Monday, August 23, 2010

Paranoia

Kayanya memang batasan antara cari petualangan dan cari maksiat itu tipis.

Saya sudah sering dengar tentang nasehat-nasehat seperti:
  1. Jangan bicara sama orang asing, nanti dihipnotis.
  2. Jangan pergi kemana-mana sendiri, nanti bisa diculik alien kolor ijo.
  3. Pastikan kalo pergi jauh ada yang menjaga kita, kalo nggak bisa bawa suami ya minimal bawa temen satu RT (jangan bawa suami orang lain. Pamali!)
  4. Selalu kasih kabar ke orang di rumah. Jadi kalo ilang bisa cepet ketauan.
  5. Pastikan segalanya aman-terkendali, nyaman, jelas, rapi dan terencana dengan baik kayak Orde Baru.
Tapi gaya emak-emak osteoporosis kayak gini bikin saya pengin cepet-cepet bikin surat wasiat. Dalam hal bepergian, model armchair traveler menurut saya tak ubahnya dari duduk di ruang tamu dan nonton DVD Bollywood. Tolonglah, kerjaan saya sudah kelewat aman dan tenteram. Saya perlu sedikit kejutan. Maksiat? Beda tipis sih. Temen saya bilang kalo saya suka cari bahaya. Tapi coba aja dipikir, memangnya tinggal di rumah itu aman? Setiap saat bisa terjadi kebakaran, kekuncian, gas meledak, kebajiran, gempa bumi dan kemalingan (pembicaraan saya udah cocok buat nawarin jasa asuransi). Kalo kita jalan dari rumah ke tempat kerja aja, kita bisa: kesandung, digigit anjing, dikejar-kejar orang gila, kejatuhan pot tanaman, nabrak tiang listrik, nyebur got, kesrempet becak/bajaj or kesenggol angkot Tlogosari-Banyumanik. Apa bedanya coba?

Sayangnya, cara berpikir "Biar aman asal selamat," dan "Alon-alon angger manggon,"*ngasal deh* ini sudah mendarah daging sampai-sampai bikin orang jadi paranoid. Kalo ada orang tak dikenal yang mbaikin, malah dikira bermaksud jahat. Diajakin ngobrol bareng, dikira mo nawarin kartu kredit (susah hidup di jaman sekarang). Mencurigakan dikit, dikira copet. Ngelirik dikit, dikira nyontek. Bau dikit, dikira ketek. Gembel dikit, dikira bokek. Belang dikit, dikira tokek. Intinya sih, karena cari aman, kita sering jadi berprasangka yang berlebihan.

Saya bilang paranoid karena saya pernah mendapati orang ketakutan cuman karena saya ngajak bicara. Saya pernah mendekati cowok umur 30an dan tantenya, "Hai! Tadi saya liat kalo kita bakal naik angkutan yang sama. Sambil nunggu, kita ngopi yuk, sendirian kan nggak enak," Mereka berdua menatap saya bingung, lalu curiga, lalu dengan gugup menjawab, "Enggak, kita mau belanja dulu. Ayo Tante. Sudah ya!" Saya langsung ditinggalkan dengan kecepatan kernet kopaja yang supirnya mulai tancap gas. Saya jadi pingin ke toilet, barangkali tanpa sadar pas tidur tadi malem muka saya tumbuh jenggot dan cambang jadi rada mirip sama Rhoma Irama eh maksud saya Osama.

