==========================================================================================

Pak TMK menerangkan, tamu selalu tinggal di rumah bidan Danuri karena itulah 'rumah terbaik' di sini. Terbaik artinya kita tidak berbagi kamar dengan ayam, kambing atau sapi dan kalo berak tidak perlu menggali lubang dulu. Saya sudah merasa aroma petualangan saya dimulai. Bidan Danuri menyambut saya dengan baik setelah saya menerangkan tujuan kedatangan. Tampaknya ini bukan yang pertama baginya, sehingga mudah bagi saya untuk memulai survey. Dimulai dengan mensurvey siapa cowok ganteng yang tinggal di sini^_^. Arya ternyata bukan mahasiswa. Ia antropolog. Dia bertugas menyusun tesis tentang desa terpencil yang terisolir dari dunia luar dan mempelajari budaya mereka. Dari percakapan pendek dengannya saya mengetahui bahwa perekonomian desa hanya digerakkan oleh perkebunan tebu, yaitu ketika warga bekerja sebagai buruh tebu lepas dan tebu dijual keluar dukuh lewat desa Kemusu. Lebih dari itu ia tak banyak bicara. Di waktu luang saya melihat ia berkutat dengan buku bersampul kulit cokelat miliknya, entah menulis apa. Ia sangat penyendiri dan selalu menampilkan wajah statis yang murung, emosinya tak terbaca.
Selepas magrib sore itu saya mendapatinya menatap tajam kepada saya, menggumam lirih,
"Seharusnya kamu jangan pernah datang ke tempat ini," Baru ingin menyanggah dan bertanya, saya dikejutkan dengan bunyi kentongan yang bertalu-talu.
"Kebakaran....kebakaran...kebakaran!!!!" teriak warga yang berlarian membawa buyung-buyung air. Saya blingsatan dan ikut lari. Tapi saya melihat Arya tidak bergerak. Matanya kosong menatap sesuatu di kejauhan.
"Kenapa tidak membantu??" teriak saya di tengah keributan serta gugusan asap dan langit yang terang di kejauhan.
Ia membisu.
Hanya beberapa menit, tanpa sempat melihat kejadiannya, saya melihat warga sudah berhasil memadamkan api. Sepetak kebun tebu gosong kehitaman, meninggalkan jejak abu yang terbawa angin.
"Syukurlah," saya berkata. Semua warga menghela napas lega dan bubar. Di tengah keramaian itu, sekilas saya melihat Arya lagi. Tapi sebelum saya mengejarnya, bidan Danuri sudah ada di belakang saya, mengajak saya pulang.
Malam itu saya melihat banyak orang berkumpul di kebun tebu. Mula-mula sedikit, semakin lama semakin bertambah banyak. Udara sangat panas. Langit membara. Api berkobar menjilat-jilat dahan tebu yang bergemeretak dilalap lidah-lidahnya. Saya berlari dan berlari, tapi api terus mengejar di belakang saya. Saya melihat anak-anak menangis digendongan ibunya, keduanya menyala dimakan api. Atap jerami membumbungkan asap hitam seperti awan menjelang hujan. Ternak-ternak berlarian. Debu dan abu beterbangan. Jeritan dan erangan membahana dari setiap sudut dan setiap rumah, tiap helaan napas tercium bau asap dan bau amis jasad yang terbakar. Seorang anak tiba-tiba merayap di bawah kaki saya, mencengkeramnya kuat-kuat. Tubuhnya sudah meleleh. Dagingnya nyaris lepas dari tulang, jatuh ke kaki saya. Wajahnya berkeropeng.
"Tolong," pintanya. Saya terlalu takut dan terus berlari. Orang-orang mengikuti saya. Saya ingin melepaskan diri, bebas dari semua ini. Tapi mata mereka menyiratkan sesuatu yang aneh. Seperti perintah untuk tetap tinggal. Dan entah kenapa saya diam mematung sementara mata mereka menarik saya semakin dekat dan semakin dalam...
Saya bangun dari mimpi buruk dengan terengah. Dari jendela terlihat langit di timur sudah mulai terang, sayup-sayup sudah terdengar ayam tetangga berkokok. Subuh menjelang. Semua di kamar ini masih sama; tidak ada yang runtuh, tidak ada yang hilang. Saya pergi ke sumur untuk cuci muka. Udara masih menggigit dan kabut masih kelihatan tipis di atas daun-daun tebu. Ketika mengeringkan badan dengan handuk, saya merasakan ada yang perih di kaki. Saya terperangah dengan sangat heran: Mungkinkah gara-gara nonton kebakaran kemarin? Api sudah padam waktu saya mendekat, tapi saya melihat luka itu dengan jelas. Luka bakar yang berkeropeng muncul di betis kiri saya.
BERSAMBUNG...
3 comments:
btw keropeng kuwi podo karo koreng rak si? aku bingung keropeng keropeng....aku ngertine keropong seng iso nggo ngintip arya lagi adus.
ahahahaha..iki cerita seram tapi kok aku malah pengen ngguyu mocone..wes daripada mumet2 mending diganti jadi cerita komedi wae..jadi keropeng di kaki arum ternyata tempelan koreng palsu. koyo pengemis2 di kota jakarta kae seng senenge nipu..pura2 korengan, pura2 sikile tugel siji, dll. jebule seng nempeli koreng kuwi adalah arya...nggon ngerjani si arum. asale arya ki wes naksir pada pandangan pertama..jadi mengko si arum lari2 cari pertolongan..ketemu si arya..akhirnya arya bilang...itu bukan koreng tapi plester ditempeli saus tomat. trus kata arya...ayo kita bersama tinggal di keropeng. besok kita bikin layar tancep dan kenduri buat pesta pernikahan. nanti kita bisa beli tanah bapak TMK buat dibikin hostel jadi kalo ada traveller nginepnya di situ..daripada di rumah bidan danuri...
bisnis yang lumayan menjanjikan ya
lanjutannya dunk... penasaran neh!
Keropeng kuwi mnrt kamus bahasa Indonesia (taelalala) luka yang sudah mengering. Ketoke nek ning buku kedokterane disebut krusta.
Cerita selanjutnya: Arya mendaftarkan hostelnya untuk traveler yang mnginap. Mula-mula bisnis itu memang menjanjikan, tapi lama kelamaan tuh hostel banyak kejadian anehnya. Misalnya tiba-tiba aja kucingnya bunting, padahal Anji Drive tidak pernah datang berkunjung. Aneh sekali bukan? Semua tamunya jadi gila, bunuh diri atau jadi suka ngelamun sambil ngupil sendirian (ya iyalah, masa ngajak2 ngupil). Hostel ini anehnya kalo dibaca dari review hostelworld.com ratingnya sangat tinggi, jadi makin banyaklah yang datang bertamu. Apalagi haunted hostel malah jadi daya tarik tersendiri, semacam obyek wisata seperti hounted castle, hounted mansion, dsb. Terakhir, pemandu wisatanya jadi gila dan mulai mengoceh dalam bahasa Yunani. Dua orang turis jepag tiba2 berhara kiri di epan tukang bakso, persis setelah sehari menginap di hostel tersebut. Sebagai blogger dan traveler, Kristina diminta menginvestigasi. Untuk jaga2, sebelum berangkat tugas, dia makan bawang banyak2 (jadia ati2 ngomongnya jangan dekat2). Ketika Kristina datang, hostel itu tampak sangat wajar. Kecuali setelah dia menapakkan kaki di dalamnya. Semua orang berpandangan mata kosong dan bau bawang ada di mana-mana. Tiba2 semuanya gelap. (bersambung)
Post a Comment