pada keluarga kami untuk datang jam 5 ke tempat resepsi karena akan ada foto bersama keluarga. Mobil Mercy pengantin saya suruh pulang tanpa pikir panjang.
17.00 lebih sedikit: Petter dan saya sudah sampai di restoran Kelapa Kuning namun keluarga kami yang janjinya datang jam 5 belum juga ada yang datang (jam karet sudah membudaya). Pesta akan dimulai jam 18.30.
18.00: Keluarga Petter sudah ada beberapa yang datang dan tamu2 juga sudah ada yang datang, namun penerima tamu dan buku tamunya belum datang juga. Waktu saya telpon mereka bilang lagi on the way karena macet. Matilah...(dalam hati) dan saya mulai panik.
18.15: Orang tua kami sudah lengkap namun sekali lagi jreng 1000000x buku tamu ketinggalan. Saya sudah tidak mau tau lagi jadi saya ngumpet di mobil Carry sewaan keluarga saya karena mobil Mercy sudah saya suruh pulang dengan tidak pikir panjang. Tamu2 sudah banyak yang datang dan tidak ada buku tamu, mendingan saya ngumpet aja. Kabarnya tante restauran memberikan buku tulis sebagai buku tamu sebelum Leo (adik Petter) memutuskan untuk membeli buku tamu di supermarket di dekat situ.
18.30: Di dalam mobil saya ditemani Fiyan (pengapit pria saya) karena dia yang nantinya mendampingi saya masuk ke ruang resepsi. Kan rencananya saya masuk bersama Fiyan supaya tamu2 mencari2 Petter ada dimana. Supaya surprise ceritanya...jadi nanti Petter muncul dari balik korden bersama pengapit wanita (Lita) sambil menyanyikan lagu "Selalu Mencintaimu" lalu duet bersama saya di bawah wedding bell. Itu semua berantakan jadinya dan saya telat masuk. Akhirnya Petter duluan yang masuk lalu saya masuk dan sudah mulai reffrain. Jadi saya cuma nyanyi sepotong.
Acara yang dimulai dengan susah payah dan penuh perjuangan dan air mataku ini akhirnya berlangsung dengan lancar (Thanks God). Makanan tidak kurang, juga tidak lebih terlalu banyak. Saudara2 banyak yang datang, teman2 dekat kami juga banyak yang datang padahal ada beberapa yang hamil besar, nyasar 2 jam, naik becak (heheheh), naik kursi roda, naik angkot, naik busway, naek motor maupun yang naek bus dari Pekalongan ke Jakarta. Dan hampir semua orang bisa ikut difoto. Karena menurut Petter dan saya, yang penting dari acara resepsi adalah foto2 sebagai kenangan kami.
Alhasil (ga usah menceritakan lagi acara menghitung angpao), kami mau berterima kasih kepada pihak2 yang sudah membantu mensukseskan acara pernikahan kami ini. Thanks all....terutama buat Ria yang sudah datang dari luar kota dan menjadi reporter serta pahlawan tanpa tanda jasa selain Uling.
Mohon doanya supaya kami selalu berbahagia dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, sehat maupun sakit.
NB: foto paling atas adalah karikatur hasil karya Erwin teman SMA yang begitu berbakat seperti Affandi. Thanks ya Erwin untuk kadonya yang berkesan banget...