Pernah saya ke Toraja sendirian. Di terminal, ada ibu-ibu sekluarga mewanti-wanti saya supaya ikut mereka ke rumahnya. Saya pikir ini tawaran bagus karena saya dapet akomodasi gratis=p. Mereka begitu khawatir karena saya nggak ada saudara di seluruh penjuru Tana Toraja eh Sulawesi tepatnya, meskipun berulang kali saya bilang kalo saya bakal baik-baik saja. Saya padahal cuman numpang tanya jalur angkutan di Rantepao. Begitu sampai di rumahnya, saya dijamu makan bakso, ikan bakar, diajak jalan ke pasar kebo, dsb. Saya senang sekali. Lalu saya telpon ke teman di Makassar, bilang kalau sepulang dari Toraja saya akan mampir. Dia tanya, "Kamu di rumah siapa?" Saya jawab,"Ibu X yang kenalan di terminal," Giliran teman saya yang mewanti-wanti, "Hati-hati lho. Jangan-jangan mereka punya maksud tersembunyi," Mungkin yang bikin saya jarang khawatir adalah, karena saya nggak punya Blekberi.

Dua tahun yang lalu saya masuk keanggotaan klub hospitality yang memungkinkan saya untuk ketemu orang dari banyak tempat dan nebeng di rumah mereka gratis. Jaringan sosial ini fungsinya adalah untuk menambah pengalaman bepergian sekaligus menjadikan dunia tempat yang lebih ramah untuk dijelajahi. Juga untuk lebih mengenal banyak orang beserta keunikan mereka! Saya mendapati pengalaman ini sangat menarik karena kadang kita mendapat kejutan: kita tidak tahu seperti apa tempatnya, berapa banyak orang di sana, seperti apa keadaan nantinya. Amankah? Yah, setidaknya saya masih hidup dan ngetik blog sekarang. Kalau bicara soal keselamatan, temen saya ditabrak lari orang di depan warung pengkolan gang kost-kostan. Mungkin ini contoh yang gak nyambung. Tapi entah kenapa saya percaya psikopat itu biasanya justru orang yang kliatan baik-baik saja: tukang kebun, tetangga sebelah, juru kunci rumah tua, tukang gali sumur, psikiater, dokter atau dosen (hihi). Saya selalu membayangkan kalau orang yang paling menyeramkan justru orang yang kita percaya. Tentu saja tidak menutup kemungkinan ada tempat-tempat dimana orang diberi obat tidur lalu ginjalnya dicuri kayak di film Hostel. Untunglah, ginjal saya masih dua biji (tadinya tiga, ahaha).

Supaya tulisan ini jadi nggak nyambung seperti biasa, saya mau curcol. Ternyata nggak mudah menjalani kehidupan ganda: seumpama Clark Kent dan Superman. Tahu kan, Clark Kent yang culun dengan kaca mata dan baju rapinya bisa berubah jadi cowok kekar yang pake baju ngejreng, pake sayap (seperti pembalut wanita) dan selalu pamer celana dalam? Dalam hidup saya, rasanya saya harus berganti sikap setiap kali saya di tempat kerja dan ketika saya melanglang buana. Pertama, saya tidak boleh terlalu ramah, nanti dikira gatel. Banyak orang jadi salah paham karena saya tidak segan bicara pada orang tak dikenal. Kedua, jangan terlalu gaul, nanti dikira anak band yang baru di-DO dari ajang Indonesia Mencari Bakat. Saya pernah nyapa kolega dengan mengayunkan tangan saya seperti toss. Bagai bertepuk sebelah tangan, saya pun menampar udara. Teman saya tidak membalas! Saya baru ingat, teman saya pake jas lengkap dengan blazer dan tas tangan. Bergaya hip-hop pasti dikira rapper panuan mabok tape. Jadi saya harusnya sungkem kali ya. Ketiga, saya harus terkesan normal, jangan bernampilan ngasal seperti mahasiswa jurusan seni yang lagi bintitan dan kesiangan. Oh, susahnya menjaga image profesi Hipocrates! (butuh Pi-aR segera)

Nah pertanyaannya, sebetulnya Superman yang nyamar jadi Clark Kent atau Clark Kent yang nyamar jadi Superman? Menurut saya seharusnya yang asli adalah Clark Kent karena Superman pasti menghabiskan waktunya sehari-hari sebagai Clark karena dia harus keliatan normal. Nggak mungkin kan Superman beli bakso pake baju merah birunya yang berkibar-kibar? Tapi dalam diri Clark adalah Superman. Demikian, dalam diri pengembara tetaplah ada kebebasan, meskipun dalam profesinya dia harus bersikap formal, harus menjaga penampilan ataupun harus kelihatan seperti orang waras yang normal. Tapi setidaknya, saya nggak paranoid.

Monday, August 16, 2010

Passion...Subjektif or Objektif


Ada teman saya yang bercerita kalau dia baru mendapatkan penilaian paling tidak objektif dari atasan dia. Performance kerja teman saya ini sebut saja namanya Bunga (mirip nama korban2 di koran lampu merah) dinilai C karena atasan dia bilang kalau dia kurang passion dalam mengerjakan pekerjaannya. Saya mencoba menganalisis masalah ini dan pada akhirnya biarlah pembaca yang memutuskan apakah nilai C itu pantas diberikan kepada Bunga.
  1. Apakah tolak ukur passion itu? Kalau kinerja baik atau tidak baik seorang pembuat batu bata bisa diukur dari berapa banyak batu bata yang dihasilkan dalam satu jam. Kinerja seorang agen asuransi bisa dilihat dari berapa banyak klien yang direkrut dalam sebulan. Namun apakah kinerja teman saya yang seorang staff pajak ini bisa dinilai dengan passion? Ketika teman saya berkata, "Passion kan tidak bisa diukur?". Atasannya menjawab bahwa passion memang tidak bisa diukur tapi bisa dilihat. Nah...berarti penilaian passion ini hanya dilihat dari luarnya saja. Padahal ada pepatah mengatakan "Jangan menilai buku dari sampulnya". Orang yang bekerja dengan passion tidak bisa dilihat cuma dari tampang dia. Bagaimana kalau orang itu memang wajahnya selalu tanpa ekspresi, apakah berarti dia tidak punya passion padahal dalam hati dia bekerja dengan sepenuh hati. Sialnya lagi kalau ada orang yang garis bibirnya melengkung ke bawah alias selalu cemberut dengan tidak disengaja, bisa2 bosnya selalu melihat dia mengerjakan pekerjaannya dengan tidak senang hati. Apakah dengan itu dia langsung dinilai buruk?
  2. Bunga ini dulu lulusan terbaik kedua di universitasnya dan saya sendiri kenal dia sejak kuliah jadi saya bisa memberikan opini apakah dia cuma pintar dalam teori atau praktek juga. Saya pernah sekantor dengan Bunga sebelumnya jadi saya tahu kalau Bunga bisa mempelajari pekerjaan dengan cepat dan bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Load pekerjaan di kantor lama bisa dibilang sangat banyak tapi Bunga bisa menyelesaikan dengan efektif alias tidak perlu lembur2. Di kantornya yang sekarang pun Bunga bisa mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Buktinya dengan load pekerjaan yang sama, Bunga sangat jarang lembur2. Sedangkan orang yang dulu memegang pekerjaan dia sudah lembur2 tapi masih saja pekerjaannya tidak selesai. Waktu atasannya ada yang maternity leave juga Bunga bisa menghandle pekerjaan dengan baik.
  3. Sebagai staff pajak ada beberapa objective yang dijadikan penilaian misalnya apakah lapor dan bayar pajak pernah terlambat atau tidak. Mengidentifikasi jurnal2 pajak tepat pada waktunya sebelum closing tiap bulan, dan lain2. Semua itu bisa dilakukan dengan baik oleh Bunga. Jadi untuk mendapatkan nilai C alias Meet Expectation sudah di tangan.
  4. Untuk mendapatkan nilai B (Exceed Expectation) berarti Bunga harus bisa mengerjakan sesuatu yang lebih dari job descriptionnya dan itu sudah dibuktikan dengan Bunga bisa menghandle pekerjaan dengan baik saat atasannya maternity. Selain itu Bunga juga sudah berinisiatif dengan menemukan cara lebih cepat untuk mengerjakan pekerjaannya yaitu dengan menggunakan rumus2 Excell yang lebih canggih. Apakah orang yang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik bisa dibilang kurang passion? Orang yang ga punya passion pasti boro2 pekerjaannya selesai, ga banyak salah saja sudah untung.
Dari 4 hal di atas seharusnya Bunga bisa mendapatkan nilai B. Hanya karena kurang passion saja dia hanya mendapatkan nilai C. Menurut saya ada beberapa kemungkinan kenapa Bunga mendapatkan nilai lebih rendah dari seharusnya:
  1. Atasan Bunga sangat subjektif. Mungkin Bunga kurang bisa mengambil hati atasannya. Teman saya pernah bilang kalau menjilat itu sangat penting dalam berkarir.
  2. Perusahaan memang sudah mentargetkan agar hampir semua karyawannya mendapatkan nilai C jadi ga perlu memberikan kenaikan gaji yang besar.
  3. Atasan Bunga takut tersaingi, siapa tahu dia aja nilainya C masa dia mau memberikan Bunga nilai B. Bisa2 Bunga dipromote melebihi dirinya.
  4. Bunga lagi sial aja karena mendapatkan atasan yang sentimen sama dia.
  5. Bunga seharusnya laki2 karena atasannya itu perempuan. Secara umum atasan perempuan lebih suka punya anak buah laki2 dan sebaliknya.
  6. Bunga seharusnya mencari pacar petinggi perusahaan pasti atasanya segan
  7. Bunga mendingan cari pekerjaan lain saja yang bisa memberikan penilaian lebih objektif.
  8. Seharusnya saya saja yang menjadi atasan Bunga, pasti Bunga saya beri nilai Outstanding.
  9. Bunga mendingan membuka perusahaan sendiri saja dengan passion
Jadi..apakah Bunga layak mendapatkan nilai C?

Jam

Sejujurnya, inilah Ria dan Kristina...

Ria dan Kristina, sama-sama punya ide-ide yang nggak masuk akal saking nggak bangetnya pikiran kami berdua. Obrolan kami ini, berkat kemajuan jaman dan menjamurnya aplikasi internet (hiduplah Indonesia Raya!), kami sekarang bisa tuangkan di blog. Dulu kami suka ngetik-ngetik pake mesin ketik manual di belakang kertas HVS A4 bekas fotokopian. Tapi tetep aja kami tidak berhenti menulis. Kata pepatah: setipis-tipisnya tinta masih lebih tajam dari ingatan manusia. Kata Pramoedya: menulis berarti memetakan sejarah. Halah, kalo tulisan kita mah sebenernya gak ada hubungannya ama sejarah. Cuma mengukirkan betapa masa muda kami ini sangat indah. Dan jelas nggak mutu isinya. Jadi, mending kalo sisa-sisa waktu dan pengen baca yang tidak terlalu berguna sajalah baru buka blog kami... Tapi apapun komentar, masukan dan pendapat teman-teman, semuanya adalah cendera mata yang indah buat kami...

Ria dan Kristina (hualah, koyok undangan penganten. Amit2 deh. Lesbong juga pilih-pilih ah...)

About Us

My photo
pindah2..tergantung mood, Indonesia
Sri Riyati Sugiarto (aka Ria) adalah cewek kelahiran limpung..(pinggiran kota Pekalongan)..habis sekolah di SMU St. Bernardus Pekalongan trus kuliah kedokteran di Undip Semarang..sementara Kristina Melani Budiman (aka Kristina) juga lahir di Pekalongan trus satu SMU ama Ria dan kuliah di Atma Jaya Jogjakarta. kami kenal di kelas 3 SMU tapi mo duduk bareng selalu ga bisa gara2 terlalu cerewet dan kalo duduk sebangku selalu bikin keributan karena hobinya menggosip jadi terpaksa sampai sekarang tidak pernah duduk bareng..untungnya kita ga satu kampus :p